Prospek
Ekonomi Indonesia 2019
“Apakah
Gali Lubang Tutup Lubang ?”
Oleh
: Helmi Adam
Tahun
2018 pemerintah mampu menekan angka
defisit keseimbangan primer menjadi hanya sebesar Rp 1,8 triliun. Keseimbangan
primer dalam APBN adalah pendapatan dikurangi belanja negara, tanpa memasukkan
bunga utang. Artinya, bila keseimbangan primer bisa surplus, pemerintah tidak
perlu utang baru untuk membayar pokok cicilan utang yang ada.
Penurunan defist
keseimbangan primer yang tajam disebabkan :
Pertama ; Peningkatan Pendapatan Negara Bukan
Pajak (PNBP) 2018 yang signifikan sebesar 30,81% dibanding tahun sebelumnya
(YoY)
Kedua ; Harga beberapa komoditas, terutama batu bara dan minyak bumi yang naik menjadi alasan di balik tingginya PNBP 2018.
Kedua ; Harga beberapa komoditas, terutama batu bara dan minyak bumi yang naik menjadi alasan di balik tingginya PNBP 2018.
Ketiga depresiasi rupiah
tahun 2018 menjadi berkah bagi PNBP, dengan nilai tukar rata-rata dolar di posisi Rp 14.229,
Lalu pertanyaan berikutnya bagaiman Prospek 2019 ? harga beberapa komoditas andalan Indonesia berpotensi tak akan sebagus tahun lalu karena dipengaruhi kondisi perekonomian global yang masih tak pasti.
Pertama : harga minyak dunia yang cendrung turun dilihat dari membanjirnya produksi minyak AS sudah meningkat lebih dari 2 juta barel/hari sejak awal 2018 dan telah mencetak rekor baru (12 juta barel/hari). Hal ini didukung oleh cuitan twiiter Donald Trump "Harga minyak naik terlalu tinggi. OPEC, mohon rileks dan santai saja. Dunia tidak bisa menanggung kenaikan harga [minyak]. Terlalu riskan!" (Akun Twitter pribadinya). Cuitan Trump ini membuat harga minyak anjlok lebih dari 3% dalam satu malam.
Kedua komoditas Batubara yang merupakan andalan Indonesia dengan menyumbang sekitar 15% dari total ekspor non-migas, sudah terpangkas sekitar 6% sejak awal tahun 2019 dan masih belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan.
Ketiga pertumbuhan ekonomi China tahun 2018 yang berada di posisi paling rendah sejak 1990. Ekonomi China yang melambat, akan mengurangi permintaan batu bara yang berpotensi menurunkan harga.
Oleh karena itu pemerintah perlu menyiapkan strategi yang dapat mencegah defisit keseimbangan primer. Bila tidak, maka akan seperti lagu Rhoma Irama “gali lubang tutup lubang” untuk membiayai utang.
Lalu pertanyaan berikutnya bagaiman Prospek 2019 ? harga beberapa komoditas andalan Indonesia berpotensi tak akan sebagus tahun lalu karena dipengaruhi kondisi perekonomian global yang masih tak pasti.
Pertama : harga minyak dunia yang cendrung turun dilihat dari membanjirnya produksi minyak AS sudah meningkat lebih dari 2 juta barel/hari sejak awal 2018 dan telah mencetak rekor baru (12 juta barel/hari). Hal ini didukung oleh cuitan twiiter Donald Trump "Harga minyak naik terlalu tinggi. OPEC, mohon rileks dan santai saja. Dunia tidak bisa menanggung kenaikan harga [minyak]. Terlalu riskan!" (Akun Twitter pribadinya). Cuitan Trump ini membuat harga minyak anjlok lebih dari 3% dalam satu malam.
Kedua komoditas Batubara yang merupakan andalan Indonesia dengan menyumbang sekitar 15% dari total ekspor non-migas, sudah terpangkas sekitar 6% sejak awal tahun 2019 dan masih belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan.
Ketiga pertumbuhan ekonomi China tahun 2018 yang berada di posisi paling rendah sejak 1990. Ekonomi China yang melambat, akan mengurangi permintaan batu bara yang berpotensi menurunkan harga.
Oleh karena itu pemerintah perlu menyiapkan strategi yang dapat mencegah defisit keseimbangan primer. Bila tidak, maka akan seperti lagu Rhoma Irama “gali lubang tutup lubang” untuk membiayai utang.
Penulis Direktur Syafaat Foundation