Kehancuran Ekonomi Cina Kian Nyata, Dapatkah Indonesia Selamat ?




Perlambatan pertumbuhan China yang besar telah berlangsung secara bertahap selama dua tahun terakhir.  Alasannya sederhana.  Sebagian besar "pertumbuhan" China (sekitar 25 persen dari total) terdiri dari investasi infrastruktur yang terbuang di kota-kota hantu dan infrastruktur transportasi gajah putih.

Investasi itu dibiayai dengan utang yang sekarang tidak dapat dilunasi. Hal ini memang  bagus untuk menciptakan pekerjaan jangka pendek, superti menyediakan menaikkan produksi semen, penjual kaca dan baja, tetapi sayangnya hal ini bukanlah model yang berkelanjutan, karena pada kenyataannya banyak  infrastruktur yang tidak digunakan sama sekali, atau tidak menghasilkan pendapatan yang memadai.

Padahal seharusnya pembangunan masa depan  Cina, tergantung pada teknologi bernilai tambah tinggi dan peningkatan konsumsi.  Tetapi ketakutan Cina untuk  beralih ke kekayaan intelektual dan konsumen, akan berarti memperlambat infrastruktur, yang akan memperlambat ekonomi.

Pada akhirnya, akan menyebabkan utang membengkak, dan kesulitan membayar, yang berisiko terhadap krisis keuangan dan liksidigas.  Sayangnya Cina menyadarinya, dan merubahnya baru tahun lula. Sehingga memperburuk keadaan karena Cina sedang mengalami perlambatan ekonomi.  Akibatnya ekonomi telah melambat sedemikian rupa sehingga  menghancurkan roda ekonomi.

 Tetapi bukankah Cina memiliki lebih dari $ 1 triliun cadangan untuk menopang sistem keuangannya?

Di atas kertas, hal itu benar sekali .  Tetapi pada kenyataannya,  dolar AS tak banyak berguna uituk mengatasi masalah ini.  Orang Cina mungkin memiliki sekuritas Treasury AS senilai $ 1,4 triliun dalam posisi cadangannya, tetapi mereka membutuhkan aset itu, untuk menyelamatkan sistem perbankan mereka atau mempertahankan yuan.

Sementara itu, sektor perbankan Cina,  banyak berutang sebesar $ 318 miliar dalam bentuk simpanan kertas komersial berdenominasi dolar AS. Padahal bank di Cina merupakan perpanjangan negara.

Dari perspektif bank, meminjam dalam dolar  membutuhkan aset dolar untuk mendukung kewajiban tersebut jika pemberi pinjaman asli menginginkan uang mereka kembali.  Untuk sebagian besar, bank tidak memiliki aset itu ,karena mereka mengkonversi dolar ke yuan untuk menopang Ponzis real estat lokal dan perusahaan lokal.

 Tidak banyak yang tersisa untuk menyelamatkan sektor korporasi, individu, dan real estat.

Semuanya adalah bagian dari "kekurangan dolar" global, yang disebabkan pengetatan yang yang dilakukan the  Fed, baik dalam benut tingkat bunga yang lebih tinggi, dan juga pengurangan uang primer.

Kekurangan dolar tampaknya tidak masuk akal di dunia di mana The Fed mencetak $ 4,4 triliun.  Tetapi sementara The Fed mencetak, dunia meminjam lebih dari $ 70 triliun (di atas pinjaman sebelumnya), sehingga kekurangan dolar itu menjadi nyata.

 Jadi bom utang Tiongkok yang telah lama dibuat akhirnya siap meledak.  Ekonomi melambat, utang meledak dan perang dagang dengan Trump telah merugikan ekspor Cina yang diperlukan untuk mendapatkan dolar guna membayar utang.

 Defaultnya  sudah mulai menumpuk.  Beberapa perusahaan besar dan pemerintah daerah baru-baru ini gaggle membayar utangnya.

Para pemimpin Cina telah panik dengan perlambatan, dan telah memulai aliran kredit lagi dengan suku bunga yang lebih rendah, leverage bank yang lebih tinggi dan lebih banyak belanja infrastruktur yang dibiayai oleh pemerintah dan diarahkan oleh pemerintah.

 Tentu saja, solusi ini hanya bersifat sementara.  Yang dilakukan Cina Hanyalah menunda hari perhitungan dan membuat krisis utang lebih buruk ketika waktunya tiba.

Setiap hari, resize keruntuhan keuangan Tiongkok semakin dekat.  Seluruh dunia tidak akan luput dari ancaman krisis keuangan.

 Ketika krisis menyerang dengan kekuatan penuh, mungkin pada 2020, seluruh dunia tidak akan selamat.

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama