Mengapa Musti Naik BPJS ?



Butuh Pemimpin Yang cerdas di Era Revolusi industri 4.0 .

Oleh M. Athallah Raihan Adam

Dalam kepemimpinan ada 4 aspek yang harus kita lihat yaitu :

Pertama Sidiq artinya jujur dan bicara benar, tidak bohong. Sifat ini penting bagi seorang pemimpin agar  dihormati, dan disegani bawahan nya.

Kedua adalah Fathonah artinya cerdas dalam berfikir, tidak bodoh, dan tidak mudah mengambil jalan pintas untuk suatu keputusan tanpa data, dan fakta.

Ketiga Amanah, dapat dipercaya, karena selalu menepati janji janjinya, dan tidak pernah ingkar.

Keempat adalah tablligh, yaitu selalu menyampaikan, dan berkomunikasi yang baik dengan bawahan nya. Tidak  ada bawahan nya yang berbeda pendapat karena sesuai dengan arahan pemimpin.

Lalu kita lihat kasus BPJS yang akan dinaikan oleh pemerintah, dan di dukung oleh Ikatan Dokter Indonesia, apakah ini jalan keluar seorang pemimpin yang cerdas ?

Sebelum mengambil keputusan seorang pemimpin harus lihat fakta fakta yang terjadi dulu, sebelum mengambil sebuah keputusan. Faktanya dan datanya Untuk kasus BPJS kesehatan sebagai berikut :

Fakta pertama bahwa Samapai akhir Tahun 2019 defisit BPJS kesehatan di perkirakan akan naik menjadi 32,8 Trilyun dari sebelumnay 28 trilyun.

Fakta kedua Utang BPJS kesehatan dengan rumah sakit sebesar 11 trilyun, masih ada sisa  hingga 9 trilyun.

Fakta Ketiga ada hitungan dilakukan oleh ahli aktuaria besaran kenaikan BPJS seharusnya yaitu Untuk PBI Rp 36.OOO, dan untuk non PBI kelas Rp 53.000, Kelas 2 non PBI Rp. 63.000,  dan untuk kelas 1 non PBI  Rp.120.000

Fakta diatas Penyebab terjadinya kenaikan biaya BPJS kesehatan karena ;

Pertama, Masih banyaknya rumah sakit rujukan melakukan pembohongan data agar dapat pembayaran per unitnya pasien lebih besar dari faktanya, hal ini di mungkinkan karena honor dokternya seharga satu kali parkir mobil di tangsel.

Kedua jumlah layanan peserta sebanyak 233,9 juta sedangkan pesertanya ada 233,3 juta, jadi ada kelebihan  600.000 orang.

Ketiga adanya sejumlah perusahaan yang membayar kepesertaan BPJSnya lebih sedikit dari sebenarnya.

Keempat Ada data PBI yang tidak valid awalnya 27 juta, tapi akhirnay 10,65 juta.

Kelima Manajemen BPJS yang amburadul, dengan ditemukan nya klaim ganda bahkan yang sudah meninggal bisa mengklaim.

Dari dari data, dan penyebab diatas maka seharusnya seorang pemimpin tidak mudah menaik kan iuran BPJS. Seharusnya pemimpin yang cerdas/Fathonah  sebelum menaik kan Iuran BPJS   mendalami dulu persoalan bukan langsung memutuskan dengan mudahnya.

Gaya berfikir simplikistis yang di lakukan pemimpin kita saat ini adalah gaya kepemimpinan model neoliberal, yang oleh Hariri ditentang, karena seolah olah cara berfikir neoliberal tersebut yang benar, dan  yang lain salah.

Di era Revolusi 4.0, data sangat penting bagi seorang pemimpin dalam mengambil keputusan nya. Maka dari itu pernyataan Data is oil, adalah benar adanya. Pemimin yang cerdas akan melihat seluruh aspek dengan data yang kuat.

Sehingga solusi seharusnya, yang dilakukan oleh pemimpin kita, sebelum menaikan iuran BPJS  adalah  :

Pertama, perbaiki dulu tata kelola BPJS agar lebih valid dan kredibel.

Kedua, Beri sangsi tegas pada RS sakit yang memanipulasi angka Klaim.

Ketiga, Beri sangsa kepada perusahaan yang memanipulasi jumlah kepersertaan.

Keempat, perbaki data cleansing agar lebih tepat sasaran.

Kelima, Naikan honor Dokter yang menangani BPJS, agar menutup kerjasama dengan RS.
Boleh menaikan Iuaran BPJS setelah semua dilakukan, pasti menemukan angkanaya tidak sampai 30 persen, bukan sperti yang dilakukan sekarang hingga 100 Persen…

Penulis adalah Mahasiswa Semester III , Fakultas Kedokteran UPN Jakarta.

  

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama