KASUS Djoko Tjandra ramai diperbincangkan setelah keberadan nya diketahui di Indonesia . Informasinya lagi yang menyakitkan hati rakyat koruptor Bank Bali sudah tiga bulanan dia ada di indonesia, kok Baru sekarang terbukanya. Oleh karena itu DPR meminta Jaksa Agung untuk segera menangkap buronan kelas kakap itu.
Djoko Tjandra merupakan satu dari sejumlah nama besar yang terlibat dalam kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Padahal Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar. Jaksa Ridwan Moekiat juga menyebutkan soal adanya pertemuan 11 Februari 1999 di Hotel Mulia yang dipimpin AA Baramuli yang membicarakan soal klaim Bank Bali. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketui oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa itu. Alasannya, soal cessie bukan perbuatan pidana melainkan masalah perdata.
Dengan demikian, Djoko
yang akhirnya terbebas dari dakwaan telah melakukan tindak pidana korupsi ini
tidak bisa lagi dikenai tahanan kota. Kasus Djoko S Tjandra, tidak hanya
memancing diskusi dan seminar, akan tetapi juga aksi unjuk rasa. Seperti yang
terjadi di depan Kejaksaan Agung pada 23 Agustus 1999 oleh kelompok Pemuda
Pancasila (PP) . Sehingga Atas putusan
itu, JPU Moekiat mengajukan perlawanan (verset) ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI
Jakarta. Menurut Panitera PN Jakarta Selatan M Jusuf, PT DKI Jakarta tanggal 31
Maret 2000 memutuskan, dakwaan JPU dibenarkan dan pemeriksaan perkara Joko
Tjandra dilanjutkan. Oleh karena itu, pemeriksaan perkara dilanjutkan kembali
dengan acara pemeriksaan saksi pada 1 Mei 2000,
Dalam sidang itu, JPU
Moekiat menghadirkan empat saksi, yaitu dua Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI)
Iwan Ridwan Prawiranata dan Subarjo Joyosumarto serta dua staf BI, Dragon Lisan
dan Adnan Djuanda. Namun, Djoko kembali lolos dari jerat hukum. Majelis hakim
menilai kasus Bank Bali dengan terdakwa Djoko Tjandra bukan merupakan kasus
pidana melainkan perdata.
Dalam putusan itu,
disebutkan bahwa dakwaan JPU yang menyatakan bahwa Djoko telah mempengaruhi
para pejabat otoritas moneter guna memperlancar pencairan klaim Bank Bali pada
Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), sama sekali tidak terbukti. Berdasar
keterangan para saksi dari kalangan otoritas moneter, dalam hal ini BI dan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) di persidangan, tidak ada satu pun yang
menyatakan telah dipengaruhi oleh Djoko.
Sementara mengenai
pertemuan tanggal 11 Februari 1999 di Hotel Mulia, yang disebut adanya usaha
Djoko untuk memperlancar pencairan klaim Bank Bali, tidak terbukti mengingat
hanya satu orang saksi, yaitu Firman Soetjahya
Jaksa Agung Marzuki
Darusman menyatakan, dirinya tidak menduga Djoko akhirnya dinyatakan bebas dari
tuntutan hukum. "Putusan itu di luar dugaan. Sama sekali di luar dugaan.
Tetapi ini tak menghentikan proses hukum, karena belum selesai. Karena itu,
Kejaksaan akan melanjutkannya dengan kasasi,
Dalam kasasi itu, jaksa
juga menguraikan kelemahan putusan majelis hakim yang menilai perjanjian cessei
yang dituduhkan kepada Djoko adalah murni perdata.
Namun, lagi-lagi majelis
hakim menolak kasasi yang diajukan oleh Kejaksaan Agung itu. Pada 15 Oktober 2008, jaksa mengajukan PK
terhadap putusan kasasi MA terkait dengan terdakwa Djoko yang dinilai
memperlihatkan kekeliruan yang nyata.
Menurut jaksa, putusan
majelis kasasi MA terhadap Djoko, Pande, dan Syahril berbeda-beda. Padahal,
ketiganya diadili untuk perkara yang sama, dalam berkas terpisah. Akhirnya Mahkamah
Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia
Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun.
Mereka terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara
pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali. MA juga memerintahkan dana
yang disimpan dalam rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546
miliar dirampas untuk negara. Sidang peninjauan kembali yang diketuai Djoko
Sarwoko, dengan anggota Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, I Made Tara,
dan Suwardi. MA juga memerintahkan agar dana yang disimpan di rekening dana
penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dikembalikan kepada negara.
Sebelum ditangkap Djoko Tjandra Kabur ke luar negeri, Keberadaan Djoko
diketahui melarikan diri ke Papua Nugini
sebelum dieksekusi.
Kaburnya Djoko sebelum di
eksekusi diduga karena bocornya putusan
peninjauan kembali oleh MA. Ketua MA Harifin A Tumpa mengakui kemungkinan
bocornya informasi putusan. Namun, informasi yang dibocorkan belum tentu
akurat. Harifin menyatakan, tidak mungkin bocoran informasi itu berasal dari
majelis hakim yang menangani peninjauan kembali Joko Tjandra.
Pada 2012, Djoko diketahui
telah berpindah kewarganegaraan menjadi warga Papua Nugini. Djoko S Tjandra
berada di luar negeri dan pindah kewarganegaraan. Tentu akan ditindaklanjuti
proses meminta pertanggungjawaban yang bersangkutan terkait dengan kasus yang
sekarang dihadapinya.
8 tahun berlalu tiba tiba,
Djoko S Tjandra mengajukan PK sendiri, padahal dirinya masih di buru polisi dan
kejaksaan untuk dieksekusi. Sepertinya djoko, mempermainkan aparat Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan mudahnya dia
membuat KTP Elektronik dan juga bebas berkeliaran selama tiga bulan di jakarta.
Padahal aparat yang dihubunginya tahu bahwa djoko adalah buronan, begitupun
pengacara yang mendampingi..haruskah kasus ini bebas begitu saja atau diusut
tuntas ?