Oleh Helmi Adam
Perang dagang antara Cina dengan AS semakin mengkhawatirkan.
Pasalnya trump kmebali emncuit akan menaikan bea masuk import Cina hingga 25
persen, bahkan sebagian telah dilakukan. Cina membalas dengan menyetop impor agrikultur dari AS dan akan
mengenakan bea masuk 10 persen mulai 3 agustus 2019. Washington pun kalang
kabut, pasalnya pemilu pilpres akan berlangsung sebntar lagi, petani adalah basic
pemilih trump. Jnagan smapai petani ajdi snegsara, trump mengancam akan
menikkan lagi bie mausk untuk produk cina lainnya.
Cina tidak mau kalah, dia Melakukan devaluasi , dengan menurunkan
nilai tukarnya agar tetap mampu kompetitif produknya. Hal ini mengundang kekhawatiran
semua pihak termasuk AS, pasalnya perang dagang bisa bergeser menjadi perang nilai
tukar, dimana nilai tukar tidak lagi di tentuka oleh pasar. Akan tetapi oleh
dua kekuatan ekonomi besar dunia. Sehingga Trump mencuit, bahwa Cina melakukan
manipulasi nilai tukarnya.
Dan ternyata Cina tidak main-main, sehari kemudian dia menurunkan
nilai tukarnya menjadi 6.98 yuan, walaupun tidak se-ekstrim perkiarann pengamat,
namun sangat mengkhawatirkan. Karena nilai tukar ini adalah nilai tukar terendah Cina sejak tahun
2008.
Akhirnya tim negosiasi trump pun biacara untuk mengundang
Tim negosiasi dari Cina berunding kembali. Sebenarnya ini adalah cara Trump mengulur waktu, sampai Negeri Paman Sam
siap, dan bebas dari ketergantungan dengan produk dari Cina.
Hal inilah yang menggambarkan paniknya bursa saham, dan juga
nilai tukar pekan ini. Dampaknya di Indonesia juga cukup besar, terutama CPO
harganya menjadi turun habis, setelah Cina mengumumkan menyetop import kedelai
dari AS, menyebabkan harga kedelai jatuh, dan harga CPO yang sempat naik pun jadi
jatuh lagi. Pasalnya kedelai juga bisa jadi alternative untuk minyak goreng.
IHSG rontok , investor asing menarik uangnya di bursa
setelah Cina mengumumkan akan melakukan devaluasi, hal ini bisa mengakibatkan
ke perang mata uang. Akhirnya ketidakpercayaan muncul dengan mata uang , sehingga
orang melarikan investaisnya ke emas.
Lalu mungkinkah bisa mereda perang dagang antara AS dan Cina
?
Nampaknya semakin sulit kalau Cina sendiri tidak membuka pasar
keuangannya. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan pasar, pasalnya nilai tukar
yuan tidak ditentuka oleh mekanisme pasar, tapi oleh pemerintah Beijing, sedangkan
Dollar ditentukan oleh mekanisme pasar sehingga bisa di spekulasi, dan juga bisa
dipermainkan pasar.
Memang secara ekonomi Cina mengatakan melakuka liberalisai
ekonomi, tapi pada kenyataanya terbatas, masih dikendalikan keseluruhannya oleh
negara. Tidak heran ada tokoh konglomerat Cina, yang merupakan agen intelijen Cina.
Karena walau bagaimanapun peran Partai Komunis masih dominan.
Penulis adalah Dosen Ilmu ekonomi Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.