Bahaya deflasi sebagai salah satu indikator menurunnya daya beli masyarakat. Jika
masalah daya beli lemah terus berlarut, maka jumlah pengangguran akan meningkat.
Menurut data Badan Pusat Statistik Indeks Harga Konsumen (IHK) deflasi 0,10 persen secara bulanan pada Juli 2020. Namun, sejak awal tahun, IHK masih mencatat inflasi sebesar 1,54 persen.
Angka inflasi tahunan tersebut yang terendah sejak Mei 2020 lalu yang berkisar 1,2 persen.
Seperti diketahui data inflasi dan pengangguran memiliki korelasi berbanding terbalik. Artinya, bila inflasi rendah hingga menyentuh deflasi, maka pengangguran akan bergerak naik karena terbatasnya kesempatan di tengah lesunya kegiatan ekonomi. Jadi jika inflasi naik, maka pengangguran turun. Tapi kalau inflasi turun, justru pengangguran naik karena kesempatan ekonomi menjadi terbatas. Ketika daya beli berkurang, maka akibatnya berefek pada lintas sektor.
Selain pengangguran, inflasi yang rendah juga menunjukkan rendahnya pertumbuhan ekonomi. Deflasi dikatakan sebagai situasi ketika terjadi kelebihan stok di pasar, sementara permintaan turun. Ini yang memicu penurunan harga.
selain itu kita tahu bahwa antara pertumbuhan ekonomi dan level inflasi memiliki ruang (gap) kurang lebih 2 persen. Artinya, jika inflasi menyentuh level negatif atau deflasi, maka pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tak jauh berbeda dari level inflasi.
Sehingga, jika kita tak bisa mendongkrak daya beli yang tercermin dari data inflasi pada Agustus dan September, bisa jadi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 negatif.
Karena itu inflasi rendah, artinya pertumbuhan ekonomi rendah, dan jika deflasi terus, bisa jadi pertumbuhan ekonomi akan negatif.
Meski tak ideal, namun deflasi Juli dinilai relatif rendah, yaitu 0,10 persen. Jika pemerintah dapat menggenjot daya beli dalam dua bulan mendatang, kita bisa memiliki peluang lolos dari jerat resesi. yaitu dengan perluasana BLT, karena bisa meningkatkan daya beli, akibatnya inflasi dapat menyentuh 0 persen, maka ekonomi memiliki ruang untuk tumbuh sebesar 1 persen hingga 2 persen.
Selain data inflasi sebagai indikator penentu pertumbuhan, ad lagi yang disebut,PMI (Purchasing Manager's Index). PMI merupakan indeks yang mengukur kepercayaan manajer bisnis sekaligus geliat industri terkait. menurut data BPS, PMI manufaktur sempat menyentuh level tertingginya pada Februari lalu, yakni 51,9. Namun, indeks anjlok pada Maret-April akibat pandemi covid-19, yaitu 45,3 dan 27,5 secara berturut-turut.
Pada bulan Mei data PMI justru naik tipis, menjadi 28,6 dan membaik pada Juni dengan capaian 39,1 persen. PMI kembali mencetak perbaikan pada Juli sebesar 46,9. Hal ini sejalan dengan pelonggaran pembatasan sosial.
Data tersebut bisa di gunakan untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020. karena Artinya, hal ini menunjukan tren yang bagus yaitu adanya geliat industri.
Di sisi lain data ekspor dan impor juga harus menjadi perhitungan jika ingin melihat gambaran perekonomian secara menyeluruh.
Pada Juni lalu, BPS mencatat kinerja perdagangan dalam negeri mengalami surplus US$1,27 miliar secara bulanan. Lebih tinggi dari surplus US$200 juta dibandingkan Juni 2019.
Secara total, neraca perdagangan surplus US$5,5 miliar pada Januari-Juni 2020. Realisasi ini lebih baik dari defisit US$1,93 miliar pada Januari-Juni 2019.
Beberapa rilis data yang ada menunjukkan tren pertumbuhan ekonomi yang cenderung positif. Namun, sayangnya realisasi stimulus pemerintah masih rendah, padahal stimulus merupakan kunci untuk mendorong daya beli masyarakat.
Berdasarkan data per 22 Juli lalu, realisasi anggaran stimulus mendorong geliat UMKM di tengah pandemi baru sekitar 25 persen dari alokasi Rp123,46 triliun. Sementara, program penangan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional secara keseluruhan baru mencapai 19 persen.
Oleh karena itu jika tren daya beli dijaga, maka Indonesia tetap punya pertumbuhan positif, kuncinya di kuartal III.
Walaupun Tren inflasi dalam 3 tahun terakhir memang cenderung rendah. Hal ini diperparah oleh pandemi virus corona, sehingga kita bisa memproyeksikan sepanjang tahun ini, rata-rata inflasi 1,5 persen.capaian inflasi yang rendah ini akibat penanganan wabah covid-19 belum efektif.
oleh karena itu, jika dibiarkan berlarut,maka akan terjadi peningkatan angka pengangguran yang luar biasa. Dan Lebih mengkhawatirkan lagi, peluang RI terperosok ke jurang resesi yang berakibat pada social unrest.
Untuk itulah Wabah harus segera ditanggulangi oleh pemerintah lebih serius dan fokus, upaya mengatur stimulus UMKM dan bansos harus dapat direalisasikan. Karena itu yang mempengaruhi daya beli dan inflasi.
BLT, Gaji ke 13, Bantuan 600 Ribu untuk pegawai swasta dan ASN, dan Bantuan untuk UMKM, adalah untuk geliat ekonomi yang lebih baik. Untuk itu sangat mendesak harus direalisasikan agar geliat ekonomi rakyat semakin baik.
Penulis adalah Direktur Eksekutf Syafaat foundation Indonesia |