Jumlah Pasien Meledak, Rumah Sakit Swasta Bingung Kurangnya fasilitas ?



Jumlah Pasien Positif Korona Meledak menjadi 15.000 Lebih, sementara datanya tidak dibuka semua, serta fasiliatas RS sawasta yang terbatas. Hal inilah yang menyebabkan kematian dan penularan yang bertambah.

Menurut Faqih, dari laporan sejawatnya di daerah, sebagian pasien terpaksa dirawat di rumah sakit non-rujukan karena rumah sakit rujukan penuh. Banyak rumah sakit rujukan merawat pasien dengan gejala ringan. Semestinya, dia menjelaskan, rumah sakit rujukan hanya diperuntukkan bagi pasien bergejala berat dengan pneumonia. Yang bergejala ringan sampai sedang cukup dirawat di rumah sakit darurat seperti Wisma Atlet.

Namun Faqih dan koleganya tak bisa urun rembuk soal pengaturan itu karena pemerintah enggan membuka kondisi dan posisi pasien. “Kalau tahu posisi pasien dan kondisinya, kita tahu cara mengaturnya,” ujarnya.

Adapun Sagiran menilai kesulitan rujukan tersebut terjadi lantaran pemerintah daerah tak punya data sumber daya di rumah sakit rujukan, seperti jumlah dokter, ventilator, kamar unit perawatan intensif, dan ruang isolasi. Ia sudah berkali-kali mendorong Gugus Tugas daerah mendatanya. “Saya usulkan kumpulkan organisasi profesi IDI, perawat, apoteker. Enggak dipenuhi,” tuturnya.

Seorang anggota Gugus Tugas Covid-19 mengatakan salah satu penyebab penuhnya ruang perawatan adalah lamanya proses hasil pengecekan laboratorium untuk mengkonfirmasi pasien positif Covid-19. Hampir setiap hari pasien di rumah sakit rujukan menjalani tes usap (swab) untuk melihat adanya kuman yang menyebabkan penyakit itu. Jika kuman sudah tak ditemukan, mereka diizinkan pulang. Proses pengumuman itu memakan waktu sekitar lima hari, sehingga sebagian pasien yang mungkin sudah sembuh masih menempati kamar perawatan.

Kepala Pusat Pengendalian Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Bambang Surya Putra mengatakan proses rujukan juga menjadi ribet lantaran belum semua rumah sakit menyetorkan data kondisi masing-masing setiap hari di situs rumah sakit yang dikembangkan Kementerian Kesehatan. Padahal, dia menerangkan, data tersebut diperlukan untuk mengetahui kondisi pasien dan ketersediaan sumber daya di setiap rumah sakit.

Data itu juga bisa digunakan para dokter untuk mencari lokasi rumah sakit rujukan yang masih punya kamar kosong. “Tapi, mungkin, karena sangat sibuk, mereka tak sempat mengisi,” ucapnya. Sampai pekan lalu, dari 2.899 rumah sakit di Tanah Air, baru sebagian yang melaporkan datanya.

Karena lambatnya pelaporan itu, Kementerian Kesehatan mengeluarkan maklumat bagi semua rumah sakit. Surat tertanggal 17 April 2020 meminta semua rumah sakit melaporkan data kondisi mereka. Sehari kemudian, sudah ada 2.456 rumah sakit yang menyetorkan data.

Pelaksana tugas Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Dody Ruswandi, juga menyebutkan Gugus Tugas sedang meminta data ke sebagian rumah sakit rujukan. Data tersebut antara lain mengenai kondisi pasien yang ditangani dan fasilitas yang dimiliki. Dari pemetaan itu, pemerintah berencana menentukan strategi jika terjadi lonjakan jumlah pasien. “Untuk mengantisipasi kasus ke depan,” ujarnya.

Menurut Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Susi Setiawati, langkah antisipasi lain yang diambil pemerintah untuk mengatasi ledakan kasus Covid-19 adalah meminta semua rumah sakit, termasuk yang bukan rujukan, bersiap menangani pasien corona.

Rumah sakit Sagiran salah satu yang sudah bersiap. Ia menyulap area tempat parkir rumah sakitnya menjadi ruang isolasi seadanya untuk pasien yang diduga terinfeksi corona. Ruangan berukuran 6 x 6 meter itu diisi tiga kasur dengan penyangga berkarat yang masing-masing dibatasi tirai plastik hijau dan dilengkapi tiga tabung oksigen, kursi roda, kipas angin, serta kursi plastik. Mereka kini menampung delapan pasien dalam pengawasan dan 49 orang dalam pengawasan. ODP ditempatkan di kamar rawat umum.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Brian Sriprahastuti mengatakan Gugus Tugas akan mulai membicarakan imbas pada layanan kesehatan lain pekan depan. Menurut dia, ada pelayanan kesehatan yang tidak bisa ditunda, di antaranya pemeriksaan kehamilan dan persalinan, imunisasi, serta pengobatan penyakit infeksi kronis. Juga pelayanan kesehatan khusus lain seperti hemodialisis dan transfusi darah. “Nantinya, layanan kesehatan yang bersifat emergensi tetap dijalankan,” kata anggota Gugus Tugas itu.

Sebagian rumah sakit swasta, Susi melanjutkan, juga sudah membatasi layanan sejak terjadi pandemi. Mereka meminta beberapa golongan pasien, seperti berusia lanjut, memiliki penyakit kronis, dan anak-anak berkebutuhan khusus, tak berobat ke rumah sakit kecuali dalam keadaan darurat. Mereka khawatir orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh tak prima ini malah terkena Covid-19 di rumah sakit. “Sebagian pasien lain juga mungkin takut berobat karena sedang ada wabah,” tuturnya.


0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama