Stop Impor Sampah, Sampah Sendiri Saja Belum Bisa Kita Atasi ?




Oleh Helmi Adam

Ada lebih dari 900 kontainer sampah yang diimpor oleh perusahaan daur ulang limbah yang berlokasi di Tangerang, Banten, yang belum diperiksa oleh pihak berwenang.

Padahal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harusnya segera memeriksa  900 kontainer sampah tersebut. Untuk itu patut segera meminta penjelasan, dan pertanggungjawaban dari perusahaan pengekspor sampah tersebut. Karena sampai saat ini, kita tidak tahu sampah tersebut, apakah  mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Pemerintah seyogyanya melakukan seleksi dengan lebih ketat terkait impor sampah yang bisa didaur ulang, sehingga dapat mencegah adanya sampah ilegal, sampah yang tidak bisa didaur ulang, dan sampah yang mengandung B3 masuk ke Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M DAG/PER/5/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun

Indonesia belakangan ini, selalu  menerima limbah impor dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Australia, Prancis, Jerman dan Hong Kong. Tetapi, sampah tersebut sudah Beberapa kali dipulangkan ke negara asalnya namun tetap saja ada pengiriman kembali. karena adanya muatan sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Sesuai aturan kegiatan impor limbah tidak sepenuhnya salah, asalkan  impor itu adalah limbah non-B3. Hal ini terdapat dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Beracun Berbahaya.

Dalam aturan itu, disebutkan bahwa limbah non-B3, dapat diimpor hanya berupa sisa, reja (sisa buangan), dan scrap. Limbah non-B3 yang dimaksud juga tidak terkontaminasi limbah B3 atau limbah lainnya yang tidak diatur dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2016.

Persoalan sampah impor ini, telah menjadi perhatian lembaga Ecological Observation and Wet Conservation (Ecoton). Hasil investigasi Ecoton menemukan bahwa, masuknya sampah kertas impor sebagai bahan baku kertas juga disertai sampah plastik

Setidaknya ecoton mencatat, ada 12 pabrik kertas di Jawa Timur yang menggunakan bahan baku kertas bekas impor. Jenis sampah kertas scrap campuran kode HS 47079000. yang diduga menjadi jenis sampah  plastic.

Peminat sampah impor  meningkat pada 2018 menurut data  Badan Pusat Statistik tahun 2019.   Di Jawa Timur ada peningkatan yang besar, yaitu  sebesar 35% pada 2018 dibandingkan 2017. Jumlah total Impor sampah kertas pada 2018 mencapai 738.665 ton.

Sementara sampah plastik meninggalkan persoalan dengan lingkungan hidup. karena sebagian sampah remah plastik (plastic scrap) bernilai ekonomi rendah pada umumnya dibakar di permukiman masyarakat atau dibuang di bantaran sungai. Inilah yang  dapat mencemari udara, air, dan tanah di sekitar lokasi pengumpulan sampah.

Adanya aktivitas pembuangan jenis plastic scrap (plastik basah atau potongan kecil plastik dan kertas) di samping  bantaran sungai dan lingkungan penduduk yang tak terkelola dengan baik.

Pada Februari 2019, ditemukan serpihan mikroplastik berbentuk fiber, fragmen, dan lembaran pada buangan limbah cair dari 12 industri kertas.

Sudah seharusnya kasus semacam ini, tidak  terjadi ke depannya. Oleh karena itu harus  ada pengetatan untuk memberikan persetujuan impor dari Kemendag dan pengawasan intens Bea Cukai pada impor sampah tersebut.

Jangan kita rusak lingkungan kita demi uang, karena kehancuran lingkungan akan membuat uang kita kelur lebih banyak. Oleh karena itu ada baiknya kita menghentikan impor sampah demi menyelamatkan lingkungan kedepan.






0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama