Beberapa mualaf diperkenalkan ke agama Kristen dalam perjalanan ke Eropa, sementara yang lain ditekan di negara asal mereka
Lizzie Dearden
@lizziedearden
Jumat 09 Desember 2016 21:25
Semakin banyak pengungsi berpindah dari Islam ke Kristen saat mereka menetap di Jerman, kata gereja.
Rekaman menunjukkan tiga pengungsi baru-baru ini dibaptis di Evangelical-Freikirchlichen Gemeinde di Berlin.
Matthias Linke, sang imam, bertanya kepada mereka: "Apakah Anda percaya dari lubuk hati Anda bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan penyelamat Anda, dan akankah Anda mengikuti Dia setiap hari dalam hidup Anda?"
Mereka semua menjawab "ya" dalam bahasa Jerman, kantor berita AFP melaporkan, dan diceburkan ke dalam baskom baptisan. Setelah itu anggota jemaat bernyanyi, bertepuk tangan dan memeluk anggota baru mereka.
“Banyak dari mereka datang ke Jerman dan berpikir, di sini saya dapat memilih agama saya dan saya ingin memilih agama kebebasan,” kata Linke.
“Bagi banyak orang Iran yang telah saya baptis, agama Kristen adalah agama kebebasan.”
Felix Goldinger, seorang imam Katolik di Speyer, mengatakan banyak pengungsi yang telah dibaptisnya berasal dari Iran dan Afghanistan, serta dari Suriah atau Eritrea.
Adel, seorang pengungsi Irak berusia 25 tahun, mengatakan dia takut akan reaksi pengungsi Muslim lainnya dan bahwa saudaranya sendiri berusaha mencegahnya menghubungi teman-teman Kristen.
Setelah menjadi Kristen di Spandau pada bulan Januari, dia mengatakan kepada Berliner Morgenpost bahwa itu adalah "hari paling bahagia dalam hidupku".
Seorang anak pengungsi Amnat Musayeva menunjuk ke sebuah bintang dengan foto dan namanya yang menghiasi pintu kelasnya saat guru Martina Fischer melihat ke taman kanak-kanak lokal Amnat dan saudara-saudaranya hadir pada 9 Oktober 2015 di Letschin, Jerman. Anak-anak itu tinggal bersama keluarga mereka di tempat penampungan pencari suaka di desa Vossberg terdekat dan sedang menunggu pihak berwenang setempat untuk memproses permohonan suaka mereka. Sekitar 60 pencari suaka, sebagian besar dari Suriah, Chechnya dan Somalia, tinggal di penampungan Vossberg, yang dikelola oleh badan amal Arbeiter-Samariter Bund (ASB).
Pemohon suaka Kurdi Suriah Mohamed Ali Hussein (kanan), 19, dan sesama pemohon Autur, dari Latvia, memuat bangku ke truk saat melakukan pelayanan masyarakat, di mana mereka menerima tunjangan kecil, di desa Wilhelmsaue pada 9 Oktober 2015 dekat Letschin , Jerman. Mohamed dan Autur tinggal di penampungan pemohon suaka di desa Vossberg yang berdekatan. Sekitar 60 pencari suaka, sebagian besar dari Suriah, Chechnya dan Somalia, tinggal di penampungan Vossberg, yang dikelola oleh badan amal Arbeiter-Samariter Bund (ASB).
Jumlah konversi belum dihitung secara resmi tetapi fenomena tersebut terjadi setidaknya pada tahun 2013, ketika sebuah buku pegangan tentang pembaptisan pencari suaka dirilis oleh gereja evangelis Jerman (EKD).
“Dalam beberapa tahun terakhir para pencari suaka – baik sendiri atau sebagai keluarga – semakin beralih ke iman Kristen dan bertanya kepada komunitas gereja apakah mereka dapat dibaptis,” demikian bunyi pengantarnya.
“Ini merupakan tantangan khusus, tidak hanya bagi pencari suaka, tetapi juga bagi paroki
inilah yang dimuat berita di IDNTIMES
Perolehan status pengungsi dan perjalanan iman menjadi hal yang saling berkaitan bagi ratusan pencari suaka di Eropa, terutama yang berasal dari wilayah Iran. Tak pernah ada yang benar-benar tahu apakah salah satunya melatarbelakangi keputusan mereka untuk meninggalkan Islam dan memeluk agama Kristen. Namun, yang pasti, jumlah mereka kian meningkat.
BBC mencontohkan, salah satu gereja di Belanda separuh jemaatnya berasal dari pusat penampungan pengungsi sekitar yang sebelumnya adalah muslim. Pastor gereja tersebut mengaku membaptis lebih dari 25 warga Iran setiap tahunnya.
Di negara asal mereka, berpindah agama dari Islam ke Kristen bisa berbuah hukuman mati. Bahkan, sejumlah gereja di Eropa melakukan pembaptisan massal karena banyaknya pengungsi yang memilih masuk Kristen.
Tidak ada angka pasti, tapi seperti dikutip dari The Guardian, ada gereja di Berlin yang tadinya hanya memiliki 150 jemaat, dalam dua tahun jumlahnya meroket menjadi hampir 700. Dalam laporan The Guardian juga disebutkan bahwa sebuah gereja Katolik di Australia sempat menerima pendaftaran dari 300 orang yang ingin dibaptis pada 2016.
Pihak gereja memperkirakan 70 persen di antaranya adalah pengungsi. Kemudian, Katedral Anglikan di Liverpool, Inggris, bisa menyelanggarakan misa dengan dihadiri 100 hingga 140 orang yang hampir seluruhnya adalah pengungsi dari Iran, Afghanistan dan wilayah lain di Asia Tengah.
Salah satu pengungsi Irak sempat mengaku kepada media Jerman bahwa ia merasa sangat senang setelah memeluk agama Kristen. Pihak gereja juga terbilang terbuka dalam menerima mereka, meski cukup kerepotan karena harus mengajari begitu banyak jemaat baru tentang agama Kristen.
Ada beberapa pengungsi yang kemudian memilih Kristen karena selama perjalanan dari negara asal yang sangat menakutkan, banyak bantuan ditawarkan oleh sejumlah organisasi Kristen. Ini membuat mereka ingin belajar tentang agama tersebut.
"Setiap hari sangat menantang dan indah. Menantang karena saya tidak tahu apakah mereka akan mendeportasi saya. Indah karena saya ada dalam lindungan Tuhan. Saya berjanji kepadaNya: jika Kau membebaskan saya, saya akan melayani Engkau," ujar seorang pengungsi Iran yang kini menjadi pendeta.
Namun, ada juga yang curiga motif mereka sebenarnya bukan perkara iman, melainkan kemudahan mendapatkan status pengungsi. Ini juga yang diungkapkan oleh pastor yang ditemui BBC. Ia mengaku tak jarang menemui orang-orang yang ingin dibaptis agar tidak diusir dari Belanda.
"Jika seseorang masuk ke gereja dan sejak hari pertama bertanya 'kapan saya akan dibaptis?', maka saya cukup tahu. Saya tahu ia memiliki permintaan [untuk diberi status pengungsi] dan ia ingin dibaptis, jadi saya akan berkata padanya ini [pembaptisan] tidak akan membantu," kata pastor tersebut.
Pihak yang bertanggungjawab untuk memproses status para pencari suaka juga berusaha memastikan apa motif mereka. "Awalnya, sebagian besar pertanyaan kami fokus pada pengetahuan praktis tentang Alkitab. Kini, kami lebih fokus pada proses yang dilalui dan pengalaman personal mereka."
berita ini bertolak belakang dengan aktulitas hari ini seperti :
https://www.dutchnews.nl/news/2019/02/utrechts-st-catherine-cathedral-may-be-sold-for-e1/
https://www.catholicnewsagency.com/news/40619/dutch-cathedral-may-be-sold-because-of-poor-attendance-maintenance-costs