Oleh: Helmi Adam
Ribut PPDB Semakin kencang,
padahal seharusnya sudah tidak ada keributan lagi. Pasalnya banyak sekolah swasta yang berlimpah. Tapi
sayangnya tidak ada sekolah swasta yang gratis, sehingga mereka semua mengejar dapat
duduk. di sekolah negeri. Ironisnya jumlah sekolah SD negeri, lebih banyak dari
pada SMP negeri,dan jumlah SMP negeri lebih banyak dari SMA negeri. Jadi wajar
saja jika di SMP dan SMA banyak anak tidak tertampung. Apalagi ketika mereka
akan kuliah, jumlah perguruan tinggi negeri dengan SMA negeri jauh lebih
sedikit lagi. Sehingga pertanyaanya bisakah wajib belajar hingga 12 tahun diwujudkan
?
Permasalahan utama ketidakmampuan
pemerintah membangun infrastrutur baru untuk pendidikan, padahal banyak sekolah
swasta disekitar sekolah negeri tersebut. Untuk itulah harusnya pemerintah bisa
memanfaatkan peluang tersebut, untuk melakukan kerja sama dengan sekolah swasta,
sehingga permasalahan daya tampung dapat
diatasi. Misalnya bekerja sama dengan muhammadiah yang memiliki jaringan sekolah
begitu luas, dengan menggratiskan sekolah muhammadiah. Kita tahu orang memilih
sekolah negeri, karena sekolah negeri gratis. Sehingga wajar jika orang tersebut
memilih masuk ke kesekolah negeri. Sekolah negeri ibarat gula yang di minati
banyak semut. Oleh karena itu harusnya ada semacam subsidi kepada sekolah
sekolah swasta menengah untuk menampung yang
tidak di terima disekolah negeri.
Kita memiliki ada Badan zakat nasional
yang harus bisa membiayai siswa untuk sekolah
full gratis asal dekat dari rumahnya, seperti
yang dilakukan Dompet Dhuafa, bekerja sama dengan sekolah swasta, untuk membuat
sekolah gratis. Mengapa memilih alternatif kerjasama dan apa untungnya bagi
kedua belah pihak ?
Bagi pemerintah diuntungkan, karena
tidak perlu pusing, untuk membangun infrastruktur baru pendidikan, yang
tentunya sangat mahal. Yang kedua, pemerintah tidak perlu pusing, menyiapkan
SDM dan perangkat lainya, karena sudah ada. Yang ketiga pemerintah tidak perlu
membuat ijin, dan akreditasi baru karena sudah berjalan. Sedangkan bagi sekolah
swasta, mereka memiliki keuntungan, yaitu tidak perlu repot mencari siswa baru, karena sudah disiapkan pemerintah.yang
kedua mereka tidak akan pusing dengan sumber pembiayaan karena sudah di subsidi
pemerintah, tinggal negosiasi saja untuk harganya, karena memang swasta harus
memiliki keuntungan maksimal 30 persen. Untuk tenaga pengajar, masalah gaji bisa
disesuaikan dengan tunjangan dari pemerintah daerah. dan berlaku umum, selain itu,
mereka juga mendapat gaji dari sekolah.
Ditambah lagi, mereka mendapat hak yang sama untuk meningkatkan SDMnya.
Kerjasama yang saling
menguntungakn ini harus dimuat dalam undang undang pendidikan atau peraturan pemerintah
atau keputusan mentri pendidikan, karena dengan demikian ada pijakan hukumnya. Selain
itu juga, harus ada aturan teknis untuk menunjuk, dan bekerja sama dengan sekolah
swasta tersebut. Sehingga tidak menjadi celah baru dalam korupsi di dunia
pendidikan. Misalnya, sekolah yang ditunjuk harus minimal berakreditasi A atau
B. Biaya pendidikan per anak, maksimal setahun 10 juta. Untuk SMA, minimal harus
memiliki 16 ruang kelas. SMAnya sudah berdiri minimal 10 tahun. Dan hal-hal teknis
lainya yang harus dibuat peraturanya, sehinngga menutup untuk dilakukan korupsi.
Selain itu, harus ada peraturan khusus untuk sekolah swasta kelas atas,
untuk mewajibkan menerima anak sekolah negeri, yang tidak mampu secara gratis,
dengan minimal 5 persen dari siswa baru yang diterimanya. Hal ini untuk meningkatkan
kepedulian, dan pemerataan pendidikan. Sehingga anak anak orang yang tidak mampu,
memiilki networking dengan anak anak yang mampu. Dan anak anak yang mampu, bisa
berempati kepada anak yang kurang mampu. Selama ini kita menjadi kurang serius
memperhatikan pendidikan kesetiakawanan, karena kumpulan anak orang kaya, sekolah
di tempat orang kaya, sedangkan kumpulan anak orang miskin, sekolah di sekolah yang
memang biasa ditempati sekolah anak kurang mampu.
Semoga tulisan ini, bisa menjadi
perhatian serius politisi, dan praktisi pendidikan, Aamiinn.
Penulis Mantan Presiden BEM
Universitas Negeri Jakarta..