Kurang Murid.!! 540 Sekolah Kekristenan, Meranggas. Masa Depan Hanya Sekolah Islam & Negeri. Takdir..?!.


Kurang Murid.!! 540 Sekolah Kekristenan, Meranggas. Masa Depan Hanya Sekolah Islam & Negeri. Takdir..?!


Sekolah katolik yang selama ini dikenal luas sebagai sekolah dengan kualitas unggulan tak lepas dari berbagai persoalan. Perubahan zaman membuat sekolah katolik harus banyak berbenah. 

Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko mengatakan persoalan yang dihadapi oleh sekolah katolik di Indonesia saat ini sangat kompleks. Salah satu persoalan yang cukup berat saat ini adalah terus menurunnya jumlah murid di sekolah katolik. Menurunnya jumlah murid itu otomatis membuat kondisi finansial sekolah katolik menjadi terganggu.

“Akibatnya menyebabkan untuk menjalankan sekolah yang baik sesuai dengan harapan kadang-kadang mengalami kesulitan besar,” kata uskup dalam jumpa pers Konferensi Sekolah Katolik Indonesia 2020 yang digelar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Jumat (10/1).

Saat ini, hal paling penting yang bisa dilakukan oleh sekolah katolik di seluruh Indonesia menurutnya adalah dengan memperkuat kerja sama dan sinergi, sehingga bisa saling membantu satu sama lain. Dengan begitu, sekolah-sekolah katolik yang sudah lama berkiprah dan menjadi sekolah unggulan tetap bisa memberikan kontribusi penting bagi pendidikan di Indonesia.

Ketua Presiduim Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Romo Vincentius Darmin Mbula, memaparkan hal senada. Selama ini wajah sekolah katolik di tengah masyarakat memang baik, namun kenapa jumlah muridnya kian menurun?
Menurut Romo Darmin, ada suatu kecemasan bahwa masyarakat kita itu memang tidak mencari sekolah yang baik untuk menyekolahkan anak-anaknya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, salah satunya adalah kebijakan sekolah gratis. Masyarakat cenderung lebih memilih sekolah gratis dengan kualitas seadanya, ketimbang sekolah dengan kualitas baik namun harus membayar.

“Nah ini yang juga menjadi tantangan bagi kami bagaimana untuk mendesain ulang, bahwa di satu pihak diakui oleh masyarakat kualitasnya. Tapi di lain pihak justru tidak menjadi pilihan saat menyekolahkan anaknya,” ujarnya.

Kondisi keberagaman yang ada juga dinilai membuat murid di sekolah katolik semakin menurun. Terlebih, polarisasi antargolongan kini kian menguat, misalnya masyarakat pemeluk agama tertentu akan lebih memilih sekolah yang napasnya sesuai dengan agamanya.

“Padahal pendidikan menurut saya adalah sebuah komunitas belajar peradaban bersama. Nah ini yang seharusnya dibuka kembali ruang-ruang publik seperti itu,” kata Romo Darmin.
Harus Berani Melawan Arus

Uskup Mgr. Robertus Rubiyatmoko mengatakan untuk memiliki kekhasan dan keunggulan, sekolah katolik harus berani mengambil risiko dengan melawan arus umum. Caranya yakni dengan memberikan perhatian besar bagi pendidikan iman, kepribadian, karakter, dan kompetensi.
“Melalui model pendidikan seperti ini akan terlahir pribadi-pribadi yang inklusif, inovatif, dan transformatif,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor USD, Eka Priyatma, salah satu strategi yang dapat dikembangkan untuk menghadapi berbagai tantangan sekolah katolik yakni dengan menerapkan good school governance (GSC). Sistem GSC dibangun oleh prinsip Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Fairness (TARIF)

“Hal ini tentu tidak mudah diwujudkan karena secara tradisi banyak sekolah katolik lahir dan berkembang memakai model tata kelola tradisional yang tidak biasa menerapkan prinsip-prinsip tersebut,” ujarnya. 
Model Baru Kolaborasi

Dalam jumpa pers tersebut, Johanes Eka Priyatma memaparkan detail 3 problem mendasar sekolah katolik di era sekarang. Pertama, kebutuhan masyarakat berubah maka sekolah katolik perlu mendefinisikan ulang keunggulan dan kekhasannya supaya kontribusinya tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan bangsa.
Kedua, perubahan lingkungan sekolah yang cepat juga memunculkan tantangan kepemimpinan baru yang menuntut kemampuan analisis, kecakapan mengelola perubahan, pengembangan kreativitas dan inovasi, serta penegasan nilai-nilai kekatolikan yang tanggap zaman.

“Ketiga, sekolah katolik yang dikelola oleh banyak organisasi atau tarekat menghadapi model baru dalam membangun kolaborasi dan sinergi yang produkif baik dengan sesama sekolah katolik, umat Katolik, maupun dengan berbagai pihak yang berkehendak baik supaya dapat terus berkembang,” pungkasnya. 


0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama