Masih ingat guru agama kampung, ustadz Siyono rahiimahulloh, yang diculik Densus 88 lalu pulang dalam keadaan menjadi mayyit, dan keluarganya lantas dibayar mereka Rp 100 juta?
Yang uang Rp 100 juta itu ditolak oleh keluarganya?
Dan yang hingga kini para pengacara Muslimiin (utamanya dari Muhammadiyah) meminta pengusutan ini, namun tak jua ada kabar lanjutannya di masa pemerintahan Jokowi-Yusuf Kalla-Luhut, Jokowi-MA-Luhut?
Juga ada cukup banyak orang Muslim hilang, disiksai, difitnahi, atas tuduhan tanpa penyidikan, pengadilan, sebagai 'Teroris'?
Atau ingatkah kau, jaman dulu, di Orde Lama, saat Buya DR. M. Natsir (pahlawan nasional, pemersatu NKRI melalui "Mosi Integral M. Natsir", Perdana Menteri RI, pimpinan Masyumi, ulama internasional, pejuang kemerdekaan), juga Buya DR. HAMKA (ulama internasional, Ketua Umum MUI yang pertama, pimpinan Masyumi, pujangga nasional, pejuang kemerdekaan, dll.), K. H. Isa Anshari, dkk.; yang dikenal anti Komunisme/PKI, lantas ditangkap sepihak dan dipenjarakan oleh rezim Sukarno yang berafiliasi dengan Nas-A-Kom (Nasionalisme - Agama - Komunisme dari partai PNI - NU - PKI)?
Nah ini ada kasus yang kiranya serupa. Baru saja terjadi!
Terhadap seorang anak muda - Qidam Al Fariski Mofance rahiimahulloh - yang baru berusia 22 tahun.
Bacalah. Karena kita WNI dapat saja mengalaminya. Selain kini harus waspada terhadap 30.000 an Napi yang justru dibebaskan, di saat harus sehat melawan Covid-19, harus mencari nafkah halal saat masa sulit kini, harus menjaga diri dan keluarga dan masyarakat, dll.
Seorang pemuda bernama Qidam Al-Fariski Mofance (22 tahun), warga Desa Kilo Kecamatan Poso Pesisir Utara tewas di tangan aparat pada Kamis, (09/04)
Ironisnya, Qidam Al Farisi (22) dituduh dan diberitakan di media terlibat jaringan MIT (Mujahidin Indonesia Timur), seperti dilansir oleh laman berita online radarsulteng.id pada Jumat, 10/4/2020.
Berdasarkan pantauan di lapangan, Qidam punya masalah dengan keluarga dan hendak pergi ke Menado. Qidam kemudian kabur dari rumah dengan membawa ransel lewat belakang Polsek Pesisir Utara di Desa Membuke, Kecamatan Poso Pesisir Utara.
.
“Iya, (Qidam ini, red) masih anak sekolah, dia dimarahi neneknya, dibilang jangan pergi, tapi anak ini malah pinjam uang sama tetangga untuk sewa oto pergi Manado, dia lari dari rumah bawa tas ransel lewat belakang Polsek Poso Pesisir Utara, Kong polisi kira dia orang gunung, akhirnya didor,” ujar salah seorang kerabat yang menolak disebutkan namanya kepada Kiblat.net pada Sabtu, (11/04)
Dalam sebuah tayangan video, saat diterima keluarga jenazah Qidam nampak penuh dengan luka tusuk, sayatan memanjang di sisi tubuh dan luka tembak.
Berdasarkan keterangan keluarga, leher Qidam dalam kondisi patah. Kulit paha hingga dekat kemaluan terlihat disayat memanjang. Selain itu ditemukan juga luka tusukan pisau di leher dan sayatan di dada sebelah kiri dan kanan. Tak hanya itu, bekas luka tembakan juga nampak di dada depan hingga tembus belakang.
Pantaskah Qidam diperlakukan seperti ini ? Apakah kita masih negara pancasila ?
Sumber : kiblat.net dan Kabar Celebes
Saat menggelar konferensi pers, Minggu (12/04/19) melalui ayah korban Irwan Mowonce menceritakan keseharian aktifitas korban.
Qidam keseharianya bekerja sebagai pengantri solar di salah satu SPBU di Poso, bahkan jergen solar yang dibawa oleh Qidam milik anggota kepolisian.
“Qidam itu hanya mengantri solar di SPBU, bahkan jergen BBM yang ia bawa itu milik anggota polisi juga, jadi ketika dianggap sebagai teroris kenapa tidak ditangkap saat mengambil solar di SPBU?” kata ayah Qidam.
Selain bekerja sebagai pengantri solar di SPBU, Qidam juga bekerja sebagai buruh bangunan, hingga ikut bekerja menanam pohon nilam bersama kakeknya ketika tidak bekerja sebagai tukang maupun pembeli solar.
“Jadi setiap hari dia itu juga bekerja sebagai tukang bangunan ketika tidak bekerja mengantri solar di SPBU, bahkan Qidam juga bekerja menanam pohon nilam bersama kakeknya, dimana bukti dia dikatakan teroris atau berhubungan dengan Ali Kalora,” tegasnya.
Sementara keluarga korban juga membantah jika selama ini Qidam aktif di majelis taklim.
Melalui konferensi pers yang digelar Solidaritas Ummat Islam Poso, Minggu (12/04/20), Ustad Sugianto Kaimudin kemudian menceritakan kronologis sebelum meninggalnya Qidam.
Kronologis itu merupakan hasil dari investigasi serta wawancara pihak keluarga dan saksi-saksi.
Dari hasil wawancara pihak keluarga, pada tanggal 09 April 2020 pukul 17.00 wita, saat itu korban Qidam masih berada di rumah kakeknya di Desa Tambarana. Sebelumnya korban diberi nasihat oleh kakeknya agar tidak keluar rumah soal social distancing virus corona, tetapi saat itu almarhum tidak mengindahkan nasihat itu.
Sehingga kemudian korban kabur dari rumah dengan membawa tas kecil, berisikan sejumlah pakaian miliknya. Qidam sempat singgah di rumah tantenya untuk meminta uang, namun permintaan uang tidak diberikan oleh tantenya.
Sekitar 22 00 wita, salah satu teman keluarga Qidam memberitahukan ke pihak keluarga bahwa menemukan Qidam tengah menangis ingin berangkat ke luar kota.
Setelah mendapat kabar itu, paman korban Asman kemudian berusaha mencari korban ke Desa Tobe, namun Qidam telah pergi dari wilayah Tobe.
Sementara keterangan saksi lainnya, yang dibacakan Ustad Sugianto Kaimudin, jika ada salah satu warga Membuke mengakui kalau korban sempat meminta minum.
Dan warga tersebut sempat menanyakan Qidam berasal dari manaKorban lalu menjawab dirinya berasal dari Desa Tambarana, warga itu kemudian memberikan minuman kepada korban. Kedatangan Qidam pun saat itu membuat kecurigaan warga tersebut. Kecurigaan warga menganggap Qidam merupakan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) virus corona yang kabur dari rumah sakit.
Usai meminta minum, Qidam kemudian pergi meninggalkan rumah warga menuju arah belakang Polsek Poso Pesisir Utara. Tak lama berselang, warga yang memberi minuman ke Qidam kemudian mendengar suara tembakan sebanyak dua kali. Lokasi rumah warga yang didatangi Qidam tak jauh dari Polsek Poso Pesisir Utara yang hanya berjarak 500 meter
esoknya setelah mendapat kabar dan mengetahui Qidam tewas, warga tersebut mengaku kalau korban yang tewas adalah Qidam remaja yang datang ke rumahnya untuk meminta minum.
Sementara keterangan lainnya dalam konferensi pers itu, kata Asman paman korban, usai meminta minum di rumah warga Qidam lari menuju belakang polsek karena takut dengan dirinya menganggap ingin menjemput korban pulang ke rumah kakeknya.
“Waktu habis minum itu, saya yang mencari dia sehingga dia lari ke hutan di belakang Polsek Poso Pesisir Utara, itu pun sekitar 500 meter dari belakang polsek di pemukiman rumah penduduk. Intinya Qidam lari karena saya yang cari mungkin takut karena saya mau jemput dia,” ucap keluarga Qidam.
Qidam Alfarizki (20) adalah anak sulung dari Irwan Muwance, almarhum mempunyai tiga saudara kandung.
Kini kasus kematian Qidam pihak keluarga menyerahkan sepenuhnya ke Tim Pembela Muslim (TPM) untuk mengusut hingga tuntas masalah tersebut.
Hingga saat ini sejumlah wartawan yang bertugas di Poso belum mendapat keterangan resmi dari pihak kepolisian terkait kematian Qidam, wartawan sudah berusaha untuk meminta keterangan ke kepolisian namun belum mendapat tanggapan dari pihak terkait.
Padahal Qidam adalah Warga Negara Indonesia yang diwajibkan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (lihat pasal 29 ayat 1 UUD 1945) di negara ini!
Pantaskah Qidam diperlakukan seperti ini ? Apakah kita masih negara pancasila ?
Sumber : kiblat.net dan Kabar Celebes
https://m.kiblat.net/2020/04/12/disangka-teroris-qidam-al-farisi-tewas-didor-aparat-di-belakang-polsek-poso-pesisir-utara/
Reporter: Ahmad Sutedjo
Editor: Fajar Shadiq