Oleh Helmi Adam
Investor global memburu instrumen investasi yang dinilai lebih aman (safe haven
instrumen) di tengah kekhawatiran terkait dengan sentimen negatif damai dagang.
Kondisi ini membuat mayoritas pasar obligasi pemerintah negara berkembang
terkoreksi pada perdagangan hari ini, termasuk Indonesia.
Beberapa instrumen yang dianggap sebagai safe haven
dan menguat hari ini adalah dolar AS yang naik dan tercermin pada penguatan
Dollar Index 0,12% menjadi 97,09, kenaikan harga komoditas emas 0,36% menjadi
US$ 1.317 per troy ounce, serta pasar obligasi negara maju. Pasar bund di
jerman, pasar OAT di Perancis, pasar gilt di Inggris, pasar JGN di Jepang, dan
pasar US Treasury di AS kompak menguat.
Sementara itu Indonesia mengalami gejolak,
dikarenakan deficit neraca perdagangan di bulan januari yang cukup parah di
tambah SUN kita mayoritas di pegang oleh asing. Badan Pusat Statistik (BPS)
baru saja merilis data perdagangan internasional periode Januari 2019.
Sepanjang bulan lalu, ekspor turun sebesar 4,7% YoY, jika di bandingkan target eksport maka
mengalami penurunan sebesar 0,61% YoY. Sementara itu, impor terkoreksi 1,83%
YoY, juga lebih dalam dibandingkan target yang diperkirakan sampai terkoreksi
sebesar 0,785% YoY.
Defisit neraca dagang periode Januari 2019 adalah
yang paling parah dalam 12 tahun
terakhir. Sebagai catatan, biasanya bulan Januari justru menghasilkan surplus.
Dalam 12 tahun terakhir, hanya 4 kali neraca dagang membukukan defisit pada
bulan Januari, sementara surplus tercatat sebanyak 8 kali.
Ditambah lagi kepemilikan SUN kita yang hampir 40
persen dikuasai asing, sehingga sangat rentan terjadi volatilitas nilai tukar
rupiah, Surat utang yang telah diterbitkan pemerintah saat ini mencapai Rp 2.386
triliun. Sebanyak Rp 900,59 triliun dikuasai oleh asing. Jika kita bandingkan
dengan Jepang, hanya memiliki 9 persen ssja surat utangnya dimiliki asing
sisanya dipegang domestic. Ksresn bu mentri selalu membandingkan dengan Jpeng
kalau maslah Utang, tapi lupa bahwa jepang merupakan Negara kreditor, yang
memberikan banyak pinjaman uang dimana mana termasuk Indoneisia, Berdasarkan
data kepemilikan surat utang pemerintah yang dilansir Bank Indonesia, 8 januari
2019, total kepemilikan asing di surat berharga negara tersebut mencapai 37,81%.
Dan umumnya kepemilika SBN asing hanyalah jangka
pendek 5-10 tahun saja. Sehingga ekonomikita rentan terjadi gejolak ekonomi
dari luar. Jika kondisi ekonomi di luar lebih menjanjikan dan aman maka mereka
lari keluar negri. Pertanyaanya justru bagamana kondisi ekonomi kita kedepan ?
Apakah suram karena utang bertumpuk, dan utang bayar utang
sementra pembangunan infrastruktur tidka mampu menopang pertumbuhan ekonomi, deficit
anggaran berjalan yang terus terjadi dan deficit neraca perdagangan ayng
setahun belakangan ini terus terjadi. Tergerusnya cadangan devisa membuat Indonesia
harus ada terobosan baru untuk memecahkan maslah ini kedepan..
