Saling Berbagi Hadiahlah Kalian Akan Saling Mencintai
Imam Syahid Hasan Al Banna menceritakan dalam buku catatan hariannya: "Suatu kali aku sudah mengatur jadwal untuk mengajar di masjid di daerah Ismailiyah antara Maghrib dan Isya. Alhamdulillah, banyak masyarakat setempat yang antusias untuk mendengar dan terlihat pengaruh positif dari penyampaian ketika itu.
Sayangnya, ada seorang syekh yang lebih senior, suka berdebat dan memperhatikan hal tetek bengek yang tidak esensi untuk mengganggu suasana pengajian berusaha untuk membuatku kerepotan. Ketika itu aku menyampaikan kisah Nabi Ibrahim.
Tiba-tiba Syekh tersebut bertanya kepadaku: Siapa nama ayah Nabi Ibrahim?
Aku menjawab: Nama ayahnya Tarikh, sedangkan Azar yang disebutkan dalam al Qur'an adalah nama pamannya. Dan orang Arab biasa menyebut pamannya dengan panggilan "ayah". Hal seperti itu tidak ada masalah.
Aku menyebut namanya: !"Tarikh".
Syekh itu membantah: "Namanya bukan Tarikh, tapi Tarukh.
Aku menjawab: Tidak ada masalah. Namanya bukan berasal dari bahasa Arab. Cara membacanya akan betul bila kita tahu bahasa aslinya. Yang penting di sini pelajaran dan nasehat yang dapat diambil dari kisahnya.
Syekh kampung ini ingin menggunakan gaya seperti itu setiap ada pengajian atau pelajaran untuk membuat orang umum dan para pendengar meninggalkan pengajian.
Aku berfikir bagaimana caranya untuk mengatasi permasalahan ini?
Suatu kali aku mengundangnya untuk datang ke rumahku. Sesampai di rumah aku memuliakannya sebagai tamu terhormat. Sebelum ia pulang aku memberinya hadiah dua buah buku.
Dia begitu senang dan gembira dengan undangan dan jamuanku. Semenjak itu dia selalu hadir di pengajianku, bahkan mengajak orang lain untuk ikut hadir dengan rayuan. Hobi berdebatnya pun langsung hilang seketika.
Benarlah sabda Rasulullah: "Saling memberi hadiahlah akan tumbuh di hatimu rasa saling mencintai".
Namun sayang, cara ini justru digunakan para bedebah untuk menundukkan para pejuang supaya mau masuk ke dalam kolamnya. Betapa banyak para pahlawan mengambil pensiun dini gara-gara jamuan makan siang dan bingkisan sepulang dari rumah si pecundang.
Wahai para pejuang...!
Kalau kau mau selamat dan nama baikmu tidak tercemar, jangan sekali-kali kau hadir makan siang di rumah cecunguk. Kau tak akan kelaparan juga kalau kau tidak makan di rumahnya.
Ku yakin kau paham apa yang ku maksud.