UEA dan Bahrain Mengkhianati Palestina, Akankah Yang Lain Ikut ?


Sejumlah negara Arab membuka hubungan dengan Israel. Hal ini membuat orang-orang Palestina merasa ditinggalkan oleh sekutu tradisionalnya itu.

Timur Tengah yang dikenal memegang pedoman lama, berubah dengan cepat. Apalagi dengan kenyataan bahwa Uni Emirat Arab dan Bahrain menandatangani kesepakatan normalisasi dengan Negeri Yahudi di Gedung Putih, bersama Presiden AS Donald Trump, Selasa (15/9/2020).


Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan hal tersebut adalah hari kelam dalam sejarah Arab. "Hari yang gelap," katanya sebagaimana dikutip Reuters.

Strategi yang Salah?

Namun para pengamat menilai usulan itu terlalu lamban dan posisi Palestina bisa semakin terisolasi. Strategi Palestina selama ini adalah meminta pertanggungjawaban Israel di pengadilan hukum internasional dan mencoba untuk mematahkan dominasi AS.

"Ada sangat sedikit indikasi bahwa kepemimpinan (Palestina) sedang mempertimbangkan untuk melepaskan diri dari pendekatannya (yang sekarang)," kata Tareq Baconi, seorang analis dari International Crisis Group.

"Dukungan Arab dan Eropa dalam strategi itu sangat penting tetapi patut dipertanyakan apakah Palestina mampu mengamankannya untuk memastikan keamanan yang adil."

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pihak yang berkuasa di Tepi Barat mengatakan strategi Palestina untuk mencapai sebuah negara di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza tidak akan berubah.

"Untuk tetap pada dasar hukum internasional, legalitas internasional, untuk mencari perdamaian berdasarkan penghentian pendudukan Israel dan solusi dua negara ... kita tidak dapat meninggalkan 'alun-alun' ini," kata Saeb Erekat.

AS melalui Penasehat Trump yang juga menantunya Jared Kushner mengatakan pada surat kabar Al-Quds bahwa pemikiran 'Palestina' tertinggal. Setidaknya itu diungkapkannya dalam wawancara 2018 lalu.

"Dunia telah bergerak maju sementara Anda (Palestina) tertinggal. Jangan biarkan konflik kakek Anda menentukan masa depan anak-anak Anda," ujarnya.

Dalam perdamaian terbaru UEA dan Israel pekan lalu,  Khusner bahkan menemani delegasi Tel Aviv ke Abu Dhabi. Ia kemudian meneruskan tur ke negara-negara di kawasan Teluk lainnya, dengan tujuan 'menarik' lebih banyak negara agar mau mengikuti lankah itu, meski menuai banyak kecaman.

Masih Ada Arab Lainnya

Konflik Israel dan Palestina memang sudah terjadi sejak beberapa dekade. Namun semakin meruncing sejak 1947, saat PBB membagi wilayah itu menjadi tiga bagian, satu untuk Yahudi, satu untuk Arab, dan satu wilayah internasional Yerussalem.

Perang Arab-Israel sempat terjadi. Lalu ada pula perang lainnya tahun 1967, di mana Israel mengalahkan Mesir, Suriah dan Yordanian dan membuat Tepi Barat dan Yerussalem Timur ke tangan Israel.

Hingga kini aneksasi masih terjadi di wilayah Tepi Barat. Wilayah lain Palestina yakni Gaza, juga diblokir aksesnya karena konflik Israel dan Hamas, pemimpin politik wilayah itu.

Meski UEA dan Bahrain membuka hubungan diplomatik, sejumlah negara Arab lain tetap keukeuh akan kemerdekaan Palestina. Arab Saudi misalnya.

Raja Salman bahkan memperingatkan Trump soal kemerdekaan Palestina dalam pembicaraan telepon antara keduanya awal September. Kala itu, Trump membujuknya melakukan hal sama untuk Israel.

Arab hanya akan menormalisasi hubungan dengan Israel asal ada kesepakatan untuk negara Palestina. Ini sesuai dengan usulan kerajaan di 2002 lalu.

"Israel juga wajib menarik penuh pasukan dari wilayah yang direbut sejak perang Timur Tengah 1967 itu," katanya sebagaimana dimuat Reuters.

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama