Oleh
Helmi Adam
Adam
Smith, selain menulis buku ekonomi dan moral, dia juga menulis buku tentang
astronomi. Sebagai seorang pemikir dia memiliki pandangan yang berbeda ketika
memberikan penjelasan dan argumentasi atas masalah yang berbeda.
Seperti dalam Theory of Moral Sentiment dan Astronomy, Adam Smith menjelaskan
dengan mengaitkan pada penciptaan Tuhan; Berbeda dengan the Wealth
of Nations, Adam sama sekali tidak memberikan penjelasan teologis,
sepertinya Tuhan tidak ikut campur. Bagi Adam Smith, menurut Andy Denis, aktivitas
ilmiah memiliki tujuan dan kecenderungan yang jelas, yakni rekonsiliasi dengan
apa yang ada.
Tujuan
sistem pemikiran bukanlah untuk mengungkap kebenaran tentang bagaimana dunia
ada, namun untuk menenangkan imajinasi, yang sebelumnya manusia disuguhi oleh
kekaguman terhadap keajaiban dunia. Ilmu, bagi Adam Smith, berangkat dari
fenomena membandingkan dengan sejumlah fenomena lainnya. Ilmu tidak
mampu mencapai realitas yang sesungguhnya. Karena realitas bersifat dinamis
Smithian
memberi kita sebuah visi yang koheren dan saling berhubungan tentang dunia.
Bagi Smith, alam semesta adalah mesin yang dikendalikan oleh ilah yang maha
kuasa, maha tahu dan maha baik. Satu satunya tujuan mesin tersebut
adalah untuk memaksimalisasi kebahagiaan:‘Ada ilahi yang berkebajikan dan
bijaksana, abadi, merencanakan dan mengatur mesin raksasa alam semesta,
demikian sepanjang masa untuk menghasilkan jumlah kebahagiaan yang sebesar
mungkin. Pandangan Smith dalam ekonomi bersifat agnostic.
Dengan
demikian dunia itu sempurna: kita menjalani hidup di dalam ‘yang terbaik dari
semua dunia yang mungkin’ Smith seorang yang optimistik. Karena dunia adalah
sungguh-sungguh sempurna, berbagai kesulitan yang kita hadapi terjadi karena
keterbatasan kita, memandang dunia secara parsial, kegagalan kita untuk melihat
‘seluruh hubungan dan ketergantungan segala sesuatu’, kita mengkaji dunia dengan berpikir
untuk menemukan kebenarannya sehingga dengan menggunakan cerita yang lebih
menyenangkan tentang dunia kita kemungkinan untuk berdamai dengannya (Denis,
2001).
Pandangan
Smith tentang dunia dalam wealth of nations juga tercermin dalam pemikiranya
nya tentang manusia. Smith mengganggap manusia sebagai serigaa satu sama
lainya. Smith menanalogikan tentang anak anjing : “Seekor anak anjing
mengipas-ngipaskan ekornya, dan seekor anjing spaniel berusaha melalui atraksi
ribuan kali untuk mendapatkan perhatian tuannya yang sedang makan malam, ketika
ia ingin diberi makan oleh tuannya. Manusia sering kali menggunakan seni yang
sama terhadap sesamanya, dan ketika dia tidak memiliki cara yang lain untuk
melibatkan mereka untuk berbuat menurut keinginannya, berusaha mendapatkan
perhatian dengan merendahkan diri. Namun, dia tidak memiliki waktu untuk
melakukan hal ini pada setiap kesempatan” (Smith, 1904).
Menurut
Adam Smith, manusia senantiasa perlu bekerja sama dan saling membantu, karena
manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya dengan memuaskan tanpa ada
keterlibatan orang lain. Lain halnya yang terjadi pada hewan, ketika hewan
telah tumbuh dewasa dan matang dia dapat mandiri dan dalam keadaan
alamiahnya, hewan tidak perlu membantu hewan lain, apalagi membantu hewan lain
yang berbeda jenisnya. Berbeda Manusia, kata Adam Smith: “hampir terus-menerus
memiliki kesempatan untuk membantu sesamanya, dan adalah sia-sia baginya untuk
berharap bantuan dari orang lain semata-mata karena kebaikan hati. Karena
manusia menjadi lebih kuat jika dia dapat memperhatikan cinta-diri
atau kepentinganya mereka sendiri dalam kebaikan hatinya. Tidak ada makan siang
gratis bagi manusia.
Siapa
pun yang memberikan penawaran kepada orang lain, adalah untuk
melakukan kepentingannya sendiri. Berilah sesuatu yang saya inginkan, dan Anda
akan mendapatkan sesuatu yang Anda inginkan, adalah makna dari setiap
penawaran; dan dengan cara inilah kita satu sama lain saling mendapatkan bagian
persediaan barang yang jauh lebih besar yang kita butuhkan” (Smith, 1904: 10).
Manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya tidak dapat hanya mengandalkan
kepada kebaikan hati orang lain, bukan pula pada sisi kemanusiaan orang lain,
karena setiap tindakan manusia termasuk jika berbuat baik kepada orang lain
sebenarnya karena dia mencintai dirinya sendiri. Barang kali,
ungkapan yang tepat untuk zaman sekarang bahwa tidak ada yang gratis di dunia
ini.
Itulah mengapa pengusaha di Indonesia
kurang memiliki sifat kemanusiaan yang hakiki. Ini bisa dilihat dari
keinginananya yang mengumpulkan capital sebanyak banyaknya, tanpa memperdulikan
masyarakat sekitarnya, karena CSR adalah kewajiban dari pemerintah seringa
mereka mengeluarkan. Dan sialnya kewajiban CSR pun ada pamrih yang diharapkan.
Jangan heran kalau gaji buruh selalu
ditekan, untuk mengejar keuntungan semata. Oleh karena dalam revolusi 4.0 orientasiya
pada tugas dengan menghemat biaya biaya, mereka melakukan otomatisasi, sehingga
manusia tidka id butuhkan. Berbeda dengan society 5.0, pengusaha harus
memandang pekerja sebgai pelanggan, sehingga harus dilayani Karena nilai tambah
pekerja sebgai konsumen yang menggerakkan ekonomi amat penting.
Di dunia politik pada saat ini, sangat terlihat teori Adam Smith,
seperti diangkatnya Yusril Ihza Mahendra sebagai Pengacara TKN, hal ini menyebabkan
Yusril kehilanagn daya kritisnya. Karena pada dasarnya menurut Adam Smith,
Manusia cinta pada Dirinya sendiri. Oleh karena ilmu ekonomi memasukan etika
bisnis, tapi penjelsan etika bisnis pada dasarnya karena kecintaan pada diri
sendiri, bukan manusia sebegai rahmatan lil alamin, ikhlas tanpa pamrih….