Oleh Helmi Adam
Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) telah mengajukan daapatna pinjaman ke Bank Dunia melalui persetujuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Alasanya untuk mendongkrak kualitas madrasah swasta maupun negeri. Sehingga Kemenag mengusulkan sebuah proyek di Bank Dunia lewat dana PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), Proyek itu disebut Reformasi Kualitas Pendidikan Madrasah. Nilai proyek pinjaman ke Bank Dunia tersebut cukup besar. Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya proyek 'Reformasi Kualitas Pendidikan Madrasah' tersebut disetujui oleh Bank Dunia dengan Nilainya Rp 3,7 trillion.
Padahal untuk mendongkrak kualitas madrasah, tidak perlu meminjam dana dari Bank Dunia. Masih banyak sumber dana lain yang bisa digunakan untuk mendongkrak kualitas madrasah, antara lain, dana abadi pendidikan dan APBN yang sudah 20 % untuk pendidikan. Jiak APN kita sudah 2.000 Trilyum, itu artinay ada dana 400 Trilyun buat pendidikan, 3,7 trilyun adalah uang yang tidak besar bagi APBN kita. Karena Pinjaman sebesar ini, bisa berpotensi dikorupsi Oleh pelaksananya. Belum lagi komisi atas pencairan dana dari bank dunia.
Masalahnya mungkin APBN untuk pendidikan 20 persenya yang bermasalah. Karena memasukkan semua anggaran departement, seperti seminar, pendidikan dan pelatihan sebagai anggaran pendidikan. Sehingga anggaran tidak terfokus pada pendidikan formal generasi bangsa. Seharusnya ada penetapan di UU APBN untuk kejelasanya, misalkan dari 400 trilyun lebih dana pendidikan di berikan ke kedepartemen Pendidikan 50 persen dan ke kemenag 25 persen, sisanya diberikan keseluruh departemen yang menyelengarakan pendidikan. Hal ini penting, agar pendidikan di Indonesia bisa lebih baik lagi.
Yang paling mengerikan adalah masalah hukum islamnya, apakah dana itu halal, atau haram, mengingat uangnya diambil dari uang riba. Kasiahn guru guru id madarasah mendapatkan uang riba, dan menjadi tanggungan di akherat. Belum lagi ilmu yang didapatkan para pelajar di madrasah. Padahal bisa saja Kemenag meninjam dari IDB atau Islamic Development Bank. Memang tidak “nyaman” meminjam dari IDB, bukan rahasia umum lagi, bahwa pinjaman ke IDB tidak menguntungkan bagi pelaksananya. Karena tidak ada komisi, selain itu juga IDB sangat ketat mengawasi pinjaman, apalai bebentuk infrastruktur.
IDB sendiri perch akan memberikan Hibah ke Indonesia, namun sayangya, tidak dimanfaatkan oleh Indonesia, karena bukan berbentuk uang tunnan, akan tetapi barang barang yang dibutuhkan, dan IDB langsung yang akan mengerjakan, sehingga tidak ada sang yang data dipermainkan. Semoga Stakeholder pendidikan Madrasah bisa menyadari hal ini..
Penulis adalah Alumni Akademi Kajian Islam dan Masyarakat Ar Risalah milik Almarhum Prof. Dr. Deliar Noer.