Video Viral, Awan UFO di Gunung Sumbing, Apa Sih Sebenarnya ?



Postingan  video tentang awan yang  mengerikan, dan menutupi gunung Sumbing viral di media sosial Instagram baru-baru ini. Postingan yang dibagikan oleh @pesonagunung tersebut tdilihat mencapai lebih 45 ribu pengguna hingga malam minggu (4/1/2020).

Dalam video terse but, terlihat awan yang  mirip UFO  dikelilingi oleh gumpalan awan-awan yang bergerak di sekitarnya.

Pengunggah pertama video tersebut adalah @andojunior_.

Seperti dilansir  Kompas.com, pada hari Sabtu (4/1/2020) Armando menceritakan tentang fenomena awan tersebut, yang terjadi pada hari Jumat (3/1/2020) sekitar pukul 08.00 WIB.

“Hanya beberapa detik saja, soalnya setelah kejadian itu langsung ditutupin sama kabut,” Ujarnya.

Koordinator Forum Pengelola Gunung Sumbing, Lilik Setiyawan juga membenarkan adanya fenomena tersebut. Menurutnya, fenomena awan yang menutupi gunung  Sumbing  terjadi pada Jumat (3/1/2020) dan kembali terlihat pada Sabtu (4/1/2020).

“Iya (terlihat lagi) itu fenomena kalau ada badai di atas jadinya seperti itu,” ujarnya pada hari (4/1/2020).

Dihubungi secara terpisah, Prakiraan Cuaca dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Nanda Alfuadi mengatakan bahwa jenis awan yang terlihat dalam postingan itu,  merupakan jenis awan lenticularis yang umum terjadi saat siang hari di musim kemarau. Menurutnya awan tersebut bukan penanda cuaca buruk tapi penanda potensi turbulensi.

“Sehingga sebetulnya yang perlu hati-hati adalah penggiat penerbangan atau olahraga paralayang karena dalam kondisi atmosfer seperti itu daya angkat atmosfer tidak begitu bagus,” Katanya pada Sabtu (4/1/2020).

Saat ditanya tentang bentuk awan tersebut yang juga disebut-sebut oleh para netizen mirip UFO, ia mengatakan "lantaarn adanya proses pembentukan awan ke atas terhambat karena kondisi atmosfer di puncak gunung cenderung stabil sehingga awan melebar ke samping dan bukan tumbuh ke atas."

Sementara itu, Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Cuaca BMKG Agie Wandala mengatakan awan lentikuleris dipengaruhi oleh topografi gunung dan tegak lurus terhadap arah ångin. Fenomena ini disebutnya wajar terjadi di gunung namun juga bisa terjadi dataran luas.

“Di gunung terdapat sebuah mekanisme yang disebut gelombang gunung, salah satu tandanya adalah awan lentikuler,” ujarnya Sabtu (4/1/2020).

Agie mengatakan fenomena ini tidak berbahaya bagi pendaki karena tidak terjadi badai di sekitar awan tersebut.

Namun yang perlu diwaspadai suhu udara yang menjadi lebih dingin karena suhu dingin adalah pendukung pembentukan awan lentikular. Pesona seperti ini pernah terjadi dalam menyambut tahun 2018 lalu.

Sumber Kompas.com

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama