Rilis Data Masih Berantakan, Bisakah Indonesia Jadi Negara Maju ?



Oleh Helmi Adam

Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia telah lebih  dari Rp 13.000 triliun. Akan tetapi, Indonesia masih dalam kategori negara berkembang, karena jika ingin jadi Negara maju. butuh nilai ekonomi yang lebih besar lagi. Untuk menjadi negara maju pemerintah melakukan upaya besar, tak cukup hanya  dengan pembangunan infrastruktur dan penyederhanaan birokrasi, Tapi peran bank Indonesia juga sangat penting, seperti menjaga nilai rupiah, nilai tukar rupiah, investasi dan bunga di tanah air. Hal ini dapat  dilakukan oleh para pemangku kebijakan, salah satu yang terpenting adalah kepastian rilis data, baik data ekonomi, moneter, maupun fiskal.

Karena sampai saat ini pasar saham Indonesia, dan valuta asing, belum memiliki kepastian rilis data dari BI maupun pemerintah,  Hal ini berbeda jauh dengan bertransaksi di pasar keuangan pasar keuangan luar negeri. Di luar negeri Ketika kita bertransaksi di pasar forex, kita mudah mengakses seluruh data yang akan dirilis pada hari itu, baik data ekonomi moneter maupun fiskal, karena  Adanya jadwal yang pasti. Sebagai contoh di AS,  adanya kepastian jadwal rilis data,pada pukul 20:30 WIB akan ada rilis data Pabrik Forex, dan pukul 02:00 WIB suku bunga acuan terbaru akan dirilis oleh Federal Reserve.

Berbeda dengan di Indonesia. rilis data yang akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari kerja pertama setiap bulan pada pukul 11:00 WIB. Namun BPS biasanya tidak langsung mengumumkan datanya, Ketua BPS akan terlebih dahulu memaparkan beberapa alasan, sebelum datanya dibacakan. Penggunaan bahasa induktif sering dipakaipun sangat bertele-tele, Seperti pengumuman pemenang akademi dangdut di televisi. Padahal yang dibutuhkan investor adalah angka angka dalam  rilis datanya. Begitupun dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), Padahal sudah diumumkan tanggal dan jam rilisnya dari jauh-jauh hari, tetapi tingkat suku bunga,  tidak pernah dirilis pada jam yang telah ditentukan. Apalagi kebiasaan  Gubernur BI dalam membuka konferensi pers, lebih banyak membahas mengenai persyaratan keuangan global dan tanah air, sebelum mengumumkan tingkat suku bunga acuan terbarunya. Dalam catatan digital malah, BI pernah melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) hingga tengah malam. RDG yang digelar pada 20 Juli 2017 baru berakhir pada pukul 23:00 WIB, dengan Alasannya, materi pembahasan yang  banyak, membahas masalah ekonomi global dan domestik.bahkan  BI pernah merilis cadangan devisa periode November pada saat perdagangan berjalan, sekitar pukul 14:00 WIB pada tanggal 7 Desember 2019, bukan pada saat penutupan perdagangan yang biasa dilakukan negara lain.

Data Kementerian Keuangan lebih membingungkan lagi, Karena ada dua data yang disetujui dan dibelanjakan oleh pemerintah pusat,  yaitu ; resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang merupakan bagian dari Kementerian Keuangan, sebagai publikasi APBN yang disajikan pada September 2018. Dan yang kedua edisi November 2018 (sudah disetujui dan menjadi edisi Desember 2018) di halaman resmi Kementerian Keuangan sendiri. Bayangkan, ada dua data dari Kementerian Keuangan yang  berbeda untuk investor, dengan masing-masing halaman yang berbeda pula. (Bingung-bingung loe)

Oleh karena itu penting bagi Indonesia, untuk disiplin dalam merilis data, karena data ekonomi, moneter, dan fiskal, sebagian besar sangat dibutuhkan  investor, seperti harga acuan dolar, ekspor-impor, suku bunga, dan evaluasi APBN. Dan Sudah  selayaknya merilis data, sesuai dengan waktu yang sudah dijadwalkan. setelah data dirilis sesuai jadwal, barulah diadakan konferensi pers. Mengapa hal ini sangat penting, karena meliaht komposisi yang bermain di pasar saham kita, sebagian besar  investor asing. Mereka memegang sebesar 52,17% dari total saham yang diperoleh dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebesar Rp 3,561 triliun. Artinya ada setengah lebih uang yang harus dijaga, jangan sampai pulang kampung. Belum lagi dari pasar utang , ada 37 persen lebih,investor asing yang bermain dipasar kita. Jika kita dapat membenahi sistem dalam merilis data dengan disiplin, dan transparan, tentu akan membuat investor  lebih nyaman, untuk menanamkan uangnya. Tujuannya akhirnya adalah, agar penggalangan dana baik oleh pemerintah maupun swasta dapat lebih mudah, yang pada akhirnya membuka peluang bagi Indonesia menjadi negara maju.

Penulis Adalah Direktur Syafaat Foundation Indonesia.

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama