Oleh Helmi Adam
Kantor
Pos pertama didirikan di Batavia (sekarang Jakarta) oleh Gubernur Jenderal G.W
Baron van Imhoff pada tanggal 26 Agustus 1746 dengan tujuan untuk lebih
menjamin keamanan surat-surat penduduk, terutama bagi mereka yang berdagang
dari kantor-kantor di luar Jawa dan bagi mereka yang datang dari dan pergi ke
Negeri Belanda. Sejak itulah pelayanan pos telah lahir mengemban peran dan
fungsi pelayanan kepada publik.Setelah Kantorpos Batavia didirikan, maka empat
tahun kemudian didirikan Kantorpos Semarang untuk mengadakan perhubungan pos
yang teratur antara kedua tempat itu dan untuk mempercepat pengirimannya. Rute
perjalanan pos kala itu ialah melalui Karawang, Cirebon dan Pekalongan
Status
PT Pos Indonesia dimulai dari Jawatan PTT (Post, Telegraph dan Telephone).
Badan usaha yang dipimpin oleh seorang Kepala Jawatan ini operasinya tidak
bersifat komersial dan fungsinya lebih diarahkan untuk mengadakan pelayanan
publik. Perkembangan terus terjadi hingga statusnya menjadi Perusahaan Negara
Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Mengamati perkembangan zaman dimana sektor
pos dan telekomunikasi berkembang sangat pesat, maka pada tahun 1965 berganti
menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan Giro), dan pada tahun 1978
berubah menjadi Perum Pos dan Giro yang sejak ini ditegaskan sebagai badan
usaha tunggal dalam menyelenggarakan dinas pos dan giropos baik untuk hubungan
dalam maupun luar negeri. Selama 17 tahun berstatus Perum, maka pada Juni 1995
berubah menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Pos Indonesia (Persero).
Namun sayangnya ketika di
tahun 2010, PT pos sudahberlangsung dengan perlahan tapi pasti,, PT Pos, mengalami penurunan usaha akibat
kemajuan teknologi digital. Akhinya PT POS Indonesia pada Bisnis paket kiriman uang Western Union. tapi sayangnya, Ditahun 2018, semua Usaha PT Pos Sudah bisa digantikan oleh HP, dari mulai
surat, jasa pengiriman uang sampai pengiriman barang. Yang anehnya bisnis PT
Pos Indonesia jalan ditempat, tidak inovatif. Sehingga tertingal jauh dari competitor
on line hingga jasa pengiriman barang, Padahal PT Pos memiliki jarinagn terluas harusnya bisa
lebih cepat besar. Jika saja PT Pos merubah cara berfikirnya tentu dengan cepat
menghasilkan uang dengan sumber daya yang dimilikinya. Sayangnya komisaris dan
direksi bukan orang orang kreatif, mereka rata rata mantan akuntan atau orang
keuangan yang terbiasa dengan pola laporan. Seherusnya di tunjuk orang yang
memiliki jiwa enterpreneur. Saya sendiri melihat persoalan yang dihadapi PT Pos akan semakin kompleks, karena melawan ego komisaris dan direktur yang tidak kreatif.
Lalu apakah saya mengkritik ini punya konsep untuk PT Pos Indonesia, Tentu saja
saya punya.
Tapi yang menarik bagi saya,
justru tanda tanda kebangkrutan makin nyata, dan komisaris serta jajaran
direktur tidak mau mundur dari jabatan seperti yang dilakukan jajaran direksi
krakatau steel yang “lempar handuk”. Padahal sebuah perusahaam yang meminjam
uang, untuk gaji karyawan-nya, merupakan indikasi kebangkrutan perusahaan. Karena
pinjamanya untuk kebutuhan Biaya tenaga kerja bukam untuk kebutuhan investasi
baru, tentu saja tiadak akan bisa dibayarkan, karena gaji memang merupakan
pengeluaran rutin suatu usaha. Bukan pengeluaran untuk investasi modal ataupun diversifikasi
usaha baru. apalagi tidak ada gebrakan berarti dari jajaran direksi untuk melakukan
inovasi usaha PT POS Indonesia.
Semua menjadi aneh bin
ajaib akhirnya, kalau PT POS Indonesia menjadi Bangkrut. Karena bukan kesalahan
dari karyawan tapi kesalahan dari direksi yang tidak punya visi digital kedepan
? walllahualam
Penulis adalah Direktur
Syafaat Foundation Indonesia.