Oleh Helmi Adam
Pembangunan ekonomi tidaklah mungkin tanpa pendidikan.
Seperti dikatakan Myrdal, “untuk memulai program pembangunan nasional sambil
membiarkan sebagian besar penduduk tetap buta huruf kelihatannya bagi saya akan
menjadi sia-sia.” Bagi pembangunan ekonomi, kualitas buruh adalah lebih
penting. Pekerja tidak terampil, meski bekerja dengan jam kerja panjang, akan
memperoleh pendapatan per kapita yang rendah. Buta huruf dan tenaga yang tidak
terlatih tidak dapat diharapkan untuk menjalankan dan memelihara mesin yang
canggih. Hanya dengan investasi pada mereka maka produktivitas mereka dapat
ditingkatkan. Melalui pendidikan umum pemerintah dapat meningkatkan persediaan
buruh efektif dan kapasitas produktif bangsa. Suatu program pendidikan harus
bersifat luas dan beraneka-ragam. Pendidikan primer perlu disediakan agar
setiap anak usia sekolah dapat menjalani wajib belajar. Dalam rangka
menyediakan materi bagi universitas dan memberi fasilitas pendidikan yang lebih
luas, perlu dibuka sekolah menengah yang lebih banyak lagi. Pada waktu yang
sama lembaga latihan diperlukan untuk memberikan pengajaran kepada ahli mesin,
montir listrik, tukang, perawat, guru, penyuluh pertanian, dan sebagainya. Pendidikan
tinggi dan lembaga-lembaga penelitian didirikan untuk mencetak dan meningkatkan
jumlah dokter, administrator, insinyur dan semua jenis personil terlatih.
“Program pendidikan didasarkan pada usaha menjalin kesatuan bangsa pada
umumnya, untuk memanfaatkan energi rakyat dan membangun bangsa dan sumber-daya
manusia di seluruh negeri." Investasi di bidang yang luas dan
beraneka-ragam seperti di bidang pendidikan itu hanya mungkin dilakukan oleh
atau melalui inisiatif pemerintah.
Investasi pada modal manusia sangat bersifat produktif.
Negara terbelakang membutuhkan ahli industri dan pertanian, dokter, insinyur,
guru, administrator dan sebagainya, yang akan semakin memperlancar arus barang
dan jasa sehingga dengan demikian mempercepat derap pembangunan. Tetapi masalah
pengadaan fasilitas pendidikan bagi sekian banyak orang melampaui batas
kemampuan suatu negara terbelakang lantaran terbatasnya dana. Berapa pun yang
tersedia, dana itu harus dibagi secara adil atas dasar prioritas. Dan ahli-ahli
ekonomi berbeda pendapat mengenai masalah prioritas ini. Sepanjang pendidikan
merupakan suatu investasi, ia secara langsung meningkatkan produktivitas.
Uang yang dipergunakan untuk pendidikan dan latihan para
dokter, guru, insinyur, atau administrator sesungguhnya merupakan suatu
investasi modal yang sama halnya dengan uang yang dipergunakan untuk
pembangunan sebuah waduk. Tetapi penggunaan uang untuk gerakan pemberantasan
buta huruf dalam rangka mendidik petani dianggap tidak secara langsung
produktif, oleh Lewis. Dia berpendapat bahwa “bagian pendidikan seperti itu,
karena bukan merupakan investasi yang mendatangkan untung, adalah sama
derajatnya dengan barang konsumsi lain seperti pakaian, rumah atau gramophone”,
karena ia membantu petani, tukang cukur atau pembantu rumah
tangga “untuk lebih banyak menikmati sesuatu (guru, surat kabar) atau untuk
memahami sesuatu lebih baik.’’ Tetapi Prof. Galbraith menganggap investasi dalam mendidik massa sama juga
produktifnya. Dia berpendapat bahwa “menolong petani dan pekerja dari
kebutahurufan mungkin merupakan suatu tujuan yang tersendiri. Tetapi ia juga
merupakan langkah pertama yang sangat diperlukan bagi setiap bentuk kemajuan
pertanian. Di mana pun di dunia ini tidak ada seorang petani yang buta huruf
tetapi maju. Akan tetapi di mana pun, tidak ada petani yang melek huruf tapi
tidak maju. Dipandang secara demikian, pendidikan menjadi suatu bentuk
investasi yang sangat produktif’. Galbraith menyimpulkan:
“apakah suatu hal sekaligus merupakan jasa konsumsi dan sumber modal produktif
bagi masyarakat tidaklah mengurangi arti pentingnya sebagai suatu investasi.
Malahan ia semakin mempertinggi arti penting tersebut". Karena itu menjadi
tanggung jawab pemerintah untuk memprakarsai program jangka panjang
pengembangan dan pembaharuan pendidikan secara luas yang merentang mulai dari
gerakan pembebasan buta huruf sampai ke tingkat universitas, sehingga pada
semua cabang kehidupan nasional pendidikan menjadi titik pusat pembangunan
negara.
Penulis Direktur
Yayasan Syafaat Indonesia