Devaluasi Yuan
oleh PBoC, berdampak pada nilai tukar mata uang Yuan terhadap Rupiah.
Pekan lalu, Yuan menyentuh level terlemah dua tahun berturut turut
terhadap rupiah.
Murahnya nilai tukar Yuan, tentunya akan memicu peningkatan permintaan
impor. Hal ini akan berakibat pada neraca perdagangan Indonesia, Inilah yang membuat
Jokowi “panas dingin” yaitu currency war.
Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) Pada semester I-2019, impor non-migas asal China
tercatat US$ 20,63 miliar dengan kontribusi 28,91% dari total impor Indonesia. Dengan
devaluasi yang dilakukan cina, maka akan menambah permintaan impor non migas dari
cina oleh Indonesia, karena semakin murahnya produk Cina.
Dengan demikian maka, defisit neraca perdagangan membengkak, maka akan
sulit untuk menekan defisit Transaksi Berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang selama
ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia.
Pada kuartal II-2019, CAD (defisit neraca berjalan) menembus level 3%
dari Produk Domestik Bruto (PDB), berada diangka 3,04%. sebelumnya pada kuartal
I-2019, CAD berada di level 2,6%. Secara nominal, CAD pada kuartal II-2019
adalah senilai US$ 8,44 miliar. Itu artinya CAD pada kuartal II-2019 lebih
naik/dalam lagi ketimbang CAD pada
periode yang sama tahun 2018, sebesar
3,01% dari PDB.
Meningkatnya impor akibat rendahnya nilai tukar Yuan, menyebabkan akan tertekannya CAD, bisa kembali ke bawah 3% dari PDB.
Jika Amerika Serikat kemungkinan akan melakukan hal yang
sama, dengan mendevaluasi dolar AS, maka akan terjadi currency war atau perang mata uang yang berdampak pada Indonesia.
Potensi currency war sudah serius dan terjadi sejak pekan lalu, pergerakan mata uang yen Jepang yang terus menguat merupakan tanda semakin tidak pastinya dunia.
Potensi currency war sudah serius dan terjadi sejak pekan lalu, pergerakan mata uang yen Jepang yang terus menguat merupakan tanda semakin tidak pastinya dunia.
.
Saat ini Yen yang dianggap aset aman atau safe haven, sedangkan rupiah merupakan mata uang emerging market memberikan imbal hasil tinggi, tetapi memiilki risiko yang tinggi juga. Sedangkan bank sentral Eropa juga, sudah melakuksn devaluasi terhadap euro. Tentu hal ini menjadi kekhawatiran kita semua.
Saat ini Yen yang dianggap aset aman atau safe haven, sedangkan rupiah merupakan mata uang emerging market memberikan imbal hasil tinggi, tetapi memiilki risiko yang tinggi juga. Sedangkan bank sentral Eropa juga, sudah melakuksn devaluasi terhadap euro. Tentu hal ini menjadi kekhawatiran kita semua.
Karena Jika AS mendevaluasi nilai tukar dolar AS, rupiah belum tentu menguat melawan mata uang Paman Sam, malah kemungkinan akan semakin melemah.
Oleh karena itu Currency war dapat menghambat
roda perekonomian global yang sedang melambat, sehingga pelaku pasar akan
melakukan risk aversion dengan keluar dari negara emerging market dan
mengalihkan investasinya ke aset safe haven. Skenario tersebut
tentunya membuat nilai tukar rupiah akan semakin jeblok.
Dampak terburuk dari currency war adalah kemungkinan terjadi Depresi Besar (Great Depression) seperti yang terjadi pada tahun 1930an di AS. Inilah
yang akan membuat Panas dingin Jokowi.