Dalam sejarah Indonesia, tidak ada yang sanggup melecehkan Qur an seperti PKI. Melalui LEKRA atau Lembaga Kesenian Rakyat, Ormas binaan PKI dengan mementaskan Ludruk berjudul "Matine Gusti Allah". Bahkan tidak sampai disitu, Pementasan pun ditutup dengan Kata kata penutup “Bengi Iki Gusti Allah Wis Mati, Sesuk Wis Ora Ono Gusti Allah” (Malam ini, Allah sudah Mati, besok tak Ada lagi Allah)
Pementasan keliling itu, berlangsung di desa Ngronggo, Kediri, Jawa Timur, tahun1964. Group Ludruk dan ketoprak ini juga, mementaskan keliling dari kampung, ke kampung di Jawa Tengah, dan Jawa Timur, antara tahun 1963,1964, dan 1965. Maklum saat itu belum ada youtube, WA maupun instagram. Sehingga pemenatsan dari kampung ke kampung sangat efektif.
Judul yang di pentaskan pun beragam dari mulai Lakon Gusti Allah Dadi Manten sampai Rabine Malaikat atau Kawinya malaikat. Mereka melakukan pementasan dengan maksud memberikan pelajaran tentng faham komunis melalui Seni budaya. Mencontoh Himpuan Seni Budaya Islam yang lebih dulu ada, adan mementaskan pertunjukan klasik dengan Lakon “Bilal Bin Rabah”, “Umar Ibnu Khatab” “Isra dan mij’rad” serta lain sebagainya.
Perbedaan HSBI dan Lekra kala itu, HSBI mementaskan pertunjukan dengan melibatkan Masyarakat setempat, sedangkan Lekra membawa rombongan sendiri untuk merekrut anggotanya dari kampung ke kampung.
Lahirnya LESBUMI milik NU dan ISM milik muhammadiah, tidak lepas dari pergolakan dijaman itu. Para seniamn HSBI lah yang mendukung kelahiaran LESBUMI maupun ISM.
Namun ketika pementasan HSBI jika pendukung Lekra ada disitu akan dilempari macam macam. Tapi ketika kesadaran tumbuh di kelomok NU yan di motori KH Yusuf Hasyim putra KH Hasyim Ashari yang mendirikan Anshor, lEkarapun muali dapat perlawanan. Peristiwa pembakaran buku Buya Hamka selaku ketua MASBI, (Majlis Seni Buadaya Islam, atau Dewan syuronya HSBI) dan teror terhadap seniman HSBI, saat itulah lekra medapat perlawanan dari Anshor dan
Banser.
Berikut catatan dalam buku H. Mun’im DZ, berjudul Benturan NU – PKI tahun 1948-1965. Yang menyebabkan terbunuhnya Kyai dan ulama NU kala itu.
Judul Gusti Allah Dadi Manten, dipentaskan di Prambontanggal 15 Januari 1965, akhirnya di gerebek Banser, dan berhasil dibubarkan.
Kemudian pementasan Rabine Gusti Allah Atau Perkawinan Allah, dipentaskan oleh LEKRA di kecamatan Kampak, di lindungi oleh Pemuda Rakyat, dan terjadi perkelahian dengan Pemuda Anshor waktu itu, dan berhasil dibubarkan.
Lakon Gusti Allah Mantu atau Allah Mungut Mantu, dipentaskan dikecamatan Papar , Kediri. Banser waktu itu tidak terlalu kuat dikecamatan tersebut, sehingga meminta bantuan kyai, dan ajaib, pemenatsan gagal , karena semua pemain dan pemuda rakyat yang melindungi LEKRA, tertidur semua.
Sama halnya yang dilakukan Kyai Jazuli pada pementasan LEKRA yang berjudul Kyai Bahrum, yang bercerita tentang pemilik pesantren yang suka mabuk,Berwatak culas, gemar main judi dan suka ribut dengan tetangga. Karena begitu kuatnay oemuda rakat yang melindunginya, Kyai Jazuli hanya melempar serpihan genteng ke tempat pementasan. Ajaib tak lama kemudian angina kencang memporak-porandakan pementasan tersebut, dan akhirnya batal dilaksanakan.
Kisah diatas bagaimana pemuda rakyat dihantam Anshor dan Banser, tapi kisah Anshor dan Banser yang dihantam dan dibunuh Pemuda rakyat lebih banyak dan kejam lagi. Sangat mengerikan jika di ceritrakan buku tersebut.
Yel yel PKI kala itu melawan kelompok Islam :
PONDOK BOBROK
LANGGAR BUBAR
SANTRI MATI
Semoga peristiwa ini tidak terulang kembali, karena menurut tetangga sebelah Histoire Se Repete atau Sejarah terulang, tanda tandanya sudah ada, dari mulai ulama atau ustadz yang dibunuh saat subuh oleh orang gila, hingga persekusi ulama..Benar atau tidak hanya sejarah yang kan menjawab…
Tulisan Dalam Rangka Ulang Tahun Himpunan Seni Budaya Islam tanggal 24 September 1956-2019 , 63 tahun HSBI mengabdi Negri,,,
Terimakasih mas Helmi