Oleh Helmi Adam
Bank Dunia memperingatkan
Indonesia kemungkinan terjadinya resesi di Indonesia, setelah Venezuela,Turki,Brazil,
Argentina kemudian Afrika Selatan. Apalagi tanda tanda resesi seamkin terlihat,
dari data pertumbuhan di Indonesia, dan Defisit yang terus melebar. Hal inilah yang
memenyebabkan Jokowi memanggil Darmin dan Sri Mulyani untuk mengantisipasi
kemungkinan resesi menimpa Indonesia.
Berdasarkan data
pertumbuhan ekonomi di kuartal II hanya mencapai 5.05 persen, turun jika
dibandingkan dengan pertumbuhan di kuartal 1 yang mencapai 5.07, bahkan jika
dibandingkan dengan pertumbuhan di kuartal II 2018, turun nya lebih jauh lagi,
yaitu diangka 0.20 persen. Sehingga sudah dipastikan PDB dan pertumbuhan ekonomi tidak
akan mencapai sesuai target.
Bank Indonesia
menyalahkan perang dagang AS dan Cina serta perlambatan ekonomi global, tapi
mentri keuangan lebih realistis, dia menyalahkan investasi yang loyo, dan juga
ekpor yang semakin turun. Sebenarnya sumbangsih terbesar turun nya pertumbuhan,
dan PDB kita adalah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto atau disingkat PMTB
yaitu sebesar 5.01 persen pada kuartal II 2019, jauh dibandingkan dengan
pertumbuhan pada kuartal II 2018 yang tumbuh sebesar 5.85
persen.
Ditambah
penurunan terjadi di Industri manufaktur yang hanya tumbuh 3,54 persen, turun
jika dibandingkan dengan kuartal II tahun lalu, yang mencapai 3.88 persen. Hal
ini menyebabkan merosotnya daya saing kita. Kita lebih senang
mengekpor barang mentah ketimbang barang jadi yang memiliki nilai tambah.
Pertumbuhan di
indutri manufaktur dibantu oleh pemilu, hal ini terlihat dari
industri yang mengalami pertumbuhan besar pada manufaktur adalah
tekstil, yaitu buat kaos presiden dan partai politik, serta kertas, dan
percetakan nya. Semua digunakan untuk kepentingan kampanye, seperti
membuat leaflet, kartu nama dan spanduk.
Sementara di
Industri manufaktur lain nya turun. Padahal jika kita merujuk pada Kaurtal 3
dan 4 kedepan, sudah tidak ada lagi pemilu, sehingga sudah bisa dipastikan,
akan turun lebih dalam.
Bahkan untuk
industri manufaktur dari karet dan plastik mengalami kontraksi – 7 persen,
khusus untuk plastic, mungkin akan turun lebih tajam lagi, di kuartal ketiga,
jika pajak terhadap plastic di terapkan seperti rokok. Karana sampah plastik
terbukti membahayakan lingkungan hidup. Yang masih prospek adalah industri
kardus, dan kertas, untuk pengganti bungkus plastic, karena bisa tumbuh lebih
baik lagi.
Dampaknya pada
rupiah yang makin loyo, dan terus turun, akibat dari kondisi ekonomi dalam, dan
luar negeri yang tidak menguntungkan. Selain itu IHSG pun kan lebih tidak
menarik bagi investor asing, ini bisa dilihat dari turun nya IHSG dari zona 6.000
kedepanya.
Kalau melihat
tanda tanda ekonomi, dari mulai penurunan PDB, hingga naiknya angka
pengangguran, sangat mengkhawatirkan. Apalagi melihat loyonya investasi, dan
pembentukan investasi, serta industri manufaktur, yang memburuk terus membuat
ekomi Indonesia terancam resesi
Yang jelas harus
ada langkah langkah strategis, dan kongkrit, untuk menumbuhkan kembali PMTb,
dan industri manufaktur melalui pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan, bukan sporadis, apalagi asal bapak senang