![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTcMfLCcmsYbuc-YAPgF01ElR0xcxX4a6kR81woBjntm29C5nhJ1PpnT-53OWZzwh6_-prDPZfp6p7gmEHWMhDUS4OOANXDO_nYRBnKGzphXpj9fxJ-V44MZrUZK7796wDOVU5jti32GM/w400-h307/Screen+Shot+2020-08-25+at+19.15.04.png)
Klaim China di Laut China Selatan bisa menganggu pengeboran minyak Petronas. Pasalnya, lokasi pengeboran terbaru BUMN migas Malaysia itu, disebut berada di wilayah sengketa dengan China.
Petronas diketahui melakukan pengeboran selama 68 hari di Blok SK 316. Namun, ditulis Energy Voice, blok ini ternyata masuk dalam klaim garis putus-putus pemerintah China.
"Setiap upaya Petronas untuk mengebor areal akan memicu serangan balik dari Beijing," kata Hugo Brennan, seorang analis Asia di konsultan risiko geopolitik Verisk Maplecroft, dikutip Selasa (25/8/2020).
"Khas Beijing adalah menyebarkan kombinasi milisi maritim, penegak hukum, serta kapal sipil, untuk melecehkan dan mengintimidasi kapal yang terlibat dalam pengembangan sumber daya minyak dan gas baru di perairan yang diklaimnya."
Sebelumnya operasi hulu Malaysia telah mengalami tekanan selama empat bulan terakhir. Kapal-kapal China, disebut media itu, intensif melakukan aktivitas di wilayah eksplorasi Malaysia pasca-Negeri Jiran mengajukan klaim landas kontinen di Desember 2019.
China menentang langkah itu dengan alasan menantang China di Laut China Selatan. Pada awal 2020, kapal China dikabarkan membuntuti kapal milik Petronas yang menyebabkan
Sementara itu, menurut pengamat dari Yusuf Ishak Institute di Singapura, Ian Store, menilai China ingin memaksa pemerintah Asia Tenggara untuk menandatangani perjanjian pembangunan bersama dengannya.
Ini dilakukan sambil mencegah perusahaan energi internasional berpartisipasi dalam proyek minyak dan gas lepas pantai dengan perusahaan energi Asia Tenggara, tanpa persetujuan Beijing.
Belum ada komentar langsung Petronas dan China terkait hal ini.