Heboh, DiIbukota Baru Kantor Departemen ternyata Sewa Dengan
Swasta…
Minimnya anggaran, dan sulitnya
liquiditas menyebabkan pindahnya Ibukota harus dibangun dengan menggunakan uang dari pihak swasta. Pemerintah sampai
saat ini, belum memiliki dana yang cukup, untuk membiayai pembangunan Ibukota, melalui skema APBN.
Melambatnya ekonomi dunia, dan defisit perdagangan yang terus menerus, Menjadi sebab, pemerintah kesulitan mencari Cashflow untuk membangun ibukota baru. Jalan keluarnya adalah, pemerintah menggandeng pihak swasta untuk membangun, dan membiayai masing masing departemen, dengan menggunakan sistem Avaible payment Atau Leasing.
Melambatnya ekonomi dunia, dan defisit perdagangan yang terus menerus, Menjadi sebab, pemerintah kesulitan mencari Cashflow untuk membangun ibukota baru. Jalan keluarnya adalah, pemerintah menggandeng pihak swasta untuk membangun, dan membiayai masing masing departemen, dengan menggunakan sistem Avaible payment Atau Leasing.
Dalam sistem tersebut, pihak swasta lah yang membangun departemen sesuai keinginan departemen yang bersangkutan. Selanjutnya phak departemen membayar sewa, pada pihak swasta yang membangun gedung tersebut. Departemen akan membayar ke pihak swasta sselama 20 tahun, dengan hitung hitungan yang disepakati.
Tentu saja ini peluang bagus buat pihak swasta untuk menanamankan uangnya dalam jangka panjang dan akan memberikan keuntungan yang berlipat lipat. Persoalan nya adalah siapa yang dapat mengontrol biaya pembangunan nya ? Sehingga tidak ada hak KPK maupun kejaksaan untuk mengontrol harga pembangunan, karena ini murni uang swasta, dan murni komersial.
Katakanlah swasta A membangun denagan biaya 100 trilyun, kemudian disewakan selama 20 tahun, dengan bunga 10 persen maka selama 20 tahun pihak swasta akan meraup keuntunagan sebesar 200 persen. berarti kurang lebih 300 trilyun harga yang harus dibayar oleh pemerintah selama 20 tahun.
Siapa yang tidak tertarik, tentunya saya juga tertarik. Dengan meminjam uang ke bank bunga 9 persen pertahun, dengan garansi surat kontrak dari pemerintah, tentu dengan mudah saya bisa dapat pinjaman dari Bank. Itu artinya, siapa saja bisa melakukan hal ini, sehingga rawan dijadikan kolusi.
Kecuali menggunakan model pinjaman langsung dari departemen meminjam ke Bank, tapi tidak ada modelnya, tetap harus menggunakan pihak ke tiga,. dan jika tidakpun tetap saja rawan terjadinya KKN.
Karena tidak ada yang lembaga yang bisa mengontrol, maka akan terjadi kerawanan KKN dalam semua proyek pembangunan ibukota...