HOLDING BUMN ASURANSI, MODUS 'BAIL OUT' ALA CENTURY DI JIWASRAYA ?
Oleh : Nasrudin Joha.
Kasus yang membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencoreng industri asuransi nasional dan BUMN. Jiwasraya berpotensi gagal bayar dan klaim uang nasabah. Kasus Jiwasraya ini terungkap pertama kali dari laporan nasabah pada Oktober 2018. Asuransi jiwa pelat merah ini terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo.
Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Adi Toegarisman mengatakan ada calon tersangka kasus dugaan korupsi dibalik defisit anggaran PT Asuransi Jiwasraya hingga merugikan negara. Kejagung sudah mulai melakukan penyidikan.
Kejagung menemukan kesalahan dalam penempatan 22,4 persen saham sebesar Rp.5,7 Triliun dari aset finansial. Sebanyak 95 persen dari Rp.5,7 T itu ditempatkan pada perusahaan dengan kinerja buruk. Sisanya pada perusahaan dengan kinerja baik. Kemudian Kejagung juga ditemukan penempatan 59,1 persen reksa dana senilai Rp.14,9 Triliun dari aset finansial. Sebanyak 98 persen dari Rp.14,9 T itu dikelola Manajer Investasi berkinerja buruk dan sisanya berkinerja baik.
Akibatnya, Jiwasraya berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp.13,7 triliun per Agustus. Angka itu juga bisa terus bertambah lantaran sejauh ini Kejagung belum selesai melakukan penyidikan.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan Pemerintah akan membentuk holding BUMN asuransi. Pembentukan holding tersebut dilakukan demi memberikan kepastian pengembalian dana nasabah PT Asuransi Jiwasraya.
Dari proses holding ini, Erick memprediksi akan terkumpul dana Rp.1,5 triliun-Rp2 triliun per tahun. Dana itu, diharapkan bisa menyelesaikan persoalan klaim nasabah. (23/12).
Berkaitan dengan kasus Jiwasraya ini, publik perlu kritis dan menyadari bahaya 'holding BUMN asuransi' sebagai solusi cekak yang ditawarkan Erick, dikarenakan :
Pertama, membentuk holding BUMN asuransi itu sama saja melakukan 'Merger' perusahaan BUMN asuransi. Akibatnya, akan berhimpun seluruh aktiva dan pasiva perusahaan, yang tentu saja juga akan berhimpun seluruh hak dan kewajiban perusahaan.
Dengan mekanisme ini, semua perusahaan asuransi BUMN akan mendapat kewajiban 'tanggung renteng' untuk menyelesaikan kewajiban Jiwasraya untuk memenuhi kewajibannya membayar klaim polis asuransi kepada nasabah. Melalui mekanisme ini, Erick telah memprediksi akan mampu mengumpulkan dana sekitar Rp.1,5 - Rp.2 T, angka yang nantinya akan dipergunakan untuk menyelesaikan klaim nasabah secara berkala.
Hal ini, tentu mengakibatkan beberapa BUMN asuransi yang seharusnya membubuhkan laba lebih, atau mengurangi ekspansi untuk kinerja perseroan, karena sebagian dana perusahaan digunakan untuk membayar klaim polis asuransi Jiwasraya. Dengan demikian, ada penggunaan dana negara secara tak langsung, sebab anggaran BUMN merupakan anggaran negara karena di dalamnya terdapat Penyertaan Modal Negara.
Kedua, jika upaya menutupi kewajiban Jiwasraya tak dapat dipenuhi dengan menarik sejumlah biaya atau laba dari holding BUMN asuransi, maka bisa saja kelak negara akan melakukan penambahan Penyertaan Modal Negara pada holding BUMN asuransi. Hal ini, secara tidak langsung juga merupakan tindakan 'bail out' dari negara melalui APBN, yang diinjeksi pada penyertaan modal negara pada saham holding BUMN asuransi, atau melalui asuransi BUMN secara mandiri.
Ketiga, dua kondisi yang akan terjadi yakni, baik holding BUMN yang terbentuk tidak atau berkurang menyetor keuntungan BUMN kepada negara, atau adanya tambahan penyertaan modal negara, yang keduanya ditujukan untuk memenuhi kewajiban Jiwasraya pada nasabahnya, esensinya sama : yakni menggunakan uang negara untuk menyelesaikan kewajiban Jiwasraya.
Kentungan BUMN asuransi yang tidak disetor kepada negara yang kemudian dipergunakan untuk membayar kewajiban Jiwasraya kepada nasabah, substansinya sama dengan menggunakan anggaran negara. Karena, keuntungan BUMN tersebut jika tidak dipergunakan untuk menyelesaikan kewajiban Jiwasraya sejatinya menjadi hak negara berupa setoran keuntungan BUMN pada negara mela
lui porsi kepemilikan saham negara (PMN).
Adapun, jika Pemerintah secara langsung menambah jumlah saham atau menambah Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN asuransi, baik secara mandiri atau melalui holding yang akan dibentuk, dimana penggunaan modal tersebut untuk menyelesaikan kewajiban Jiwasraya maka hal ini sama saja secara tidak langsung Pemerintah memberikan _Bail Out_ pada Jiwasraya.
Bedanya dengan bail out Bank Century, Pemerintah langsung pada kasus Century mengucurkan bantuan dana likuiditas langsung untuk menyelesaikan kewajiban Bank Century pada nasabah. Sedangkan pada kasus Jiwasraya, bantuan itu diberikan secara tidak langsung, baik melalui pembiayaan dari holding BUMN maupun jika nanti sampai terjadi penambahan penyertaan modal negara kepada BUMN asuransi.
Tindakan yang akan dilakukan Erick Thohir ini justru akan menutup aktor intelektual dibalik meruginya Jiwasraya. Sementara hingga saat ini, proses penyidikan dugaan korupsi Jiwasraya tidak diumumkan secara transparan oleh Kejaksaan Agung.
Ujung-ujungnya, 'bancakan dana' Jiwasraya hingga angka 13,7 T ini akan kembali menjadi beban rakyat, persis seperti kasus Bank Century. Bedanya, jika baik out Century dilakukan oleh rezim SBY juga dalam konteks dugaan pembiayaan Pemilu dan Pilpres, dalam kasus Jiwasraya ini dilakukan oleh rezim Jokowi, juga dalam konteks pembiayaan Pemilu dan Pilpres. [].