Oleh Helmi Adam
Pekan ini, menjadi
periode sibuk bagi pelaku pasar keuangan Indonesia, pasalnya
akan ada Rilis data penting, dan peristiwa penting yang akan menjadi
perhatian. Semua data yang masuk bisa berkontribusi menjadi sentimen positif atau negative bagi
pasar. Seperti kita ketahui Kinerja pasar keuangan Indonesia, minggu kemarin,
cenderung menguat. Hal ini ditandai dengan Indeks Saham gabunngan yang
turun di angka 0,002% atau hamper stagnan. Sedangkan rupiah menguat 0,58%
dan diikuti oleh Imbal hasil obligasi yang menguat 1,4 basis poin (bps).
Berita tentang Bank Sentral AS The Fed, sangat berpengaruh terhadap pergerakan pasar dalam pekan kemarin. Pidato Ketua The Fed Jerome 'Jay' Powell dihadapan Komite Perbankan Senat pecan lalu, menggambarkan proyeksi ekonomi dengan kata-kata “ketidakpastian” atau “Uncertainty” sebanyak 26 kali. Hal ini dikarenakan melambat, dan melemahnya tiga sektor penting penggerak pasar, yaitu manufaktur, perdagangan dan Investasi. Walaupun Perang dagang mereda, namun tak bisa menghapus “Uncertainty”. Oleh karena itu wajar jika The Fed menurunkan suku bunga acuannya pada bulan ini, dan kemungkinan bisa lebih dari satu kali hingga akhir tahun 2019.
Hal ini sejalan dengan teori
Keynesian, yaitu disaat ekonomi melambat perlu adanya dorongan permintaan, dengan
menurunkan suku bunga dan menggenjot investasi.
Berita tentang Bank Sentral AS The Fed, sangat berpengaruh terhadap pergerakan pasar dalam pekan kemarin. Pidato Ketua The Fed Jerome 'Jay' Powell dihadapan Komite Perbankan Senat pecan lalu, menggambarkan proyeksi ekonomi dengan kata-kata “ketidakpastian” atau “Uncertainty” sebanyak 26 kali. Hal ini dikarenakan melambat, dan melemahnya tiga sektor penting penggerak pasar, yaitu manufaktur, perdagangan dan Investasi. Walaupun Perang dagang mereda, namun tak bisa menghapus “Uncertainty”. Oleh karena itu wajar jika The Fed menurunkan suku bunga acuannya pada bulan ini, dan kemungkinan bisa lebih dari satu kali hingga akhir tahun 2019.
Pelemahan investasi dunia cukup kuat terlihat tahun 2017 dan 2018, Padahal
Investasi sangat penting. Perlambatan investasi lebih di karena ketidakpastian
perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global. Akibatnya The Fed merevisi proyeksi
angka pengangguran dalam jangka menengah, sehingga menyebabkan berkurangnya tekanan dari inflasi. Jadi kondisi seperti diataslah, yang
menyebabkan kepastian terjadinya penurunan suku bunga acuan The Fed.
Kesimpulan diatas menyebabkan dolar AS Melemah minggu ini, kurang menarik bagi investasi. Investasi membutuhkan bunga sebagai motivasi. Sehingga wajar jika arus modal keluar dari dolar AS, dan migrasi ke bernegara lain, termasuk Indonesia. Di Indonesia akan ada rilis data penting, yaitu, data perdagangan internasional Indonesia periode Juni. Namun
sebelum rilis diumumkan, kita sudah dapat memprediksi bahwa ekspor, akan
mengalami minus 8,3% YoY. Untungnya impor kita, mengalami hal yang sama yaitu;
negatif 5,26% YoY, sehingga neraca perdagangan bisa surplus US$ 516 juta.
Kesimpulan diatas menyebabkan dolar AS Melemah minggu ini, kurang menarik bagi investasi. Investasi membutuhkan bunga sebagai motivasi. Sehingga wajar jika arus modal keluar dari dolar AS, dan migrasi ke bernegara lain, termasuk Indonesia. Di Indonesia akan ada rilis data penting, yaitu, data perdagangan internasional Indonesia periode Juni.
Surplusnya neraca perdagangan selama dua
bulan beruntun, menjadi sentimen positif bagi rupiah. Ha ini menyebabkan
ketersediaan dollar kita bertambah, dan perdagangan kita semakin membaik. Hal
ini berakibat pada kemungkinanya
BI menurunkan suku bunga pada
Kamis mendatang. Sedangkan Arus modal sektor keuangan akan
memberikan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa, akibatnya transaksi berjalan menjadi kuat, yang akhirnya
menyebabkan Neraca Pembayaran Indonesia secara keseluruhan mengalami surplus. Sehingga Rupiah memiliki pijakan yang kuat, untuk tidak mudah 'digoyang'.
Kesimpulan diata, bisa
mengurangi kekhawatiran tentang stabilitas rupiah, dan peluang penurunan suku
bunga acuan cukup besar. Saya bisa perkirakan BI
akan menurunkan suku bunga cuan sebesar 25 bps, atau menjadi 5,75 %. Apalagi adanya pertemuan antara Bapak Joko Widodo (Jokowi) dengan Bapak Prabowo
Subianto sabtu kemarin, merupakan sentimen positif bagi pelaku pasar. Hal ini menandai kompetisi politik sudah selesai, dan
energi bangsa Indonesia bisa digunakan untuk pembangunan bangsa ke depan.
Rilis data di Asia,
yang cukup penting adalah, data pertumbuhan ekonomi China kuartal II-2019,
perdagangan internasional Jepang periode Juni, dan suku bunga acuan Korea
Selatan.
Jangan lupakan data pendukung laininay di AS seperti pembangunan rumah baru periode Juni, penjualan ritel periode Juni, dan produksi industrial periode Juni. Sedangkan di Eropa, pelaku pasar harus memperhatikan angka pengangguran Inggris periode Mei, dan penjulan ritel serta inflasi pada periode Juni.
Jangan lupakan data pendukung laininay di AS seperti pembangunan rumah baru periode Juni, penjualan ritel periode Juni, dan produksi industrial periode Juni. Sedangkan di Eropa, pelaku pasar harus memperhatikan angka pengangguran Inggris periode Mei, dan penjulan ritel serta inflasi pada periode Juni.
Dan yang paling diwaspadai adalah, negosiasi perang dagang AS dan Cina, dimana keduanya akan melakukan pertemuan langsung bulan juni ini. Jika hasilnya positif pasar akan bergerak positif, begitupun jika negative maka hasilnya akan negative pula. Pasalnya kita tidak bisa memperdiksi sikap Trump, mungkin inilah yang disebut dengan Uncertainty oleh the The fed, atau ketidkpastian global yang lain ?
Penulis adalah Direktur Syafaat Foundation Indonesia.