Kasus Rampok Jiwasraya, Ekonomi Atau Politik, Ekonomi Mudah Sekali Diusut, Kecuali ...?
"Kasus garuda yang rugikan negara 1,5M ET sampai jumpa pers, menkeu pun ikut ambil muka. Semuanya mencob nampilin hidung seolah ingin dikenal nama. Tapi untuk kasus Jiwasraya yang rugikan nasabahnya dan negara mencapai 13Triliun, ET bungkam. Sri Mulyani sibuk jualan radikalisme. Semua pejabat negara seperti bisu dan Tuli..!!"
Begitu ucapan netizen kala membandingkan kerugian BUMN antara Garuda dan Jiwasraya.
Kenapa ET diam? Bukankah ini adalah ranah'nya untuk bisa memberikan keterangan secara jelas?
ET diam, karena jiwasraya bukan kasus biasa. Kerugian jiwasraya yang mencapai puluhan Triliun bisa berbahaya jika diekspose berlebihan. Jiwasraya sejak tahun 2009 hingga 2017 selalu mengalami keuntungan Ratusan Milyar bahkan pernah mencapai 1 triliun. Namun di tahun 2018 hingga 2019, Jiwasraya justru tekor atau merugi Puluhan Triliun.
Pejabat Jiwasraya berkata, untuk menyehatkan kembali Jiwasraya, mereka membutuhkan suntikan dana 30 Triliun.
Pejabat Jiwasraya (Jw) mengatakan kerugian karena kesalahan menempatkan dana investasi nya. Terlihat biasa dan normal adanya. Namun, dikalangan ekonom, kerugian ini bukan lagi biasa. Bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang sudah lama berdiri, dan menjadi asuransi tertua bisa salah membaca peluang investasi dana nasabahnya. Selama ini mereka bisa tepat menanamkan dananya sampai meraih laba, kenapa hanya 2 tahun kebelakang saja kerugian itu ada? Dan nilainya benar2 buat geleng kepala.
Tahun 2017, Jw masih mencatatkan laba besih 600'an Milyar. Memasuki tahun 2018, Jw membukukan hasil RUGI mencapai 18 Triliun. Kerugian ini sudah mencapai 3000% dari keuntungan sebelumnya. Di tahun 2019, ada pengurangan kerugian, dari awalnya 18T menjadi 13T. Tetap saja kesimpulannya Rugi dan nilainya sangat Fantastis.
Seorang ET, bukanlah seorang politisi yang pandai bermain kata munafik pada media. Ketika ia bungkam, menandakan dirinya memang belum tau harus berkata apa.
Sebagai pengusaha, bahasa ET hanya 2, "Deal or No Deal".
Untuk bahasa kamuflase menutupi kebenaran, pengusaha seperti ET tidak mahir berbicara. Mungkin saja ia akan bisa, namun ia harus mempersiapkan diri untuk mengikuti arus para politisi dan pejabat negara dalam berkata dusta didepan untuk menutupi kekurangan.
Kasus jiwasraya ini dimata publik biasa seperti saya ibarat lumbung padi yang terbakar. Mencari pelakunya, harus menyisir darimana bermula api menjalar.
Jika alasan salah investasi, negara bisa bekerjasama dengan Bursa efek untuk melihat saham apa yang mengalami kemerosotan tajam dari tahun 2017 - 2019. Karena setau saya, investasi badan asuransi pasti larinya ke saham. Jika dana ditanamkan pada bidang lain, sangat mudah lagi untuk mengusutnya. Apa bidangnya, dan siapa pelaku bisnisnya.
Libatkan PPATK dalam memeriksa aliran dananya baik untuk investasi saham atau ke bidang usaha non saham. Kapan dana ditanamkan, berapa nominalnya dan kemana arah pergerakan dana sampai akhirnya berlabuh pada siapa dana itu. 1 rupiah pun, PPATK bisa melihat aliran dana tersebut.
Jika benar kerugiannya atas kesalahan investasi, sangat mudah bagi ET untuk menjelaskan. Sebagai pengusaha besar, ET sudah pernah menginvestasikan dananya pada klub Inter Milan. Dia tau polanya dan tau mekanisme kerjasamanya. Orang bisnis, pasti paham.
Yang bikin garuk kepala, jika kesalahan investasinya adalah ada pihak ke-3 yang menjalankan. Disinilah ET wajib bungkam, karena hal itu bukanlah bidang ia. Untuk berkata dusta tentang investasi, ET bukan ahlinya.
Maka aneh ketika ET tiba tiba bilang akan membentuk holding Asuransi BUMN, pasalnya siapa yang mau masuk holding yang yang merugikan puluhan trilyun, bukankah akan menularkan penyakit kerugian bagi perusahaan lain yang masuk holding tersebut ?
Kenapa tidal Dipailitkan Saja biar hukum yang berbicara pada akhirnya, Sehingga mudah Jaksa Agung mngusut tuntas masalah ini..
Pengamat politik mengatakan, ada dugaan dana jiwasraya lari ke pentas politik untuk kepentingan pihak tertentu. Melihat tahun kerugiannya, bisa jadi itu benar. Tahun 2018 adalah tahun politik, dimana semua pihak harus menyiapkan segala kebutuhan politik untuk pemilu 2019.
Dengan dana 10 Triliun saja, sebagai orang politik kamu bisa berbuat apa saja. Apalagi jika sampai kelipatannya.
Memang dugaan itu hanya berupa opini dengan mengaitkan kapan terjadinya kerugian jiwasraya. Siapa pihak yang bermain? Ya pastinya pihak yang mempunyai kuasa atas jiwasraya n friend.
Untuk kebenarannya, silahkan aparat berwenang yang mencari buktinya. Sebagai netizen, wajar apabila ada komentar begitu menandakan mereka peduli pada nasib bangsa dan perusahaan negara. Bukankah itu milik rakyat juga? Milik kita bersama.
Tapi,
Mau dikondisikan kerugian ini normal, mereka sangat bisa melakukannya. Mau dianggap biasa, mereka pun akan sanggup untuk mengatakan kerugian ini adalah resiko bisnis semata.
Cuma mau ngomong, untuk nilai mencapai 13 Triliun dianggap normal dan biasa atas kehilangannya. Maaf-maaf kata ya..
"Sebagai negara Miskin, Indonesia benar-bemar SOMBONG..!!"
