Oleh Helmi Adam
Dimulai dari PHK besar besaran Di PT Krakatau Steel, karena tak bisa bersaing dengan baja impor Cina. Begitupun dengan megap megapnya industri strategis kita seperti PT Dirgantara Indonesia dan PT Inti, serta terancamnya Industri semen Indonesia, Karena masuknya Semen Cina yang melakukan “Predatory Pricing”, membuat BUMN terancam bangkrut. Lucunya semua itu, beralasan karena pasar bebas. Padahal Amerika sebagai Mbahnya pasar bebas saja, masih melindungi Industrinya, dengan mengenakan cukai impor, hingga 25 persen. Sementara kita, Negara yang hanya mengekor liberalisme AS, mengenakan cukai impor 0 persen, untuk barang dari Cina. Sehingga Industri nasional menjadi anak tiri, karena dikenakan pajak untuk usaha di dalam negeri, sedangkan pengusaha asing dan luar negri tidak dikenakan pajak.
Kondisi saat ini, pengusaha yang berhasil melakukan ekspor akan mendapatkan insentif dari pemerintah, sedangkan yang menjual di dalam negri dikenakan pajak tinggi. Padahal pasar Indonesia cukup besar, hal ini menjadi target negara negara tetangga. Akhirnya Singapura memanfaatkan dengan baik situasi ini. Singapura kerjasama dengan pengusaha Indonesia, dengan melakukan ekspor barang ke singapura, yang diberikan insentif oleh pemerintah Indonesia, kemudian barang itu di impor kembali ke Indonesia dengan pajak 0 persen. Bahkan bisa lebih gila lagi, mereka melakukan kerjasama dengan pihak terkait, yang seolah olah melakukan ekpor-impor, padahal hanya berbentuk surat surat administrasinya saja, barang barang tetap ada di Indonesia, sehingga biaya pengangkutanya menjadi jatah aparat terkait.
Hal diatas tentu akan mengancam BUMN, pasalnya yang bisa melakukan itu adalah pengusaha swasta. BUMN amat sulit melakukan hal tersebut. Selain itu bisa dilakukan oleh pengusaha multinasional, dengan membangun dua pabrik di dua Negara berbeda, yang menerapkan insentif ekpor, seperti Vietnam, Indonesia, Thailand dan lainya. Misalkan saya bangun pabrik tekstil di Vietnam, kemudian saya bangun juga pabrik tekstil di Indonesia. Pabrik tekstil saya orientasinya ekpor ke Vietnam, sehingga dapat insentif pajak dari pemerintah Indonesia, sedangkan pabrik saya di Vietnam orientasinya ekspor ke Indonesia sehingga saya dapat insentif dari pemerintah Vietnam. Jadi terbebas dari pajak....(enak Betul ya)
Jadi Pasar bebas hanya menguntungkan pengusaha multinasional, dan Negara yang menganut system liberal dirugikan dengan masalah ini. Cinalah yang paling diuntungkan karena menganut sistem komunis. Cina membangun industri teknologi di Amerika untuk di ekpor ke cina, dan pengusaha Cina juga membangun industry teknologi di Amerika serikat. Mereka dapat insentif karena ekspor ke Cina, Sehingga mendapat cukai 0 persen waktu itu. Kita ketahui bahwa semua pengusaha Cina adalah agen dari partai Komunis, yang memang telah disiapkan. Lalu bagaimana nasib investasi Cina di Indonesia ? tentu semen produksi investasi Cina tersebut bisa lebih murah dengan berorientasi ekspor, sehingga bebas pajak, kemudian di impor kembali ke Indonesia yang mengenakan cukai 0 persen karena kebijakkan pasar bebas Asia.
Jadi inilah mengapa BUMN kita, akan banyak terancam bangkrut. Trump menyadari hal ini , sehingga melakukan perang dagang dengan Cina, namun sayangnya, kesadaran Trump khususnya AS telat, karena ekonomi AS sudah tergantung dengan cina, sehingga Trump menggunakan diplomasi tarik - ulur saja. Tapi jika hal ini mengalami jalan buntu, bukan tidak mustahil terjadi perang dunia ke 3. Dan pada akhirnya terlihat yang menang adalah Negara system komunis yang totaliter…wallahualam bishawab..
Penulis Mantan Presiden BEM Universitas Negeri Jakarta