Serial Ekonomi 5.0 Revolusi 4.0 vs Society 5.0


Oleh Helmi Adam
Alumni MM Universitas Bhayangkara Jaya

Tulisan ini akan meninjau karakteristik ekonomi revolusi 4.0 dan Society 5.0 Kelebihan dan kekuranganya positif. Pertama kita lihat Premis dasar Revolusi 4.0 Dimana ekonomi yang dibangun berorientasi  pada tugas, dengan ukuran pasar terbatas karena orang didorong untuk mengeluarkan uang lebih  sedikit. Hal ini berakibat pada menurunya uang belanja konsumsi karena daya beli lemah, akibat pengurangan pekerja dan gaji yang mengecil sehingga dapat menurunkan pendapatan negara, karena jika seluruh pasar dihilangkan semua di lakukan melalui online maka tidak ada biaya apa pun dan kemudian tidak ada yang akan mendapatkan multiplayer efek dari eknomi. Hal  Ini mirip dengan teori oleh ekonomi Karl Marx, yang meramalkan bahwa otomatisasi akan mengambil alih semua pekerjaan dan bahkan kaum borjuis (yaitu, kelas yang dikatakan Marx “menggerakkan semua inovasi”) pada dasarnya akan membuat mereka tidak bekerja.

Marx memandang otomatisasi ini sebagai tindakan positif bagi masyarakat karena ketika orang tidak harus bekerja, mereka memiliki lebih banyak waktu luang sehingga  mereka akan lebih bahagia dan lebih cenderung baik satu sama lain. Namun David Nordfors, memiliki pandangan yang bertentangan dengan Marx dengan mengatakan bahwa "orang perlu saling membutuhkan" Sebagai contoh, jika suatu ekonomi disusun sedemikian rupa sehingga orang tidak perlu bergantung satu sama lain, lalu mengapa orang-orang di sana masyarakat dipaksa untuk bersikap baik kepada orang-orang yang tidak mereka kenal? (David Nordfors ;2016)

Masyarakat mensyaratkan bahwa orang dapat mengandalkan orang yang tidak mereka kenal atau tidak sukai. Pekerjaan kontraktual dan pasar tenaga kerja menghasilkan saling membutuhkan. Sehingga manusia  menjadi kontraktor satu sama lain. Konsep inti dari society 5,0 adalah bahwa orang bergantung satu sama lain.

Suatu masyarakat terjadi ketika sekelompok orang terikat oleh jaringan komitmen pribadi. Hal inilah yang membentuk jaringan komitmen yang mengatur diri sendiri dan memperkuat diri ndividu yang membentuk bahasa yang sama untuk kepercayaan, etika, hukum, dan praktik di mana setiap individu yang berkomitmen memiliki kepentingan. Hal inilah yang menjadi dasar untuk setiap ekonomi, budaya atau masyarakat.

Oleh karena itu, pandangan tentang "semua orang adalah pelanggan, dan pekerja bukan siapa-siapa " adalah pandangan yang dapat membawa bencana. Dampaknya adalah membubarkan sendi sendi  masyarakat karena komitmen antarpribadi akan lenyap. Teori kontrak social dari Jhon Locke hilang dan akhirnya  pengangguran bertambah dan terjadi alienasi atau keterasingan masyarakat  dari hidup dan kehidupanya karena diatur oleh teknologi  ambisi dan egonya.

Berbeda cara pandang society 5.0  di mana "semua orang adalah pelanggan dan sekaligus pekerja," masyarakat akan berkembang dengan baik, karena ada komitmen untuk membangun masyarakat secara bersama sama, oleh Karena itu dibutuhkan peran pemerintah dalam membuat kebijakan yang sesuai dengan perkembangan TI tapi tidak mengorbankan pekerja dan masyarakat yang ujungnya pada  meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat, bukan sebaliknya, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin karena tidak memiliki sumber daya teknologi.

Dalam ekonomi yang berpusat pada manusia, tidak ada batasan untuk pertumbuhan, karena orang dapat menjadi lebih berharga satu sama lain dalam skala yang berkelanjutan dan meningkat. Namun, risiko utama dalam skenario ini adalah Saling ketergantungan seperti yang kuat harus mampu memberikan ASI yaitu, jika orang menghasilkan lebih banyak dan lebih banyak uang, maka mereka juga perlu membuat tingkat nilai tambahan yang sepadan kepada orang lain; jika tidak, maka anda yang memiliki keberlimpahan ASI akan mengalami sakit dan asi anda menjadi dibuang tidak berguna. Namun hubungan konvergensi ini bukan hal yang  utopia sperti kata Marxis, melainkan untuk mengimbangi  pertumbuhan eksponensial dengan penciptaan nilai dan informasi kuantitatif.

Masalah lainnya adalah ketika ekonomi menolak hubungan manusiawi. Manusia hanya ditentukan dari atribut yang dimiliki, seperti jenis kelamin, kekuatan, kesehatan, keterampilan, bakat, pendidikan, pengalaman profesional, sertifikasi, rekomendasi, kebangsaan dan sebagainya. Hal ini menciptakan nilai yang keliru pada akhirnya manusia seperti serigala satu sama lainya,

Ekonomi tidak mengukur nilai cinta dan persahabatan, kontak yang kita sebut "Engkau", yang merupakan nilai paling penting dalam hidup, yang tanpanya tidak akan ada gairah untuk membesarkan keluarga, yang mengarah pada kelanjutan budaya kita, bahkan spesies kita. . Perbedaan antara "Engkau" dan "Itu" adalah bahwa ia tidak dapat ditukar atau diperdagangkan. "Saya bisa mengatakan, 'Tuan Pelukis, saya telah menemukan pelukis lain yang akan melakukan pekerjaan lebih sesuai dengan keinginan saya, jadi saya menukar Anda'.  (David Nordfors : 2016)
 
Kita tidak bisa menggantikan anak kita walaupun dia bodoh sekalipun dengan mengatakan 'Anakku, aku telah menemukan anak laki-laki lain yang berprestasi lebih baik di sekolah, jadi aku menggantikanmu', ” (David Nordfors ; 2016).  Berbeda dengan pelukis dia terpisah hanya diukur dari jasanya sehingga dia bisa disebut “itu: istilah David Nordfors , sehingga dia dapat ditukar, sedangkan putranya  tidak dapat dipertukarkan, karena tidak bisa diperlakukan seperti objek dan menjadi "itu".

Jadi ekonomi society 5.0 dapat disimpulkan  bahwa kita membutuhkan ekonomi yang dapat menjelaskan "keangkuhan ego" sehingga kita dapat menciptakan ekonomi yang dapat meningkatkan hubungan pribadi, makna dan berhubungan dengan  ide-ide. Para ekonom mengatakan "adalah baik bahwa orang-orang membesarkan keluarga karena hal itu akan membuat manusia mencari dan membelanjakan barang dan jasa untuk mendorong ekonomi".

Untuk itulah David Nordfors menyarankan kita membutuhkan ekonomi yang memungkinkan kita untuk mengatakan, dalam bahasa yang logis "adalah baik bahwa orang bekerja sehingga mereka dapat membesarkan keluarga" (david Nordfors: 2016).  Disisi lain kita melihat pentingnya jarak perjalanan menjaid lebih singkat, dengan mendorong penciptaan infrastruktur dan meningkatkan PDB. Namun kasus jalan TOL di Indonesia yang menyebakan kelumpuhan ekonomi UMKM di pantura juga  contoh infrastruktur ang dibanguntidka berbasic pada society 5.0.  karena infrastruktut TOL juag bisa menciptakan “keangkuhan”, dimana mereka semua ingin cepat, disisi lain menghilangkan kepedulian terhadap sesama. Mereka tidak lagi bisa melihat kehidupan disekitarnya yang sulit, mereka hanya ingin cepat sampai dan beorientasi pada hasil.

Penulis Adalah Pendiri Yayasan Syafaat Indonesia

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama