Oleh Helmi Adam
Tanda tanda Resesi terlihat dengan anjloknya imbal hasil obligasi pemerintah AS yang bertenor 10 Tahun, berada dibawah imbal hasil obligasi yang berenor 2 tahun. Hal ini lah yang membentuk kurva inversi terjadi yaitu, ketika obligasi jangka panjang Pemerintah AS naik, lebih tinggi dari obligasi jangka pendek (tenor 2 tahun).
Saat ini, Presiden AS Donald Trump masih melancarkan perang dagang dengan Cina, dan bahkan dengan beberapa negara sekutunya, termasuk negara-negara Uni Eropa. Padahal di AS terjadi melemahnya data manufaktur AS menurut Rilis IHS Market, yang mencatat aktivitas manufaktur AS terkontraksi bulan Julli 2019, atau yang pertama di hampir 10 tahun terakhir.
Hal diatas, menyebabkan Investor memberikan perhatian khusus pada Jackson Hole, Wyoming,yaitu, Di saat pengambil kebijakan AS berkumpul dalam rangka, menghadiri symposium tahunan mengenai kebijakan moneter. Perhelatan utama jatuh pada Jumat waktu setempat (Sabtu dini hari WIB) ketika Gubernur The Fed Jerome Powell memberikan pidato kunci.
Karena ini adalah pertaruhan suku bunga acuan dipangkas pada September nanti, telah menyentuh probabilitas sebesar 93,5%. Hal itu terjadi di saat timbul-tenggelamnya kekhawatiran tentang resesi yang akan terjadi di Amerika Serikat.
Resesi ekonomi memiliki polan cenderung berulang rata-rata 10 tahun sekali. Namun, penyakit ini tentu bisa diobati dan bahkan dicegah, asalkan diagnosanya tepat.
Kekhawatiran resesi mengemuka, karena kurva inversi imbal hasil terjadi pada pasar obligasi AS. Tidak sampai 2 pekan, kurva ini terjadi sebanyak tiga kali dengan pola inversi terakhir terjadi pada Kamis lalu, meski hanya sesaat.
Penemu korelasi inversi dengan resesi yaitu, Arturo Estrella, menegaskan bahwa resesi bisa memukul perekonomian lebih cepat dari perkiraan kita. Karena Sudah 50 tahun berlalu, dan tercatat sudah 7 resesi sempurna terjadi. Menurut Arturo peluang resesi di semester dua tahun depan cukup tinggi.
Hal di atas mendorong Gubernur BI Pery Warjiyo memangkas suku bunga acuan, demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Meski, harga yang harus dibayar adalah risiko pelemahan rupiah.
Kebijakan ini bakal menguntungkan sektor properti yang sensitif dengan tingkat suku bunga, dan juga perbankan karena memberikan kelonggaran bagi debitor dan calon debitor.
Pertanyaannay justru apakah pemangkasan suku bunga jalan keluar mengatasi resesi, atau malah menambah parah resesi itu sendiri ?