j
Oleh Helmi Adam
Defisit Neraca transaksi berjalan Indonesia membengkak di kuartal II-2019 sebesar US$ 8,4 miliar. Itu artinya setara dengan 3,04% dari Produk Domestik Bruto atau PDB.
Angka defisit transaksi berjalan diatas, jika di bandingkan dengan kuartal I-2019 yang mengalami deficit US$ 7 miliar atau setara 2,6% dari PDB. Memang terlihat tipis kenaikan defisit jika dibandingkan dengan defisit neraca transaksi berjalan di kuartal II-2018 yang sebesar US$ 7,9 miliar atau setara 3,01% dari PDB. Tapi punya kecendrungan Defisit bertambah terus, akan mengakibatkan defisit akhir tahun melewati batas yang ditetapkan undang undang yaitu 3 persen dari PDB.
Menurut Bank Indonesia pembengkakan Defisit Neraca transaksi berjalan, dipengaruhi beberapa factor yaitu, repatriasi deviden dan pembayaran bunga utang luar negeri, dampak perlambatan ekonomi dunia, dan harga komoditas yang berguguran.
Namun jika dihitung secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia atau NPI di kuartal II-2019 membukukan defisit sebesar US$ 1,98 miliar. Walaupun pada kuartal sebelumnya, NPI masih tercatat surplus sebesar US$ 2,4 miliar, namun penagruh CAD kali ini bisa membuat NPI deficit.
Walupun defisit pada NPI kali ini juga disebabkan oleh penurunan kinerja transaksi finansial, yang mana hanya mencatat surplus sebesar US$ 7 miliar pada kuartal II-2019. Jauh lebih kecil dibanding kuartal sebelumnya yang surplus US$ 9,9 miliar, artinya ada penurunan investasi.
Hal ini kan berdampak pada rupiah dan menggerus cadangan devisa kita, karena pendapatan menurun.
Pertanyaan nya Mampukah kita mengalami rebound pada kaurtal ke III ? sehingga NPI menjadi surplus, jawaban nya semua tergantung terobosan yang dilakukan kabinet saat ini..Apakah akan meninggalkan kesan baik, atau mencari keuntungan diakhir jabatan untuk pensiun ? wallahualam