Rektorpun Asing, Jadi Asing Di Negeri Sendiri.


Oleh Sutan Adil Hendra


Indonesia tanah tumpah darah kita, tempat kita lahir dan mengabdi pada ibu Pertiwi. Indonesia sejak dulu kala selalu dipuja - puji bangsa. Penggalan bait lagu tanah air tersebut seolah menggambarkan curahan hati saya tentang nasionalisme dan kemandirian Bangsa. Permasalahan ini seolah tergambar kembali ketika niat baik Menristekdikti Muhamad Nasir yang merencanakan pengangkatan Rektor dan Dosen dari luar untuk memimpin ataupun mengajar di PTN dan PTS di tanah air. Dalam kapasitas selaku pimpinan komisi X DPR RI saya mencoba merenungkan kembali rencana ini dengan misi Presiden Jokowi memajukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam negeri.

Tentu semangat tulisan ini bukanlah kita merasa apriori dengan sesuatu yang berbau asing, namun dalam hal rencana pengangkatan Rektor Asing saya sedikit mempertanyakan satu kenyataan bahwa banyak putra terbaik bangsa yang disia-siakan kemampuanya di dalam negri, yang justru di hargai di luar negeri. Banyak putra terbaik bangsa yang memiliki hak paten atas ciptaanya di luar negeri, tapi oleh kita tidak pernah dimanfaatkan.

Kita harus yakin SDM guru besar kita, sebenarnya tidak kalah dari luar, sehingga dengan alasan memacu para rektor untuk menyamai prestasi rektor luar negeri, karena ini menunjukkan kita tidak mampu untuk meningkatkan kualitas PT atau PTS di tanah air.

Sehingga saya berpikir kita perlu duduk bersama sesama anak bangsa untuk membicarakan rencana Rektor Asing ini, minimal banyak masukan yang disa digali dan dipetakan, seperti dari segi aturan yang mesti diselaraskan sebelum mendatangkan rektor dan dosen asing di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).  Mengingat syarat utama untuk menjadi rektor PTN adalah berkewarganegaraan Indonesia (WNI), termasuk aspek pembiayaan yang harus ditanggung PTN atau PTS nantinya. Sementara syarat lain adalah ijazah yang di dapat dari luar negeri pun harus disetarakan oleh Kemenristekdikti. Jadi secara aturan dan Undang undang juga, sudah salad. Belum lagi yang terkait dengan pembiayaan, karena untuk merekrut Rektor luar negeri itu membutuh biaya yang tidak sedikit, lebih baik dana yang ada di alokasikan untuk kesejahteraan dan peningkatan kapasitas dosen.

Jika kita putar balik ke belakang beberapa keputusan dari pemerintah lima tahun belakangan ini, selalu mengaitkan dengan orang asing. Jika wacana terus digulirkan, maka dalam waktu dekat bisa saja akan disahkan. Padahal hal ini bisa menimbulkan kesan negatif dari masyarakat, karena bisa saja masyarakat bertanya,dimana harga diri kita ?, Mana kedaulatan yang kita agungkan ?, jika semua pekerjaan harus orang asing.

Saat ini saja, pekerja pabrik sudah banyak orang asing, proyek konstruksi juga banyak, investasi asing juga ada, lalu maskapai asing juga diperbolehkan masuk, kini Rektor pun akan diberi kepada pihak using. Jangan sampai hal ini menjadi kontraproduktif dengan cita cita luhur pendiri bangsa.di masyarakat. Sehingga wajar jika, kita mempertanyakan niat pemerintah mewacanakan mengundang akademisi luar negeri untuk menjadi rektor dan dosen di Indonesia. Sebenarnya  ini, ada apa ?, pesan siapa ?,  kita ini bekerja untuk siapa ? Untuk bangsa Indonesiakah, atau Untuk orang asing ?.

Sudah seharusnya Kemenristekdikti fokus pada pengembangan SDM lokal bangsa sendiri dibanding harus mendatangkan Rektor dari luar, selain mahal, SDM para guru besar kita lebih dari mampu untuk menjadi Rektor. Atau mengambil putra terbaik bangsa kita yang berada dan bekerja luar negeri. Jangan sampai kita menjadi Asing di Negeri sendiri…

Penulis adalah Wakil Ketua Komisi X DPR RI.

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama