Belajar Dari Newzealand, Memberikan kenyamanan Umat Islam..



Oleh Helmi Adam

Setelah serangan terhadap dua masjid di Christchurch pekan lalu, di mana 50 orang terbunuh, di Selandia Baru hal ini membangkitkan solidaritas komunitas Muslim. Padahal komunitas muslim hanya  1 persen dari populasi 4,8 juta penduduk selandia baru. Penghargaan yang luar biasa dari masyarakat newzeland terhadap kaum minoritas Muslim, Padahal di beberapa Negara justru kurang dihargai perbedaan kepercayaan. Termasuk mungkin di Indonesia, seperti kasus dosen yang dipecat gara gara memakai cadar. Malah mayoritas diperlakukan seperti minoritas pada saat puasa, orang muslim disuruh menghormati orang yang tidak puasa. Padahal logikanya orang non muslim lah seharusnya menghormati orang yang sedang puasa, Sehingga solidaritas terbangun.

Di Newzealand minoritas muslim sangat menghormati mayoritas non muslim, sehingga ketika terjadi pembunuhan terhadap jamaah masjid Annoor semua bereaksi menunjukkkan solidaritasnya. Karena selama ini muslim di Newzealand sangat baik, suka membantu tetangganya yang membutuhkan. Jadi wajar jika terjadi timbal balik solidaritas yang ditunjukkan masyarakat Newzealand. 

Mereka yang terbunuh dalam serangan Jumat lalu datang dari beberapa negara, termasuk imigran dari Pakistan, India, Bangladesh, Mesir, Malaysia, dan Indonesia. Beberapa dari mereka adalah pengungsi dari Suriah, Somalia dan wilayah Palestina. Masyarakat Newzealand bertanya  bagaimana serangan ini bisa terjadi  ?, Padahal rakyat Newzealand selama ini, bangga akan kedamaian, dan mereka merayakan isolasi geografisnya, sebagai negara damai dengan gembira seringa mereka bisa merangkul minoritas Muslim.

Beberapa hal dilakukan oleh masyrakat newzealand, untuk merangkul minoritas muslim ; Pertama, yang dilakukan Perdana Menteri Jacinta Ardern, dengan mengenakan jilbab. Hal ini berdampak pada Banyak wanita Selandia Baru lainnya bergabung, termasuk petugas polisi, penjaga keamanan, pembawa acara televisi dan perawat. Yang kedua, Adalah panggilan untuk Untuk sholat atau Adzan disiarkan di televisi dan radio nasional pada pukul 1:30. Yang ketiga, adalah  Surat kabar memuat salam berbahasa Arab di halaman depan, dan menjelaskan ritual Muslim seputar sholat dan pemakaman. yang keempat adalah yang luar brasa, karena Pembawa acara  berita memulai buletin mereça, dengan salam dalam bahasa Arab, "as-salamu alaykum", atau "saw." yang terakhir adalah, Ketua Parlemen Trevor Mallard dan, ya, Ardern, juga mengucapkan salam dalam Bahasa Arab.

Sebuah solidaritas yang kuat yag di bangun oleh Negara untuk perdamaian, bagaimanakah kondisi di Indonesia saat ini ? apakah Negara sudah membangun persatuan dan toleransi  ? bukan malah memecah belah umat demi kepentingan politik ? sudah saatnya pemerintah belajar dari kasus Newzealand, dengan merangkul kembali umam Islam, dyngan tulus, demi persatuan dan kesatuan, bukan demi kepentingan politik sesaat yang menghalalkan segala cara. Minimal mampu memulangkan habib rizieq kembali ke tanah air dan mampu merangkul lama ulama kultural yang punya akar kuat di masyarakat. Karena kalau mereka tidak mengakar, maka   akan tidak  mampu mengerahkan jutaan orang di acara 212. 

Perlakuan keadilan sangat penting bagi umat islam, apalagi soal ibadah. Christiaan Snouck Hurgronje sampai harus berangkat ke mekah, untuk mempelajari karakter umat islam. Sedangkan pemerintahan kita mayoritas muslim, tapi mengapa tidak mengetahui karakter muslim ? ata tiadk amo tahu ? hal ini yang harus bisa dipahami oleh pemerintah. Jangan sampai umat islam dan tokoh tokohnya dianggap sebagi orang kontrakan dirumahnya sendiri. semoga tulisan ini dapat memberikan inspirasi bagi kita semua. Tentu saja pendekatan di Newzealand tidak bisa disamakan dengan di Indonesia. Tapi minimal kita bisa memahami esensi pendekatan, yang dilakukan pemerintah Newzealand.

Sêmola Pemimpin kita, bisa belajar dari Newzealand..



Penulis adalah Mantan Presidium Senat Seluruh Indonesia. 1993. 

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama