Kementrian Perdagangan sulit kendalikan harga gula masih di kisaran Rp 15.000/kg di atas ketentuan eceran tertinggi yaitu Rp 12 500/kg. Impor gula bukan menjadi solusi malah justru merusak pasaran gula hasil panen petani.Hal ini dikatakan oleh Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)(25/06).
Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Nur Khabsyin mengatakan bahwa harga gula di tingkat petani sudah turun tajam, hanya laku Rp 10.800 per kilogram, sejak awal Juni 2020. “Kedatangan gula impor berbarengan musim giling tebu petani,” ujarnya.
Padahal, katanya, awal puasa (April) gula petani dijual seharga Rp 12.500 hingga Rp 13.000 per kilogram dan sekarang ini (Juni) menjadi Rp10 300/kg dimana jauh di bawah biaya pokok produksi (BPP) gula tani 2020 rerata Rp 12 772/kg. “Kami sudah surati Presiden Joko Widodo untuk membeli gula petani, dan meminta dinaikkan harga acuan pemerintah yang Rp 9.100/kg sejak Permendag 42.”ungkapnya.
Menanggapi itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Suhanto pernah mengungkapkan lonjakan harga gula sudah relatif stabil dari tertinggi Rp 20.000/kg hingga terpantau pekan terakhir Rp 14. 500/kg atau turun 13,7% dari bulan lalu yang Rp 16.800/kg. Bahkan ia mengklaim beberapa daerah kisaran Rp 11.000-Rp 13,000 per-kg sepertu Mataram, Bulungan, Palu, Yogyakarta, & Tanjung Pinang.
” Kami juga telah menginstruksikan produsen atau distributor dan Dinas Perdagangan untuk mempercepat pendistribusian gula melalui operasi pasar di seluruh Indonesia, dan meminta produsen untuk melakukan pendistribusian gula melalui distributor atau ritel modern di seluruh daerah di Indonesia,” ujar Suhanto, yang kini menjabat Sekjen Kemendag.
Nampaknya ada perbedaan daat harga gula ditingkat petani dan konsumen yang lumayan jauh bisa menyebabkan kematian industri gula. oleh karena itu pemerintah harusnya bisa mengatasi masalah ini. Agar Industri gula yang sudah cukup tua tidak mati