Kasus Raynhard Sinaga Dan Potret Pendidikan Kita.



Oleh : Dr. Ir. Nanik Minarni, MM


Baru baru ini jagat maya gempar. Seorang WNI mahasiswa program doktor  di Inggris yang  telah mengantongi 2 master dan anak dari keluarga kaya terlibat kriminalitas sebagai  pelaku tindak perkosaan berantai. Dan disebut sebagai pelaku perkosaan terberat dalam sejarah Inggris. Sehingga yang bersangkutan dikenakan hukuman penjara seumur hidup.

Berapa investasi materi  yang telah di investasikan orang tuanya untuk pendidikan sampai setinggi itu ?. Berapa waktu yang terbuang untuk meraih pendidikan sampai setinggi itu yang pada akhirnya harus mendekan dipenjara seumur hidupnya?

Membaca berita tersebut tentu hati kita terpukul karena pelakunya adalah seorang intelek dari keluarga berada. Pasti ada yang salah dalam sistim pendidikan yang telah dilakoninya. Sehingga lahir manusia pincang dimana otak cerdas tetapi moral bejat.

Pendidikan sebagaimana pengertiannya yang disebutkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Pendidikan sempurna yang ditargetkan Negara adalah terciptanya manusia yang sempurna nalar, hati, emosi dan fisik.

Paradigma pendidikan dibagi dalam 3 jenis :

Paradigma sekuler: pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan. Eksistensi agama tidak dinafikan hanya dibatasi perannya.
Paradigma sosialis, anggapan bahwa agama tidak ada dan tidak ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan.
Paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan.
       Dalam dunia pendidikan, kegiatan belajar mengajar tidak hanya bertujuan untuk membuat siswa menjadi cerdas dan menguasai ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk karakter siswa. Siswa dengan karakter baik akan menjadi manusia beradab yang mulia yang siap menghadapi  tantangan masa depan yang komplek.

        *Pendidikan karakter :*

       Pendidikan karakter adalah  pendidikan yang mengembangkan  ketrampilan sosial dalam kaitannya dengan kemampuan mengemban tanggungjawab sosial, juga membangun kemampuan dalam pengelolaan emosional dan etika.  Manusia berkarakter baik adalah manusia berakhlak  mulia, dan bisa disebut sebagai anak sholeh. Anak akan memiliki akhlak mulia bila penanaman akidah diutamakan sebagai landasan dalam membentuk pribadi anak . Anak sholeh adalah anak yang berakhlak mulia , beradab  baik dan mampu menjadikan dirinya teladan bagi kebaikan. Anak sholeh mampu  menghadapi dan menjadi pemenang melawan sisi negarif arus globalisasi yang tak terbendung, seperti kerusakan moral, konsumerisme, seks bebas, penggunaan obat obatan terlarang dan kriminalitas yang merajalela.



       Menurut Ibn Miskawaih (320-421/932-1030), akhlak adalah kondisi jiwa yang menyebabkannya melakukan perbuatan tanpa berpikir atau pertimbangan lagi. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam perspektif Islam adalah untuk membentuk akhlak yang baik pada manusia tersebut.

Kondisi saat ini dengan merebaknya kenakalan remaja,  adalah kesalahan dalam menjalankan sistem pendidikan. Pendidikan lebih banyak dititikberatkan pada kemampuan akademis saja sehingga pendidikan karakter kurang mendapat porsi yang seimbang. Sehingga melahirkan anak anak cerdas  dengan akhlak yang buruk. Pemimpin yang manipulative, koruptor , penipu rakyat adalah produk pendidikan yang hanya menekankan pada aspek akademis dan miskin pendidikan akhlak.

Menurut Syaikh Hasan al Banna, pembentukan kepribadian atau karakter dalam Islam mencakup sepuluh aspek, di antaranya adalah akhlak yang bersih, ibadah yang lurus, wawasan yang luas, fisik yang kuat, perjuangan diri sendiri, disiplin, hingga kebermanfaatan untuk orang lain. Kesepuluh hal tersebut akan melahirkan manusia yang bertaqwa  kepada Allah dan banyak beramal shaleh dan berorientasi pada kesuksesan hidup.

*Penyiapan kader generasi pemimpin bangsa*

Tanamkan kepada  anak anak   rasa takut hanya kepada Allah, ajarkan akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta berani beramar ma’ruf nahi munkar.

Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,

أدب ابنك فإنك مسؤول عنه ما ذا أدبته وما ذا علمته وهو مسؤول عن برك وطواعيته لك

“Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.”(Tuhfah al Maudud hal. 123).

Dari imam Abu al-Hamid al-Ghazali rahimahullah. Beliau berkata, “perlu diketahui bahwa metode untuk melatih dan mendidik anak-anak termasuk urusan yang paling penting dan harus mendapat prioritas yang lebih dari urusan yang lainnya. Anak merupakan amanat di tangan kedua orang tuanya dan qalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga dan murni yang belum dibentuk dan diukir. Dia menerima apa pun yang diukirkan padanya dan menyerap apa pun yang ditanamkan padanya. Jika dia dibiasakan dan dididik untuk melakukan kebaikan, niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Betapa indahnya, jika kita memandang anak-anak kita menjadi anak yang shalih. Jika kita menginginkan anak-anak shalih, maka orang tua, pendidik maupun perancang pendidikan  juga harus menjadi orang yang shalih.

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ (٢١)

“Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Ath Thuur: 21).

Ibnul Qayyim al-Jauziyah, seperti dikutip oleh Muhammad Nur Abdul Hafidzh Suwaid dalam bukunya Manhaj at-Tarbiyah an-Nabawiyah li ath-Thifl berpesan kepada orang tua dan para pendidik,  barang siapa yang dengan sengaja tidak mengajarkan apa yang bermanfaat bagi anak-anaknya dan meninggalkannya begitu saja, berarti dia telah melakukan suatu kejahatan yang sangat besar.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما نحل والد ولده أفضل من أدب حسن

“Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR. Al Hakim: 7679).

Pendidikan yang baik adalah dengan menanamkan akhlak yang baik pada jiwa anak, sehingga ia mampu menolak semua perbuatan  yang jelek, dan menjadikan jiwanya tidak akan merasa nyaman kecuali dengan berbuat dan melakukan  hal yang baik,  jiwanya akan memberontak terhadap segala hal yang tidak baik.

Anak adalah penerus keturunan, keturanan yang baik akan melahirkan generasi bangsa yang baik. Bangsa yang baik lahir dari keluarga keluarga yang mempunyai anak – anak yang baik. Oleh karena itu orang tua sebagai pengemban amanah dari Allah swt harus mempertanggungjawabkan amanahnya. Cara yang paling efektif menularkan adab kepada anak adalah melalui pendidikan keteladanan. Orang tua wajib mengajarkan tentang pentingnya beribadah kepada Allah sejak dini kepada anak. Didiklah anak dengan lemah lembut, cinta kasih, penuh hikmah dan kesabaran. Sehingga terbangun cinta kasih antara  anak dan orang tua. Cinta kasih ini yang akan memotivasi anak untuk menaati orangtuanya . Hukuman yang  diterapkan kepada anak harus dijalankan dengan bijak. Hukuman diterapkan saat kelembutan tidak lagi berpengaruh, dan ketika nasehat, perintah dan larangan telah diabaikan. Orang tua harus memiliki akhlaq yang baik terlebih dahulu, sebelum mengajari anaknya berakhlaq baik.

Sungguh berbahagia orang tua yang telah berhasil memberikan pendidikan bagi anak-anak mereka sehingga menjadi anak yang shalih, yang selalu mendengar dan melaksanakan nasehat kebaikan dari orangtuanya, yang mendo’akan orang tuanya, yang menjaga nama baik kedua orang tua. Anak demikian tidak hanya investasi dunia tetapi juga akherat . Yang memberi keuntungan pahala kepada kedua orangtuanya baik didunia maupun akherat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila seorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendo’akannya.” (HR. Muslim: 1631).



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ (٦)

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At Tahrim: 6).

Orang tua harus mengetahui akhlak teman anak , apabila anak bergaul dengan teman yang karakternya buruk maka bisa terpengaruh hal buruk. Karena itu peran keluarga dan lingkungan sangat penting. Keluarga yang baik dan memiliki karakter mulia  akan  menghasilkan anak-anak yang berkarakter mulia juga.

*Tolok ukur keberhasilan*

Tolok ukur keberhasilan pendidikan itu apabila tercipta manusia seperti yang tertuang dalam firman Allah :

الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.

Depok Maharaja, 8 – 1 - 2020
Presiden FORUM DOKTOR ISLAM INDONESIA

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama