Oleh Helmi Adam
Bank Indonesia merilis data penjualan ritel kita yang mengalami kontraksi atau turun 1,8% year-on-year di bulan Juni. Omzet ritel ini, merupakan laju terendah sejak Juli 2017 atau nyaris dua tahun. Padahal pada Juli, BI memperkirakan penjualan ritel kembali naik dengan pertumbuhan 2,3% YoY,tetapi masih relatif lambat.
Investor juga memilih untuk memasang mode wait and see karena masih menantikan rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2019 yang akan dirilis hari ini tanggal 9 Agustus 2019.Yang ditunggu investor adalah di pos transaksi berjalan (current account). Sedangkan BI memperkirakan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal II-2019 lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya.
Neraca transaksi berjalan menggambarkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari pos ini dipandang memiliki kekuatan jangka panjang (sustainable) sehingga lebih bisa diandalkan sebagai fondasi nilai tukar mata uang. Maka jika transaksi berjalan defisit, apalagi semakin parah, mengakibatkan mata uang akan lemah.
Neraca transaksi berjalan menggambarkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari pos ini dipandang memiliki kekuatan jangka panjang (sustainable) sehingga lebih bisa diandalkan sebagai fondasi nilai tukar mata uang. Maka jika transaksi berjalan defisit, apalagi semakin parah, mengakibatkan mata uang akan lemah.
Sehingga semua sangat tergantung kepada arus modal di pasar keuangan alias hot money yang bisa datang dan pergi. Akibatnya mata uang lebih rentan berfluktuasi, tidak stabil. Indonesia sudah tidak pernah merasakan surplus transaksi berjalan sejak 2011. Defisit transaksi berjalan terus menjadi 'hantu' yang membayangi perekonomian nasional, membuat rupiah dalam kondisi yang memprihtinkan.
Hal diatas menyebabkan investor cemas dalam menantikan data NPI. Data tersebut, terutama pos transaksi berjalan, akan menentukan nasib rupiah. Nasib nilai tukar rupiah juga akan membuat investor enggan masuk ke pasar saham dan obligasi karena rentan terkoreksi.
Hal diatas menyebabkan investor cemas dalam menantikan data NPI. Data tersebut, terutama pos transaksi berjalan, akan menentukan nasib rupiah. Nasib nilai tukar rupiah juga akan membuat investor enggan masuk ke pasar saham dan obligasi karena rentan terkoreksi.
Jika CAD memburuk, maka mata uang rupiah akan anjlok lebih dalam, Jika membaik, maka rupiah akan kinclong.