Mengapa Musti Di Simpan Di Bank, Kalau Bisa Lebih Bermanfaat Uang Ummat ?
Setiap Jum'at saya diajak pak Kyai Sholat Jum'at di Masjid Kampung. Setiap
setelah Adzan pertama sebelum Adzan kedua, maka bang Salim Ta'mir Masjid, akan umumkan Jumlah Saldo Kas Masjid keseluruhan dan perolehan Dana Kotak Amal Masjid Jum'at pekan sebelumnya.
Masjid di kampung saya tahúr 1991 sudah berkisar pada Rp. 30 juta. Pada tiap Jum'at, rata-rata terkumpul pada kisaran Rp. 100 ribu s/d Rp. 500 ribu.
Saat selesai jum'atan kita semua menghitung isi kotak amal saat itu. Saat itu terkumpul uang 340 ribu rupiah. Kemudian di potong honor Khotib, 50 ribu rupiah, dan muezzin 15 ribu rupiah, sisanay masuk
kas mesdjid, buat gaji merbot perbulan, dan keperluan lain. sekiatar 350 ribuan keluar setup bulan tabun 1990 -1997.
Kemudian uang itu dilimpan di Brangkas mesjid. Disitulah saya heran, kenapa tidak dimasuk kan ke bank saja ? pikirku, kan dapat bunga bank lumayan.
Saya pun bertanya kepada pak Kyai. Lalu, apakah jawaban pak Kyai ?
"kalau Uang itu di simpan di Bank, selain memberikan kekayaaan kepada pemilik bank juga ada Riba dari bunganya" kata pak Kyai dengan senyuman yang khasnya.
"Lalu Uang itu jadi nggak bermanfaat dong" kata ku, dengan bersiap siap berargumen secara ekonomi.
"hehehe,, kamu pikir uang itu di brangkas itu tidak bermanfaat ya ?" tanya pak Kyai, saya atk mau jawab Karena Sangat retoris. Lebih baik saya menunggu penjelasan pak Kyai.
"Sadarkah kita bahwa potensi kita, ummat Islam begitu besar?"
"Sedikit mari kita coba berhitung. Jumlah Masjid di Jakarta, kalau ada sekitar 20 ribu saja
Asumsi, masing-masing Masjid simpan Kas sebesar Rp. 30 juta, maka : Rp. 30 juta x 20 ribu = Rp. 6 Triliun !!!"
"Lalu, pertanyaan selanjutnya, apakah dana tersebut hanya akan mengendap begitu saja di bank?* Tentu saja tidak !"
"Sudah pasti, tentunya, dana itu digunakan untuk keperluan para konglomerat, baik pemilik bank maupun para pengutang bank, yang tentunya mayoritas pengusaha non pribumi dan non muslim."
"Dan, tiap hari Jum'at, akan masuk lagi *dana ummat* sebesar : Rp. 300 ribu x 20 ribu = Rp. 12 juta.
Tanpa menerbitkan surat jaminan atau apapun, Bank selalu dapat kucuran dana sangat sangat lunak sekali dari ummat Islam !"
Padahal dana tersebut, mereka gunakan untuk buat pabrik, pengembangan usaha, dll, tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. Dan, tidak menutup kemungkinan, dana tersebut juga dipakai untuk melakukan operasi-operasi / kegiatan untuk melakukan intimidasi, persekusi, mendzalimi terhadap ummat Islam ."
"Sementara, dari dana yang disimpan di bank, kita hanya akan dikasih berupa bunga sebesar 8 %/tahun. Yang tentunya, kita menerima riba dan hukum riba atas penerimaan bunga tersebut.
Sementara, mereka, mendapat keuntungan yang berlipat lipat."
Mendengar penjelasan Pak Kyai saya jadi kaget dan bingung .
"Terus uangnya jadi nggak bermanfaat" Kataku.
"Kenapa tidak kita manfaatkan, kita kelola sendiri oleh ummat untuk kepentingan dan kesejahteraan ummat ?" kata pak Kyai.
Saat ini dana tersebut dikelola dengan baik dan benar untuk hal yang produktif dan manfaat untuk ummat, kemisal :
1. memberikab pinjaman bergulir tanpa bunga kepada kelompok pengajian / usaha ummat sekitar Masjid.
2. Disalurkan untuk para yang berhak menerimanya.
3. Usaha produktif , misal buat jual air minum isi ulang.
4. Atau buat lembaga kusus nangani dana Masjid tersebut ?
"Tentunya ini akan lebih produktif dan bermanfaat, daripada disimpan di bank" kata pak Kayi menjelaskan.
Saya jadi berfikir ulang tentang laurbiasabnya dana mesjid jika digabungkan menjadi satu, bayangkan kalau jakarta membangun Bank Infaq, berapa manfaat yang didapatkan umat..
Pemikiran sederhana Kyai kampung... bisakah diwujudkan Bank DKI ?