Benarkah Yang Dikatakan Terawan, Influenza Lebih Banyak Korban Atau Virus H1N1 ?



Dalam sejarah yang memiliki korban terbanyak adalah influenza alias flu. Puncaknya terjadi di tahun 1918 meski sebenarnya penyakit ini telah merebak sejak 1800-an. Diperkirakan pada puncak virus influenza merebak jumlah korban jatuh mencapai 20-40 juta jiwa. Jumlahnya sulit dipastikan karena saat itupun dunia sedang kacau menghadapi perang. Virus ini merebak di Indonesia yang  masih bernama Hindia Belanda.

Ada banyak alasan mengapa kasus influenza menjadi leih heboh, ketika itu. Pertama karena modernisasi.  Modernisasi membuat influenza menjadi mudah tersebar luas. Manusia kini mengenal transportasi sehingga mudah untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Kedua adalah adanya perang dunia, yang membuat manusia berkumpul dalam jumlah besar di satu wilayah dalam satu waktu. Ketiga adalah perekonomian dunia telah meningskat, dengan adanya perdagangan lintas negara melalui kapal sehingga penyakit ini dapat menular hingga ke belahan bumi lainnya.

Ke empat,   perang yang membuat berita mengenai influenza justru dikesampingkan. Orang-orang lebih fokus memberitakan perang dan tak mau memberitakan influenza yang telah memakan banyak korban jiwa agar tidak menurunkan semangat juang prajurit.

Spanyol sebagai negara yang netral pada masa Perang Dunia I adalah negara pertama yang secara terbuka memberitakan mengenai wabah influenza. Hal ini menyebabkan wabah tersebut dinamai sebagai Flu Spanyol. Meski demikian bukan berarti Spanyol adalah negara asal penyakit ini. Diduga influenza berasal dari Amerika yang lalu menyebar ke Benua Eropa ketika tentara Amerika turun dari kapal dan terlibat dalam perang.

Di Indonesiaa tercatat selama tujuh minggu di tahun 1918, jika kita membandingkan jumlah kematian yang terjadi secara alami, dengan  wabah influenza, menunjukkan angka tak jauh berbeda.

Di Kabupaten (Afdeeling) Malang tercatat pada minggu pertama ada 92 kematian karena sebab umum dan 66 kematian akibat influenza. Sementara di Kawedanan (onderafdeeling) Krasak tercatat 86 kematian karena sebab umum dan 60 kematian akibat influenza. Hal Ini  menunjukkan influenza memakan banyak korban jiwa. Kawedanan sendiri adalah daerah administratif yang berada di bawah kabupaten dan di atas kecamatan. 

Menurut buku “Yang Terlupakan Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda” dokter-dokter setempat acapkali tidak tertarik untuk menangani pasien dari kalangan pribumi. Ini karena orang-orang pribumi tidak punya uang untuk berobat. Para dokter lebih memiliki menangani pasien dari Eropa maupun Cina.

 Disisi lain  banyak masyarakat pribumi  masih memercayai pengobatan alternatif dan lebih memilih pergi ke tabib. Akibatnya Penyebab influenza belum dipahami dengan baik sehingga influenza dikira berasal dari daerah pantai, rawa-rawa, maupun kanal-kanal tempat air tergenang kotor. Masyarakat  sulit membedakan influenza dengan malaria dan malah menyamakan pengobatannya dengan pil kina.

Awalnya konsulat Belanda yang berkantor di Singapura telah memberi peringatan pada kantor di Batavia untuk berhati-hati terhadap kapal dari Hongkong karena khawatir terhadap wabah influenza. Peringatan tersebut diacuhkan.

Tiga bulan kemudian, pasien yang menderita influenza mulai berjatuhan. November 1918 korban mulai meningkat di Banjarmasin. Pada bulan yang sama, korban juga bermunculan di Bali. Banyuwangi mulai mencatat peningkatan korban di Bulan Desember. Dalam waktu seminggu influenza telah menyebar di Jawa Timur dan semua berasal dari Surabaya sebagai kota pelabuhan. Bisa dilihat polanya bahwa daerah yang terjangkit merupakan tempat di mana kapal-kapal merapat.

Influenza yang dimaksud,  berbeda dengan batuk pilek biasa (common cold). Flu memiliki gejala lebih parah dan umumnya datang mendadak. Berbeda  dengan batuk pilek biasa hadir secara bertahap dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.

Flu akan menyebabkan demam, sakit kepala, hidung tersumbat, serta batuk. Influenza memiliki dua tipe virus yaitu A dan B. Tipe A dikenal lebih parah dan inilah yang umumnya mewabah. Kita pernah mengalami yang terparah di awal abad 21, yang baru hadir setelah 41 tahun yaitu influenza tipe A subtipe H1N1 alias flu babi. Untuk membedakan dengan influenza yang mewabah di tahun 1918, flu babi diberi kode A-H1N1/2009 sementara leluhurnya diberi tipe A-H1N1/1918.

Hindia Belanda alias Indonesia tercatat dalam sejarah telah mengalami berkali-kali wabah influenza. Selain di tahun 1918, kita juga telah mengalami flu burung yang dimulai pada tahun 2003 yaitu virus avian influenza alias H5N1. Meski kini kasusnya sendiri sudah mereda dan tergolong jarang, tercatat bahwa virus flu burung rata-rata terjadi seribu kasus pertahunnya. Sementara itu flu babi tercatat mencapai 150,000 kasus pertahunnya. Walau kini kita tengah dihadapi pada kecemasan mengenai virus corona, media-media di Amerika memasang headline yang menyatakan influenza tetap lebih ganas. Padahal influenza sendiri memiliki vaksinnya.

Memanag Jika dibandingkan dengan The Black Death, wabah influenza di tahun 1918 memakan jauh lebih banyak korban hanya dalam jangka waktu satu tahun. Influenza juga dianggap memakan lebih banyak korban dalam waktu 24 minggu dibandingkan dengan penyebaran AIDS selama 24 tahun. Saking berpengaruhnya influenza, ia tercatat dalam sejarah lokal maupun cerita-cerita tradisional bahkan nyanyian anak-anak. Influenza yang menjangkiti delegasi negara-negara yang terlibat Perang Dunia I menyebabkan negosiasi untuk menghentikan perang menjadi lebih lunak.

Sebenarnya masih ada banyak wabah-wabah lain yang menyita perhatian dunia seperti virus ebola dan virus nipah. Namun virus-virus itu tidak merebak di Indonesia sehingga gaungnya kurang terdengar. Tetapi melihat pola dari masa ke masa, mutasi virus memang tak dapat dielakkan. Sudah seharusnya umat manusia untuk terus berjuang terutama dalam ilmu medis demi menemukan cara-cara baru untuk memerangi beragam penyakit yang mengancam kelangsungan hidup. Saat ini pun vaksin untuk virus corona tengah dibuat dan diperkirakan akan siap pada musim panas nanti.

Berkaca pada kondisi dunia di tahun 1918 ketika pemberitaan mengenai influenza dikesampingkan, wabahnya justru menyebar luas. Masyarakat yang tidak memiliki persiapan dan tidak tahu menahu tak mampu menghadapinya. Apalagi masih adanya kepercayaan untuk memilih pengobatan tradisional dan tidak mengubah gaya hidup akan semakin mempersulit manusia untuk hidup sehat.

Namun pemberitaan mengenai virus corona yang masif akhir-akhir ini pun dapat berbahaya karena menciptakan kekhawatiran berlebihan. Padahal, alam akan selalu memunculkan kejutan-kejutannya dan kita sebagai manusia hanya memiliki pilihan untuk tetap berjuang.

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama