In Memoriam Kyai Kampung 1934-2014
Enam detik kemudian saya terpaku heran. Sudah ada pak Kyai berdiri di depanku.
Kenya pak kyai ada di sini?
Bukankah almarhum sudah lama meninggalkan kami?
Rasa kantung kemih penuh mendadak hilang ditelan bumi.
Seorang lelaki yg tak kukenal berdiri di samping Kyai. Badannya kurus, wajahnya tirus.
“ Nak, Yai minta tolong. Kalau umroh titip ini", ujar pak Kyai dengan senyum khasnya sambil menunjuk lelaki di sampingnya.
“Siap Pak Kyai , tapi maaf itu siapa," tanyaku heran.
Pak Kyai tidak menjawab. Sedangkan lelaki itu kupandangi ada tulisan "IMRUL"
Aku melihat tulisan itu di atas saku kemejanya. Di bawahnya ada sederet angka.
Jelas sekali semuanya terbaca.
Tiba tiba saya terbangun dan mengerjapkan mata.
" Kamu mimpi lagi ya?” ujar istriku lembut sambil membelai kepalaku.
Jantungku berdegup keras.
“Ini sudah 3 kali mimpi yang sama,” ujarku dalam hati, sambil bergegas pergi ke kamar kecil.
Jarum jam 4.34 pagi. Adzan Subuh berkumandang.
Sopirku, Pak Atma, mendengus pelan di belakang kemudi. Jakarta padat merayap malam hari ini.
Duduk di kursi belakang, aku sibuk dg MacBook Pro menyelesaikan laporan audit tahunan yang hampir jatuh tempo. Saat Atma membelokkan Toyota Fortuner-ku, saya jadi teringat pada mimpi semalam.
Almarhum Pak kyai menitip Ielaki yang tak pernah saya jumpai. Kemeja bertuliskan *Imrul* & sederet angka. Mungkinkah deretan angka itu nomor handphone?
Apakah lelaki itu namanya Imrul?
Suara nada tunggu digantikan ucapan salam terdengar dari seberang sana, saat aku coba hubungi nomor tsb. Suara perempuan.
“Apa saya bisa berbicara dg Pak Imrul ?” tanya saya walaupun sedikit ragu.
Hening tak ada jawaban sampai beberapa menit kemudian. “Assalamu’alaikum, Iya ini saya Imrul,”_ suara lelaki sopan.
Degh..!! Ini pasti cuma kebetulan, dan jantungku berdegup keras.
Tak ingin berlama-lama di telepon, malam itu aku menyambangi rumah Imrul, lelaki kurus berwajah tirus tsb. Usianya sekitaran 30 tahun, plus-minus.
Kami lesehan di atas lantai semen yang sebagiannya retak, di ruang tamu sebuah rumah petak.
“Panggil Imrul saja, pak, bapak lebih tua dari sayakan” ujarnya dengan sopan.
Saya tersenyum bercampur heran. Dari wajahnya, memang dialah lelaki yang ada dalam mimpi saya.
“Kalau boleh tahu, Bapak dapat nomor telepon saya dari mana?”_
Dan berceritalah aku tentang mimpi aneh yang berulang 3 kali itu. Mas Imrul diam.
Wajahnya makin tirus mirip kucing restoran berharap makanan.
“Apa sampeyan pernah bettemu almarhum pak Kyai, guru saya?”
tanyaku sambil menyodorkan foto almarhum.
Tak perlu waktu lama buatnya untuk berkata: : "tidak"
Saya menggaruk kepala. Mas, kalau bukan karena almarhumah ibu, saya tdk akan pedulikan mimpi itu” ujarku pelan sambil memegang pundaknya.
“Saya ingin mengajak Mas Imrul pergi umroh.”
“Tapi saya ini mantan napi Pak. Belum sebulan bebas,” ujar Mas Imrul ragu.
Sepertinya dia tidak percaya dengan ucapanku mengajaknya umroh.
Bulu tengkuk di lever saya berdesir aneh.
“kamu dulu kenapa masuk penjara?” tanya saya, duduk di samping Imrul yang sedang terpesona.
Seumur hidupnya dia baru pertama kali naik pesawat sebesar ini.
Sayapun kontak Travel Babul Umroh haji, milik Adik dan teman nya, untuk pergi umroh denagn paket khusus.
Perjalanan 9 jam di kelas bisnis Jakarta - Jeddah, mubazir rasanya kalau tidak mencari tahu tentang dia. Lelaki biasa, mantan narapidana ini.
“Sebelum masuk bui, kerja saya sebagai satpam. Belum setahun, kantor yg saya jaga kerampokan. Teman sesama satpam, ternyata berkomplot. Dua hari sesudah kejadian, semua pelakunya diringkus polisi. Di pengadilan, teman itu berbohong kalau saya ikut terlibat. Padahal, waktu kejadian malam itu saya diikat di toilet. Hakim lebih percaya dia, akhirnya saya dipenjara. Vonisnya dua tahun,”ujar Imrul.
Aku menghela nafas.
“Sebenarnya, yang bikin saya sedih bukan itu Pak,”sambung Imrul. Air matanya sedikit meleleh.
“Lalu apa rul?” tanya saya penasaran.
“Saya gundah & khawatir. Kalau saya di penjara, siapa nanti yg akan merawat ibu.? Saya anak satu-satunya. Apalagi ibu sdh lama lumpuh dan tidak bisa melihat. Setiap hari saya menyuapi dan memandikannya. Biar gaji kecil, setiap bulan saya selalu cukupkan membeli susu Ibu. Biar ibu tetap schat.” Kali ini bulir air matanya mulai berjatuhan.
Duh Gusti Allah, ternyata aku jauh dibanding Imrul. Ibu sata dirawat di kakak, tapi malah simbuk tak kraan. Astaghfirullah...
“Terus siapa yang mingurus ibu, Mas Imrul?”_ tanya saya sembari mengelap mata.
Tak terasa aku ikutan menangis juga.
_“Saya minta tolong Mbak Yuni, saudara jauh dari kampung. Itu lho, perempuan yang menerima telepon Pak Bagus tempo hari. Kebetulan saya masih ada sedikit tabungan, jadi semua uangnya dipakai buat mengurus ibu selama saya di penjara. Dia yang mengurus ibu semenjak itu. Saya minta dia datang tiap hari ke penjara, menceritakan kondisi ibu. Kalau Mbak Yuni datang & cerita tentang Ibu, hati saya lega rasanya. Hati selalu was-was kalau Mbak Yuni datangnya telat, khawatir ada apa-apa dengan Ibu.”_
Aku cuma menunduk. Malu ppada lelaki di sampingku ini.
Jabatanku mentereng, gaji ratusan juta, tapi tak bisa dibandingkan dengan ketulusan Mas Imrul dalam merawat ibunya.
"subhanallah, apa yang pak Kyai maui dari pertemuan saya dengan lelaki sholeh ini?? Biar saya sadar kesalahan saya ? ??
“Baru 6 bulan di penjara, Mbak Yuni kapan itu gak datang dua hari Pak” Imrul melanjutkan ceritanya.
“Saya was-was. Ternyata Ibu saya meninggal dunia Pak. Sedihnya lagi, Pak sipir penjara nggak ngebolehin saya keluar sebentar buat nyekar ke makam. Saya cuma bisa nangis di penjara Pak. Mohon ampun sama Allah.”_
Air mataku mengalir deras.
Ya Allah, cobaan hidup lelaki ini ternyata berat. saya belum tentu kuat menjalaninya.
“Mas Imrul kan vonisnya 2 tahun, Kenapa bisa bebas lebih cepat?”_ tanya saya sambil menyeka air mata.
“Oh, kalau itu karena kasus saya diperiksa kembali sama polisi dan pengadilan Pak,”_ ujarnya sambil ragu mengambil kain hangat yang disodorkan awak kabin.
“Setelah sidangnya diulang, terbukti saya memang tidak bersalah. Teman yang berkomplot itu akhirnya berterus terang,”ujar Imrul pelan.
“Sebetulnya saya sudah memaafkan teman itu. Sejak pertama kali difitnah.”_
“Sejak pertama kali sudah memaafkan?”_ tanya saya tambah heran.
“Iya Pak Bagus. Kalau ada orang memfitnah, buat saya cuma dua. Kalau fitnah itu benar, maka saya mohon ampun sama Allah. Tapi kalau fitnah itu salah, maka saya maafkan & mohon ampunkan dia dari kemurkaan Allah,”_ujarnya datar.
Degh..!!
Aku langsung teringat fitnah yang menimpaku setahun yang lalu. Aku jelekin oleh sainagan bisnisku di media, sehingga suit bergerak lagi.
Ternyata lelaki ini bukan orang biasa.
Imrul, seorang satpam mantan narapidana, tidak terkenal di bumi, tapi terkenal di langit.
Inilah lelaki langit yang semua malaikat pencatat kebaikan pasti mengenalnya...
Tiga hari di Mekkah kami menginap di hotel Royal Clock Tower (Zamzam Tower).
Aku & Imrul menghabiskan seluruh hari penuh dengan ibadah. Tak cuma itu.
Ada yang spesial di umrah kali ini, dan itu semua karena Irul. Aku biasa telat sholat fardhu, lalu sholat berjamaahnya cuma di dekat hotel. Tapi tdk saat bersama Mas Imrul. Kami selalu berada di shaf depan, melihat langsung Ka’bah.
Aku belum pernah mencium hajar aswad padahal umrah berkali-kali, tapi tidak saat bersama Mas Imrul. Badannya yang kurus justru berhasil membawaku mencium batu hitam itu berkali-kali, sepuasnya.
Kami juga sholat di hijir Ismail & lama berdo’a di Multazam, antara hajar aswad & pintu Ka’bah.
Semuanya lancar tanpa halangan...
Hari keempat kami berangkat ke Masjid Nabawi, Madinah Al-Munawaroh. Dalam bis VIP Mas Imrul lebih banyak diam & berdzikir.
“Kalau saya perhatikan, mas Imrul tak pernah kelihatan susah,”_ ujar saya sambil memiringkan sedikit badan ke arahnya.
“Allah yg membolak-balikkan hati Pak,”_ ujarnya datar.
“Maka mintalah itu pada-Nya. Kalau kita menjaga Allah, kita pun akan dijaga-Nya.”_
“Maksudnya menjaga Allah itu bagaimana Mas?”
“Jaga Allah dengan menyempurnakan hari,” ujar Imrul serius.
“Maksudnya bagaimana Mas?”
“Hari yang sempurna itu diawali dengan bangun malam. Sholat tahajjud & witir. Minimal 2 plus 1._
Lalu Dhuha minimal 2, dan sholat rawatib yang jumlahnya 12 raka’at._
Utamanya sholat sunnah fajar sebelum subuh.
Usahakan sholat wajib berjama’ah di masjid.
Membaca Al-Qur’an minimal 1 juz setiap hari.
Senin-Kamis puasa sunnah. Itulah hari yg sempurna.”
Aku hanya terpana.
Sampai di Madinah, setelah sholat ashar di masjid Nabawi, kami berdesakan menuju Rawdhah.
Area khusus dengan karpet hijau itu memang jadi rebutan para jama’h. Kami menunggu giliran dengan sabar, berdiri di belakang pembatas putih.
Ketika petugas masjid membukanya, serentak setengah berlari kami menuju pojok paling dekat dengan tembok di sebaliknya makam Rasulullah /
“Mas, ayo cepat sholat di sini. Perbanyak istighfar, shalawat & do’a. Ini salah satu tempat yg paling mustajab buat berdo’a,” ojar saya sambil bersiap-siap sholat.
Di sampingku Mas Imrul dengan khusyu’ mendirikan sholat sunnah.
Selesai sholat, aku duduk berdo’a di sampingnya yang masih berlama-lama sujud.
Area rawdhah sudah sesak dipenuhi jama’ah.
Tak sampai 10 menit kemudian, muncul petugas masjid menyuruh kami segera pergi.
Waktu sudah habis.
Sekarang giliran jama’ah lainnya yang sudah menunggu di balik pembatas putih.
Aku melihat Mas Imrul masih sujud.
Petugas masjid menepuk pundak-ku, menyuruh kami segera pergi.
Entah do’a apa yang dipanjatkan Mas Imrul, mengapa begitu lama.
Aku mengguncang halus punggungnya. Badannya terguling lemah.
Degg..!!
Ternyata Mas Imrul telah tiada...
Wajah tirusnya tersenyum damai.
Dia meninggal dalam keadaan terbaiknya.
Husnul khotimah saat sujud di Rawdhah, taman surga.
Badanku lemas.
Jantungku berdegup kencang.
Aku menangis tersedu-sedu...
Lelaki langit itu telah kembali kepada Rabb-nya.
Aku duduk sendiri di kelas bisnis.
Penerbangan Jeddah - Jakarta terasa lengang.
Baru saja aku terlelap di kursi, suara suara pak kyai membangunkan saya, 6 detik kemudian aku terduduk diam. Knappa pak kyai yang membangunkan saya? Pak Kyai kan sudah meninggal.??
“Terima Kasih nak...”_ ujar pak kyai dengan senyum khasnya...
"Dan sampaikan terima kasih Yai, dengan Travel Babul Umrah yang telah mengurus Jenazah Imrul dengan baik" Ujar pak Kyai,,
Dek..aku pun terbangun makan malam di pesawat, dan aku harus minelpon adikku karena pesan pak kyai uituk mengucapkan terima kasih pada Travelnya sangat jelas dan itu adalah amanah..
0813 82330033. ku pencet telponnya, " Hallo Babul Umrah, Hafiznya ada..Fiz Ane dapat amanah dari Pak Kyai ngucapin terimakasih untuk Babul umrah, yang banyak bantu almarhum Irul.."
Semoga Almarhum diterima disisinya
@2019
*******