Oleh : Dudung Nurullah Koswara
Tulisan ini semoga ada manfaatnya. Tulisan ini tidak bermaksud membelai namun mencubit para pengurus, termasuk Saya pribadi. Mengapa sejumlah orang begitu berambisi jadi ketua atau pengurus inti di PGRI, terutama PGRI Kokab, Provinsi dan Pengurus Besar? Jawabannya hanya satu, ada kepentingan! Atau dalam Bahasa anak muda ada modus dibalik batu.
Kepentingan itu manusiawi dan hidup tanpa kepentingan itu bohong. Bahkan bohongnya bohong besar. Semua orang punya kepenting dan “modus”. Tinggal sejauhmana kepentingan itu kadar khidmat dan manfaatnya bagi organisasi. Masih normal bila posisi kita diorganisasi berjalan mutualisma tidak parasitisma. Mutualisma artinya memberi mutu, kualitas dan kontributif pada organisasi.
Sebaliknya bila hanya numpang nama, nama numpang dan menjadikan PGRI sebagai tumpangan sungguh disayangkan. Mending kalau numpangnya sementara. Bagaimana kalau numpangnya sementerus, sampai mati dan bahkan pelan tapi pasti membawa mati idealisme PGRI? PGRI adalah organisasi perjuangan. Hebat ya banyak orang yang mau jadi pejuang di PGRI!
Benarkah ingin menjadi pejuang, atau ingin memperjuangkan kepentingan diri? Sungguh sangat-sangat hebat di setiap konferensi mulai dari kokab, provinsi dan pengurus besar sangat banyak yang berebut ingin jadi pejuang guru. Hebat sekali, sungguh mulia pada ingin menjadi pejuang guru. Benarkah mereka yang berambisi jadi ketua atau pengurus PGRI karena benar-benar ingin jadi pejuang guru?
Tidak perlu ditanyakan pada Tuhan. Sederhana saja. Apakah HP dan WA-nya bisa dihubungi para guru setiap sa’at? Apakah Ia banyak berwacana tentang perjuangan guru. Apakah Ia punya karya terkait perjuangan nasib guru? Apakah Ia sering menulis tentang nasib para guru? Apakah Ia sering mengunjungi para guru? Apakah Ia selalu rindu bertemu para guru? Bahkan apakah Ia berani mengeluarkan anggaran pribadinya untuk organisasi guru?
Please jangan jadikan PGRI sebagai jalan menuju kepentingan pribadi semata. Tidak sedikit sejumlah oknum menjadi ketua PGRI agar karirnya naik. PGR dijadikan korban “portofolio” seorang pejabat agar dirinya terus menanjak karirnya. PGRI hanya diambil jabatannya. Pekerjaan dan mengurus PGRI diberikan pada pengurus lain dibawahnya. Baginya yang penting bukan mengurus PGRI melainkan mengambil jabatan organisasinya.
Bila ada pertanyaan mengapa berebut ingin jadi ketua dan pengurus inti PGRI? Bukankah tidak ada profitnya? Bukankah hampir semua organisasi PGRI kekurangan anggaran untuk oprasional organisasi? Walau pun ada beberapa yang surplus karena kreatipreuneur internal. Mengandalkan anggota yang sulit bayar iuran hanyalah mimpi di siang bolong besar. Mengapa pada berebut?
Seseorag ingin menjadi ketua PGRI dan ingin menjadi pengurus inti bisa dikarenakan hal sebagai berikut: 1) mengabdi berjuang untuk guru, 2) punya visi dan idealisme, 3) tuntutan profesi yang tertuang dalam UURI, 4) mencari nama/kehormatan, 5) mencari fasilitas, 6) mencari kekuasaan, 7) mencari uang, 8) mendongkrak karir dan 9) tak punya pekerjaan lain, post power syndrome dll. Masuk pada “modus” mana kita? Silahkan diraba hati!
Kalau kita lebih banyak memberi pada PGRI bukan menggunakan fasilitas PGRI maka kita adalah Sang Idealis namun kalau kita lebih banyak menikmati “sesuatu” dari PGRI maka kita adalah Sang Hedonis! Mari raba diri para ketua, pengurus dan orang-orang yang “jalan ditempat” di rumah PGRI. Apa manfa’at kita di PGRI? Lebih besar manfaatnya atau orang lain akan lebih bermanfaat bila menggantikan kita?
Penulis adalah salah satu Ketua Pengurus Besar PGRI