Politik Anggaran Pendidikan, Bikin Susah Rakyat ?




Oleh Helmi Adam
Sejak lama kita telah mempertanyakan alokasi anggaran pendidikan dan efektivitas penggunaannya. Pasalnya, dari total anggaran pendidikan dalam APBN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) maksimal hanya mengelola 10%, sisanya tersebar di kementerian lain dan juga ditransfer ke daerah. Data APBN 2018 menunjukkan alokasi anggaran fungsi pendidikan mencapai Rp 444,131 triliun. Anggaran pendidikan menurut  APBN 2018 sebesar Rp2.220 triliun  sebagaimana tertuang dalam Lampiran XIX Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2017 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)  telah mengalokasikan Rp444,131 triliun untuk pendidikan. Anggaran diatas terdiri dari :

1. Anggaran Pendidikan melalui belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp149,680 triliun;
2. Anggaran Pendidikan melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp279,450  T
3. Anggaran Pendidikan melalui Pembiayaan sebesar Rp15 triliun.
Lampiran XIX Perpres Nomor 107 Tahun 2017 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 November 2017,  disebutkan Anggaran Pendidikan melalui belanja Pemerintah Pusat sebesar. Rp149,680 triliun tersebar di 20 kementerian/lembaga  adalah Rp145,957 triliun. Sedangkan sisanya sebesar Rp3,723 triliun masuk di BA BUN.
Anggaran Kementrian dan lembaga pembagianya terdiri dari ;

1. Kementerian Agama (Kemenag) memperoleh alokasi terbesar yaitu Rp52,681 triliun,
2.Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebesar Rp40,393              Trilyun
3.Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sebesar Rp40,092 triliun,
4. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Rp51,614 miliar;
5.Badan Tenaga Nuklir Nasional (BTNN) Rp52,800 miliar;
6.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) Rp99,297 miliar;
7.Kementerian ESDM Rp109,756 miliar;
8.Kementerian Koperasi dan UKM Rp115 miliar;
9. Kementerian Pertahanan Rp173,400 miliar;
10. Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Rp178,500 miliar.
11. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) Rp399,330 miliar;
12. Kementerian Pertanian Rp406,450 miliar;
13. Kementerian Ketenagakerjaan Rp450 miliar;
14.Kementerian Perindustrian Rp482,775 miliar;
15. Kementerian Kelautan dan Perikanan Rp550 miliar;
16. Kementerian Pariwisata Rp728miliar;
17. Kementerian Pemuda dan Olahraga Rp1,056 triliun;
18. Kementerian Keuangan Rp1,935 triliun;
19. Kementerian Perhubungan Rp4,251 triliun.

Adapun Anggaran Pendidikan yang dialokasikan melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa terdiri atas:

1. Dana Alokasi Umum  untuk anggaran pendidikan sebesar  Rp153,228 T
2. Dana Transfer Khusus sebesar Rp121,404 T  
3. Otonomi Khusus  yang diperkirakan untuk anggaran pendidikan sebesar Rp4,817 T
Mengenai Dana Transfer Khusus sebesar Rp121,404 triliun itu, terdiri atas:
a. Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Rp9,137 triliun; b. DAK Pendidikan Rp9,137 triliun;  c. DAK Non Fisik sebesar Rp112,266 triliun, yang terdidi atas:

1. Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNSD Rp58,293 triliun;
2. Dana Tambahan Penghasilan Guru (DTPG) PNSD Rp978,110 miliar;
3. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp46,695 triliun;
4. Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD Rp4,070 triliun;
5. Dana Peningkatan Pengelolaan Koperasi, UKM, dan Ketenagakerjaan Rp100 M
6. Tunjangan Khusus Guru PNSD di Daerah Khusus Rp2,129 triliun.

Sedangkan  Anggaran Pendidikan melalui Pembiayaan terdiri atas:a. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional sebesar Rp5 triliun;b. Dana Pendidikan melalui SWF sebesar Rp 10 triliun. 
Berdasarkan alokasi anggaran di atas jelas, bahwa Kemdikbud--yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dasar dan menengah--hanya mengelola sekitar 9,1% atau Rp 40 triliun, bahkan  lebih kecil dibanding Kementerian Agama, sebesar Rp 52,7 triliun dan juga Kemristekdikti yang menangani pendidikan tinggi diberi anggaran Rp 40,4 triliun. Hal tersebut kontras dengan tanggung jawab secara umum di bidang pendidikan. Padahal Kemdikbud selalu  menjadi sasaran kritik terkait kualitas pendidikan yang rendah. Sebaliknya, Kementerian Agama dan Kemristekdikti sangat jarang menjadi sasaran tembak.Oleh karena itu, kita mendorong pemerintah menata ulang alokasi anggaran pendidikan dengan memberi porsi yang lebih besar kepada Kemdikbud. Pasalnya, Kemdikbud memiliki tanggung jawab paling besar dalam pembangunan pendidikan nasional.

Untuk itu harus didesak pemerintah agar mematuhi amanat UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya Pasal 49 ayat (1) yang menyatakan, “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).” Tapi pada kenyataannya, anggaran pendidikan Rp 440 triliun itu sudah termasuk gaji pendidik sebesar (DAU) Rp 153,1 triliun dan tunjangan profesi guru Rp 53,9 triliun yang ditransfer ke daerah.
Padahal kunci peningkatan kualitas manusia Indonesia ada di tangan para guru, terutama yang mendidik siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan kesejahteraan sebagian guru tidak memadai terutama di daerah, sehingga tak sedikit yang masih harus mencari penghasilan tambahan dengan bekerja di luar profesinya. Sampai hari ini masih ada guru honorer yang menerima upah di bawah Rp 1 juta, bahkan ada yang kurang dari Rp 500.000 sebulan. Upah sebesar itu lebih rendah dibanding upah buruh pabrik yang kini mendapat upah minimum sekitar Rp 1,5 juta sebulan.
Jika kita serius meningkatkan kualitas manusia Indonesia, maka kesejahtraan guru harus diperhatikan. Peningkatan kualitas manusia Indonesia harus dimulai dari bidang pendidikan dan guru menjadi kuncinya. Kesejahteraan guru, wajib menjadi prioritas Ke depan. Tidak boleh ada lagi, guru yang mendapat upah di bawah Rp 1 juta sebulan. Upah guru harus lebih tinggi dari upah buruh pabrik, minimal 1,5 kali sampai 2 kali lipat upah minimum di provinsi dan kabupaten/kota.
Jadi kita harus tata ulang alokasi anggaran kita, agar sekolah 12 tahun gratis, bisa terwujud, dengan kualitas yang baik. Saat ini baru DKI yang mampu menyediakan sekolah 12 tahun gratis. ke depan pemerintah dengan pengalokasian dana yang efektif harsunya mampu menyediakan pendidikan 12 tahun gartis. Karena tujuan negara Indonesa adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Penulis Adalah Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama