Oleh Helmi Adam
Pertumbuah ekonomi di kuartal II
hanya mencapai 5.05 persen, turun jika dibandingkan dengan pertumbuhan di
kuartal 1 yang mencapai 5.07, bahkan jika dibandingkan dengan pertumbuhan di
kuartal II 2018, turun nya lebih jauh lagi, yaitu diangka 0.20 persen. Sehingga
sudah dipastikan PDB dan pertumbuhan ekonomi
tidak akan mencapai sesuai target.
Bank Indonesia menyalahkan perang
dagang AS dan Cina serta perlambatan ekonomi global, tapi mentri keuangan lebih
realistis, dia menyalahkan investasi yang loyo, dan juga ekpor yang semakin
turun. Sebenarnya sumbangsih terbesar turun nya pertumbuhan, dan PDB kita
adalah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto atau disingkat PMTB yaitu sebesar
5.01 persen pada kuartal II 2019, jauh dibandingkan dengan pertumbuhan pada
kuartal II 2018 yang tumbuh sebesar 5.85 persen.
Ditambah penurunan terjadi di
Industri manufaktur yang hanya tumbuh 3,54 persen, turun jika dibandingkan dengan
kuartal II tahun lalu, yang mencapai 3.88 persen. Hal ini menyebabkan merosotnya daya saing kita. Kita
lebih senang mengekpor barang mentah ketimbang barang jadi yang memiliki nilai
tambah.
Pertumbuhan di indutri manufaktur
dibantu oleh pemilu, hal ini terlihat dari
industri yang mengalami pertumbuhan besar pada manufaktur adalah tekstil, yaitu buat kaos presiden dan partai
politik, serta kertas, dan percetakan nya.
Semua digunakan untuk kepentingan kampanye, seperti membuat leaflet,
kartu nama dan spanduk.
Sementara di Industri manufaktur
lain nya turun. Padahal jika kita merujuk pada Kaurtal 3 dan 4 kedepan, sudah
tidak ada lagi pemilu, sehingga sudah bisa dipastikan, akan turun lebih dalam.
Bahkan untuk industri manufaktur
dari karet dan plastik mengalami kontraksi – 7 persen, khusus untuk plastic,
mungkin akan turun lebih tajam lagi, di kuartal ketiga, jika pajak terhadap plastic
di terapkan seperti rokok. Karana sampah plastik terbukti membahayakan lingkungan
hidup. Yang masih prospek adalah industri kardus, dan kertas, untuk pengganti
bungkus plastic, karena bisa tumbuh lebih baik lagi.
Dampaknya pada rupiah yang makin
loyo, dan terus turun, akibat dari kondisi ekonomi dalam, dan luar negeri yang
tidak menguntungkan. Selain itu IHSG pun kan lebih tidak menarik bagi investor asing,
ini bisa dilihat dari turun nya IHSG dari zona 6.000 kedepanya.
Kalau melihat tanda tanda
ekonomi, dari mulai penurunan PDB, hingga naiknya angka pengangguran, sangat
mengkhawatirkan. Apalagi melihat loyonya investasi, dan pembentukan investasi,
serta industri manufaktur, yang memburuk terus membuat ekomi Indonesia terncam
resesi
Yang jelas haarus ada langkah
langkah strategis, dan kongkrit, untuk menumbuhkan kembali PMTb, dan industri amnufaktur
melalui pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan, bukan sporadis, apalagi asla bapak senang
Penulis adalah Dosen Ilmu Ekonomi
Universitas Ibnu Chladun Jakarta