Ditulis untuk Para Dewas
"Ketika Bawang menjadi penyedap Bubur yang Basi"
Langkah Dewas LPP TVRI mengeluarkan keputusan Dewan Pengawas LPP TVRI No. 3 Tahun 2019 Tentang “PENETAPAN NON AKTIF SEMENTARA DAN PELAKSANA TUGAS HARIAN DIRUT LPP TVRI TAHUN 2017-2022”, membuat banyak pihak diluar lingkungan TVRI menganggap konflik Direksi VS Dewas.
Padahal Faktanya Konflik tersebut Adalah antara Direksi dengan Karyawan. Posisi Dewas disini hanya menjalan Fungsi Pengawasan karena melihat TVRI di Jurang Kehancuran sejak Bediri pada 24 Agustus 1962.
Direksi Yang kebanyakan orang-orang ahli dalam bidang Ekonomi ternyata tidak mampu mengelola keuangan secara baik. Buntutnya banyak menunggak Pembayaran SKK karyawan, bahkan hingga tutup tahun anggaran.
Pembelian paket siaran yang diproduksi oleh negara lain seperti Discovery dan Liga Inggris telah bertentangan dengan Prinsip Penggunaan APBN yang “ ADIL, SEHAT DAN MANDIRI.
ADIL karena APBN digunakan sebagai Intrumen kebijakan meraih keadilan, menurunkan tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja dengan sumber daya manusia Indonesia.
Pembelian Paket siaran LN jelas-jelas tidak menciptakan lapangan kerja bagi pegawai LPP TVRI. SEHAT adalah memperkecil Defisit yang dialami Negara dalam penggunaan anggaran. Pembelian Paket LN justru sama saja mengalirkan Rupiah Ke Luar Negri yang artinya memperbesar Defisit Neraca perdagagangan Indonesia.
Pembelanjaan paket Produksi Luar Negeri telah membuat keuangan TVRI mengalami Defisit dan membuat menunggaknya pembayaran SKK Karyawan. Dalam Penggunaan keuangan, para Direksi tidak menggunakan Prinsip Kehati-hatian sesuai yang diamanatkan APBN.
Mereka hanya mengejar share dan rating dengan membeli paket LN tanpa mengupayakan produksi paket sendiri. Share hanya sebatas pada hari-hari siaran Bola saja yang naik sedikit ( tidak dalam posisi puncak) sedangkan hari selanjutnya masih terpuruk. Itulah yang di banggakan para direksi melalui pembentukan opini publik padahal karyawan banyak kelaparan.
Pada Konflik dengan karyawan, Mereka yang kritis dianggap direksi anti perubahan, padahal karyawan tidak ingin melihat TVRI terpuruk karena salah dalam menggunakan keuangan. Mereka yang kritis di pindah atau di berhentikan. Ini cara-cara Pemimpin Otoriter dimana keputusannya tidak boleh di Bantah, termasuk oleh Dewan Pengawas.
Sejumlah aturan di langgar, di tabrak, bahkan Dewas tidak pernah dianggap sebagai lembaga pengontrol kerja direksi. Di ujung Konflik Internal TVRI antara Direksi dan Karyawan Sejumlah INVERVENSI (Masuknya Pihak Ketiga dalam konflik) ingin mempengaruhi agar sanksi tidak di Jatuhkan.
Mereka ingin menjadi bawang bagi penyedap bubur, namun bubur telah menjadi basi karena terlalu lama didiamkan. Pertanyaan nya adalah apakah bubur yang basi kita akan santap karena pengaruh intervensi ? padahal dapat menyebabkan penyakit berkelanjutan, antau kita buang sebagai makanan ikan.
Keputusan ada di Tangan Dewas sebagai Lembaga Pengawasan Kinerja Direksi. Orang di Luar yang mengintervensi hanya bermain demi kepentingan Mereka dan mengenyampingkan kita sebagai pekerja di TVRI.
Karyawan TVRI Yang Tertindas.