MUI TOLAK SKB 3 MENTRI. KEMENAG : JALANKAN AJA DULU !




Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta isi dalam surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri soal seragam sekolah direvisi agar tidak menimbulkan polemik hingga ketidakpastian hukum. Kementerian Agama (Kemenag) menilai SKB itu sudah diputuskan bersama, sehingga lebih baik untuk dijalankan terlebih dahulu.

"Ya kalau kebijakan dikeluarkan pasti ada yang setuju dan tidak kan. MUI itu kan bisa dipahami, itu representasi dari umat Islam yang memang stand point nya harus demikian kalau MUI itu.

Jadi pandangannya lebih mempertahankan. Kalau dalam bahasa filsafat pendidikan itu lebih peremial (mempertahankan nilai)," kata Direktur Pendidikan Agama Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Rahmat Mulyana, Minggu (14/2/2021) malam.

"Jadi kalau memang tidak setuju, wajar dan sah-sah saja. Nggak masalah. Cuman gini, ini kan sudah diputuskan, ya kita coba dulu. Nanti kalau kemudian ternyata apa yang dikhawatirkan rekan-rekan MUI itu ternyata banyak benarnya, kan bisa ditinjau lagi," sambungnya.

Rahmat menyampaikan SKB seragam sekolah itu tidak sembarang dirumuskan. Menurutnya, SKB tersebut sudah dikaji secara matang.

"Kebijakan itu apapun itu bisa ditinjau ulang, kita yang buat... Tapi kan kita inginnya ini hasil perumusan yang melibatkan semua pihak. Jadi teman-teman di Kemendagri, Dikbud, kemudian Kemenag, dan juga ahli pernah dilibatkan. Setahu saya itu ada 5 kali pertemuan, tapi saya waktu itu 2 kali kalo nggak salah yang agak efektif itu," jelas Rahmat.

Rahmat menyebut awal mula dibuatnya SKB itu, yakni karena adanya kejadian di SMKN 2 Padang terkait kewajiban pemakaian hijab bagi siswanya. Kemudian, Kemendikbud pun merespons langsung membuat aturan yang bekerja sama dengan Kemendagri. Kemenag pun turun karena menyangkut dengan keagamaan.

"Itu kan awalnya sebenarnya trigger-nya memang ya pemicunya kemarin ketika kejadian di SMKN 2 Padang. Yang sebenarnya itu mewajibkan pakaian pada orang yang berbeda agama. Nah itu. 

Kemudian Pak Mendikbud selaku menteri yang bertanggungjawab langsung pada sekolah, itu memandang sesuatu yang tidak harus terjadi dan harus diatur dalam semacam SKB," ujarnya.

"Mengapa SKB? Karena sekolah memang dalam pembinaan Dikbud. Tapi letak sekolah itu sebenarnya di pemda. Jadi Kemendagri memiliki kewenangan yang luas juga terhadap pembedahan aturan-aturan dari pemda yang seringkali jadi dasar ketentuan-ketentuan yang dirujuk di sekolah. 

Sementara Kemenag dilibatkan karena memang itu menyangkut substansi keagamaan. Karena pakaian keagamaan kan. Awalnya gitu," lanjut Rahmat.

Rahmat mengatakan bukan hanya peristiwa di SMKN 2 Padang yang menjadi alasan dibuatnya SKB itu. Tapi juga ada pemicu lain terkait dengan ketidakadilan kelompok mayoritas.

"Tapi sesungguhnya itu hanya trigger di beberapa kejadian, peristiwa, memang ada hal-hal yang sebenarnya menjadi tidak adil ketika siapapun dan agama apapun yang jadi minoritas misalkan diperlakukan tidak adil oleh mayoritas. Taro lah misalkan kemarin di Padang, Padang itu kan kuat orang Islam nya. Tapi kejadian yang terjadi di NTT juga itu seringkali kejadian ada orang lain misal orang beragama lain itu mengabaikan pada agama tertentu. Jadi hal-hal kayak gitu muncul," ucapnya.


Dengan demikian, Rahmat meminta kepada seluruh pihak, termasuk MUI, agar melihat bagaimana kebijakan ini berjalan terlebih dahulu. Dia menghargai setiap kritik yang dilayangkan karena itu adalah bentuk masukan kepada pemerintah.

"Kita jalankan dulu saja. Kita lihat bagaimana disiplin yang ada di lapangan. Soal pendapat rekan-rekan MUI itu sah-sah saja. Nggak apa-apa itu sebagai masukan bagi pemerintah dalam membuat regulasi. 

Tapi saya jawab gini, jangankan ada kata 'mewajibkan', tidak ada kata 'mewajibkan' sekalipun, itu sekolah terjadi mewajibkan berpakaian itu, gitu. Makanya dalam ketentuan itu diatur tidak boleh mewajibkan dan tidak boleh melarang. 

Artinya cara berpakaian itu sesungguhnya diserahkan pada individu siswa atas bimbingan orangtuanya pada konteks lembaga pendidikan yang multikultur seperti di sekolah ada agama lain," tandas Rahmat.

sumber : detik.com

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama