Tol Laut, Bikin Pelayaran Swasta Bangkrut ?




Oleh Wahyu H 

Tol Laut harus tengah dibenahi, karena program ini, masih sarat dengan inefisiensi. Dari Mulai masalah teknis, hingga kapal telat sandar di pelabuhan tujuan. Pembenahan Tol Laut sebetulnya harus dilakukan tidak hanya pada saat ini saja. akan tetapi sudah dilakukan jauh sebelumnya jokowi terpilih. Persoalan utamanya adalah target yang dicanangan, seperti  disparitas harga antara Jawa dan luar Jawa,  yang sampai saat ini tidak bisa dipenuhi. Kementerian Perhubungan mengakui hal DPR RI pun mengamini inefisiensi program Tol Laut sehingga Parlemen belum menyetujui kelanjutan program tersebut. Kemenhub  mengajukan kebutuhan subsidi Tol Laut sebesar Rp349,8 milyar untuk tahun 2020, karena  DPR tadi tidak mau menghentikan program ini, dengan alasan masih bermanfaat. Hanya saja, besaran anggaran yang disetujui akan dikurangi dari yang diusulkan.

Tol Lauti tidak atau belum efisien, karena adanya kesalahan konsep yang mendasar dalam program ini. Kesalahan konsep itu adalah anggapan pemerintah tentang masalah  kargo, dan  disparitas harga, yang dikarenakan oleh  Kinerja yang buruk di sektor pelayaran. Padahal Pelayaran dalam pengertian ekonomi,  hanyalah penopang geliat ekonomi yang lebih besar. Jika ekonomi berjalan baik, maka pelayaran juga akan sehat. Sehingga kalau semua berjalan, tidak perlu ada subsidi lagi.

Sejarahnya Tol laut dilahirkan ketika dalam debat/kampanye pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla di Pilpres 2014. Program ini, awalnya disiapkan untuk tidak disubsidi, namun, ketika program Tol Laut dilaksanakan pada tahun 2015, pemerintah justru  memberikan subsidi untuk mendukung operasional setiap tahun-nya. Sehingga dapat dipastikan dalam 5 tahun ke depan, program ini akan terus disubsidi. Tol laut sendiri lahir, dari sebuah gagasan besar kejayaan maritim nusantara. Lahir dengan nama Pendulum Nusantara, dimana pelabuhan-pelabuhan utama di dalam negeri akan dilayani kapal peti kemas berukuran sekitar 4.000-5.000 TEUs (twenty-foot equivalent units) yang bergerak seperti bandul jam. Kargo besar diangkut oleh kapal-kapal Pendulum Nusantara, yang  dioperasikan oleh swasta nasional, dan selanjutnya akan dipindahmuatkan  ke kapal-kapal yang lebih kecil, yang dioperasikan oleh swasta, menuju pelabuhan-pelabuhan penyangga pelabuhan utama. Dalam dunia pelayaran hal ini dikenal dengan istilah, hub and spokehub artinya pelabuhan utama sedangkan spoke artinya pelabuhan penyangga.

Dalam program Tol Laut, kapal-kapal Perintis masih bergerak dari pelabuhan utama/hub menuju pelabuhan penyangga atau spoke.
Selanjutnya kapal-kapal tersebut, menujudaerah 3TP atau Terluar, Tertinggal, Terdepan, dan Perbatasan, kemudian kapal tersebut kembali ke pelabuhan utama. Program Tol Laut terdiri dari ; pelayaran perintis, pelayaran penumpang, kapal barang, dan kapal ternak, yang Semuanya disubsidi. Disinilah masalahnya dimulai, karena jauh sebelum program Tol Laut diluncurkan oleh Jokowi, sudah ada trayek pelayaran dari pelabuhan utama menuju berbagai pelabuhan di daerah yang dilayani oleh perusahaan pelayaran swasta. Begitupun di pelabuhan-pelabuhan penyangga, telah ada pelayaran swasta yang  membawa komoditas ke pelabuhan yang lebih kecil (daerah 3TP).

Saat itu harga freight ditetapkan sesuai dengan mekanisme pasar. Masalahnya hanya pada rutinitas jadwal kedatangan kapal, khususnya di daerah terdepan, terluar, tertinggal, dan perbatasan, yang sangat terbatas. Hal inilah yang mendorong pemerintah Presiden Soeharto kala itu, untuk meluncurkan program kapal perintis. Presiden-presiden setelah Soeharto meneruskan kebijakan tersebut dan  dalam masa pemerintahan Jokowi, diganti labelnya   jadi Tol Laut. Kapal-kapal Tol Laut mendapat subsidi, hal ini berakibat pada kapal swasta, yang kebetulan memiliki lintasan yang sama dengan kapal-kapal Tol Laut, akan  mengalami kesulitan untuk bersaing. Seperti biaya container, kapal swasta harganya Rp 15 juta, sedangkan tarif kapal Tol Laut harganya Rp 8 juta. Padahal Harga Rp 15 juta adalah harga pasar pada trayek itu. Bila pemilik barang menggunakan kapal Tol Laut, mereka akan mendapat subsidi senilai Rp 7 juta, sedangkan swasta mati kutu.

Walaupun menurut ketentuan kapal-kapal Tol Laut dikhususkan untuk membawa barang kebutuhan pokok dan barang penting seperti obat-obatan, susu, dan lain sebagainya. Akan tetapi kapal-kapal swasta juga mengangkut barang yang sama hanya saja pengguna jasa (shipper) mereka, bahkan mereka sendiri, tidak mendapat subsidi.  Oleh karena itu, perlu ada solusi, agar dunia pelayaran sehat kembali, yaitu dengan mengembalikan Tol Laut menjadi pelayaran perintis, sehingga pelayaran sehat kembali, dan pelayaran yang sehat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi. Jadi apakah konsep Tol laut, lebih baik kelaut aja ?

Penulis Adalah Praktisi Pelayaran Indonesia






0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama