SEPERTI DI EROPA , GEREJA INDONESIA MENUJU KEBANGKRUTAN ?


SEPERTI DI EROPA , GEREJA INDONESIA MENUJU KEBANGKRUTAN ?

Gereja hari-hari ini menghadapi tantangan yang berat khususnya di dalam menjangkau dan memuridkan anak-anak muda. Jika ini tidak segera disadari dan ditangani maka jangan kaget ke depan gedung-gereja akan kosong dengan generasi penerus seperti yang terjadi di Eropa sekarang.

Salah satu penyebab mengapa anak-anak muda Kristen nanti tidak akan suka bersekutu satu dengan yang lainnya di gedung gereja karena mereka telah berubah menjadi pribadi individualis.

“Believe it or not bahwa gadget yang kita pegang di tangan kita ini… this gadget here, ini apa sih ini? ini telah membuat generasi kita ter-isolated dari banyak hal. So, our challenge is isolation. Isolation bring individualism more,” ujar Jonathan Pattiasina saat menjadi pembicara sesi plenary di IMAGO Creative Conference 2017 di Nafiri Convention Hall, Jakarta Barat, Kamis (24/8).  

Jadi kalau kita terisolasi lebih banyak, sambung bang Jo (demikian Jonathan Pattiasina biasa disapa, red), kita akan lebih banyak individualistik.

“Dan kalau individualism ini muncul yang terjadi adalah the big challenge of the church. Ini tantangan terbesar gereja adalah how, bagaimana kita berhadapan persekutuan yang tidak bersekutu. Itu kan aneh? How can you do fellowship without fellowship?,” imbuh bang Jo. 

Pendiri Garam Ministry ini menegaskan bahwa bagi anak-anak muda di masa depan, pertemuan tatap muka adalah kuno. Ini makin diperparah karena generasi muda tidak lagi mempercayai otoritas yang ada di gereja.  

“Mereka tidak setuju lagi kepada institusi-institusi resmi. Buat mereka, institusi resmi adalah penghalang, mereka curang, mereka jahat. Jadi saya tidak perlu setia kepada institusi resmi. Jadi, gereja yang penampilannya selalu institusi resmi, maafkan, akan ditinggalkan,” ungkap suami dari Ina ini.  

“Saya kira kita sedang menuju ke situ,” tutur bang Jo.

Lalu apa yang bisa diperbuat oleh para gembala dan pelayan gereja sekarang? Menurut Jonathan Pattiasina, gereja harus tampil dalam komunitas-komunitas yang kuat.

“Saya tetap mempercayai tiga langkah ini dalam pemuridan-pemuridan, sharing sama anak-anak rohani saya, saya ulang-ulang, saya beritahu buat mereka bahwa kesadaran, bahwa Kristus berdiam di dalam kita itu harusnya kemudian terbawa kepada kesadaran komunal kita, semua orang datang untuk menyatakan Kristus yang ada di dalam kami, untuk bersama-sama menyatakan Kristus bagi dunia karena inilah kekuatannya sekarang,” pungkas Jonathan Pattiasina.

Sumber : Jonathan Pattiasina dalam IMAGO Creative Conference 2017 /

 Jawaban Hasil riset mengungkapkan bahwa 50 persen generasi milenial beragama Kristen di Indonesia meninggalkan gereja, hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si. Untuk itu, gereja harus bertanggung jawab untuk menarik mereka kembali kepada gereja.

“Hasil riset generasi milenial atau generasi muda yang pergi meninggalkan gereja itu tanggung jawab gereja untuk kemudian mencari kembali, menarik kembali mereka,” demikian pernyataan Thomas Pentury yang dirilis oleh Satuharapan.com, Sabtu (6/7/2019) lalu.

Ia pun menegaskan  bahwa hal itu bukan hanya tugas gereja tetapi juga tugasnya selaku Bimas Kristen untuk menjangkau kembali generasi muda yang terhilang dari gereja tersebut.

“Hasil riset itu harus ditelaah, didiskusikan, apa akar persoalannya kemudian dicari solusinya. Jadi tugas-tugas gereja dan tugas-tugas itu termasuk saya di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama RI,” demikian tambahnya.

Data riset hilangnya lebih dari 50 persen generasi muda Kristen milenial dari gereja tersebut didapat Thomas Pentury dari penelitian lembaga Bilangan Research Center tentang spiritualitas dan religiusitas generasi muda di Indonesia.


Dalam buku berjudul “Dinamika Spiritualitas Generasi Muda Kristen Indonesia” yang dirilis oleh Bilangan Research Center pada tahun 2018 lalu diungkapkan bahwa ada tiga alasan utama generasi muda ini yang dulunya rajin ke gereja namun sekarang tidak lagi ke gereja, yaitu :

1. Kesibukan sekolah (21,4%)

2. Program ibadah kaum muda tidak menarik/tidak berguna/tidak relevan (13,9%)

3. Tidak memiliki teman-teman sejati di gereja (11,2%)

Untuk kapan mereka meninggalkan gereja, menurut data yang dirilis oleh Bilangan Research Center tersebut 80% di usia 19 tahun. Namun untuk di wilayah Jabodetabek, mereka sudah meninggalkan gereja di usia 15 tahun, jauh lebih dini dari wilayah-wilayah lain di Indonesia yang diriset oleh Bilangan.

Yang menarik adalah komentar dari 50% responden, bahkan anak-anak muda yang masih rajin ke gereja, mereka mengakui bahwa ibadah dan program kaum muda yang ditawarkan oleh gereja tidak menarik, tidak efektif dan tidak relevan.

Faktor kedua yang cukup besar menjadi penyebab mereka meninggalkan gereja adalah karena gereja tidak melibatkan anak muda sesuai dengan kapasitas mereka (no engagement). Sehingga anak-anak muda ini mengaku tidak mendapat kepercayaan dari pimpinan gereja untuk ikut melayani.

Selain itu faktor ketiga adalah bahwa cukup banyak generasi muda Kristen ini merasa disconnect dengan pimpinan gereja, karena mereka merasa pemimpin gereja tidak memahami pola pikir mereka sehingga sering salah komunikasi, beda cara komunikasi, mengalami benturan persepsi, pola pikir dan lain-lain.


Melihat hasil riset di atas, gereja dan juga pelayanan Kristen perlu kembali melakukan evaluasi dalam cara melayani generasi milenial dan program anak muda yang ditawarkan

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama