Ya, telah ditemukan skandal pemalsuan emas terbesar dalam sejarah, dengan lebih dari 4% cadangan emas resmi di Negeri Tirai Bambu kemungkinan palsu.
Sebanyak 83 ton emas murni yang disimpan perusahaan Wuhan, Kingold Jewelry Inc pada Juni disinyalir palsu. Padahal jumlah emas tersebut digunakan untuk mendukung (menjaminkan) 16 miliar yuan (Rp 32,2 triliun) pinjaman atau setara dengan 22% produksi emas tahunan dan 4,2% dari cadangan emas China pada 2019.
Sebelumnya lebih dari selusin lembaga keuangan China, meminjamkan 20 miliar yuan (Rp 40,2 triliun) selama 5 tahun terakhir ke Kingold, dengan emas murni sebagai jaminan dan polis asuransi untuk menutupi kerugian.
Siapa sebetulnya Kingold?Namun nyatanya, batangan emas yang digunakan sebagai agunan ternyata bukan emas asli, melainkan tembaga berlapis emas. Informasi ini dirilis pertama kali oleh Asia Nikkei.
Situs resmi perusahaan mencatat, Kingold didirikan pada tahun 2002 dan menjadi produsen terkemuka perhiasan 24 karat di China, dan saat ini memasok grosir besar, serta puluhan pengecer emas secara nasional.
Saham perusahaan tercatat di Bursa Nasdaq, AS, dengan kode KGJI. Sontak kabar skandal ini membuat saham perusahaan langsung terjun 15,71% pada penutupan perdagangan Rabu dini hari waktu AS (1/7/2020), atau Kamis pagi waktu Indonesia (2/7). Saham KGJI minus di level US$ 0,60/saham atau setara Rp 8.400/saham (asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Secara year to date atau tahun berjalan, saham KGJI anjlok 60,26%, dan setahun terakhir sahamnya ambles 83,77% dengan kapitalisasi pasar US$ 6,6 juta tau Rp 92 miliar. Kantor pusat perusahaan berada di No 8 Han Huang Road Jiang'an District, Wuhan, Hubei, 430023, China.
"Perusahaan telah bertumbuh dengan penjualan hanya US$ 29 juta [Rp 406 miliar] pada tahun 2006 menjadi US$ 1,4 miliar [Rp 20 triliun] pada tahun 2016, dan siap untuk pertumbuhan yang berkelanjutan. Ini termasuk memperluas kemampuan produksi untuk memenuhi permintaan yang meningkat sambil secara agresif melakukan konsolidasi pasar yang sangat terfragmentasi," tulis manajemen Kingold dalam situsnya.
Mengacu siaran pers kinerja perusahaan khusus periode kuartal III atau September 2019, penjualan bersih tercatat US$ 382,8 juta atau Rp 5.36 triliun, turun dari tahun sebelumnya karena volume penjualan yang lebih rendah dan sebagian diimbangi dengan kenaikan harga emas.
Perseroan berhasil memproses total 13,7 metrik ton produk emas 24 karat pada kuartal III tersebut. "Volume penjualan yang lebih rendah adalah hasil dari lintasan kenaikan harga emas yang menyebabkan pelanggan menunda pembelian emas," tulis manajemen.
Skandal emas palsu ini mulai terungkap saat perusahaan Dongguan Trust Co Ltd melakukan likuidasi agunan Kingold untuk menutupi utang yang gagal bayar pada Februari lalu. Menurut laporan, Kingold gagal membayar investor dalam beberapa produk kepercayaan pada akhir 2019.
Pada awal Juni, perusahaan Minsheng Trust, Dongguan Trust, dan kreditor kecil Chang'An Trust mengajukan tuntutan hukum terhadap Kingold dan menuntut PI&P P&C untuk menutupi kerugian mereka.
Pihak PI&P PICC menolak untuk mengomentari masalah ini, tetapi mengatakan kasus ini dalam prosedur pengadilan, menurut laporan media Caixin.
Namun sumber dari PICC P&C mengatakan bahwa prosedur klaim harus diprakarsai oleh Kingold sebagai pihak tertanggung, bukan lembaga keuangan sebagai penerima manfaat. Sayangnya Kingold belum mengajukan klaim.
PICC Property and Casualty Company Limited (PICC P&C) adalah perusahaan asuransi non-jiwa terbesar di China daratan yang didirikan pada tahun 2003.
Laporan Zero Hedge mengatakan bahwa fakta ini menjadi cerminan betapa beragamnya penipuan di China, yakni memanfaatkan kroni yang sudah ada sebelumnya dan koneksi dengan pasukan kuat China.
Diketahui pendiri Kingold, Jia Zhihong pada dasarnya diizinkan untuk melakukan apapun yang diinginkannya, tanpa pertanyaan, termasuk pemalsuan.
Kingold, yang sahamnya terdaftar di bursa saham Nasdaq di New York, merupakan perusahaan pemroses emas swasta terbesar di provinsi Hubei, China tengah. Perusahaan ini dipimpin oleh Jia Zhihong, mantan militer yang mengintimidasi dan juga merupakan pengendali para pemegang saham.
sumber: CNBC Indonesia