Serial Society 5.0 : Pendidikan 4.0 Vs 5.0

Oleh Helmi Adam

Seperti saya jelaskan tentang perbedaan revolusi 4.0 dengan Sociaty 5.O pada tulisan di Blog ini sebelumnya, sekarang kita masuk pada bidang pendidikan. Pendidikan, revolusi 4.0 menciptakan kemudahan akses informasi. Bahkan boleh dikatakan “berlimpah atau abudance” meminjam istilah Peter Diamendis yang menemukan istilah  era disruption pada era digitalization.

Yang paling jelas terlihat dalam pendidikan anak menjadi lebih mudah mengakses apa yang dia mau, bukan apa yang seharusnya. Karena tidak semua yang apa di mau anak bisa positif, sebgai contoh seorang anak umur  14 tahun mengakses gamabr gambar porno, yang bukan seharusnya, untuk di akses, atau anak umur 5 tahun mengases cara cara make up di youtube. Sementara orang tua, guru dan masyarakat tidak mengetahui, apa yang dasar yang anak sudah tahu, sehingga pendidikan terhadap anak mengalami apa yang disebut dengan disruption pembelajaran.

Kita ketahui perkembangan digital berbasis aplikasi di dunia pendidikan melalui metode e-learning lebih pada peningkatan kualitas IQ anak, bukan pada karakter anak.  Metode e-learning ini bahkan cenderung menggerus karakter anak karena tiadanya pertemuan langsung.  Hal ini menyebabkan Dunia digital bukan mendidik anak menjadi lebih baik, akan tetapi lebih Individualis, tidak mandiri, tidak jujur dan tidak respek terhadap perbedaan.  

Padahal di era digital ini pendidikan karakter juga sangat penting untuk memberikan dasar sikap dan mental anak dalam menggunakan teknologi digital. Seharusnya dengan berkembangnya teknologi digital maka peran guru dan orang tua dikuatkan untuk membentengi anak bangsa terhadap informasi yang dapat merusak karakter anak. Meski hal tersebut tidaklah mudah, tetap harus dimulai dari lingkup keluarga terlebih dahulu, yang artinya peran dari orang tua harus dikembalikan lagi.

Paradoksal terjadi ketika  orang tua cenderung melepas anaknya di dunia digital. Mereka cenderung mengasih anaknya smartphone, Tablet atau mengoperasikan laptop komputer di rumah tanpa pengendalian dan pengawasan yang cukup dari orang tua, dengan alasan takut anaknya ketinggalan zaman, Padahal perlakuan  sangat berbahaya sekali bagi perkembangan karakter anak. Karena ada titik ketika nanti si anak merasa lebih percaya kepada informasi yang dia baca di internet daripada harus percaya dengan informasi dari guru atau orang tuanya. Oleh karena itu ketika anak memulai menggunakan teknologi, maka orang tua harus punya pemahaman yang kuat terkait bagaimana menggunakan teknologi digital dengan baik yang biasa disebut Digital Parenting.  Hal ini  agar jangan sampai anak terpapar hal-hal yang bisa membahayakan dia secara keamanan atau mengunyah konten konten negatif seperti  hate speech (ujaran kebencian) ataupun juga konten-konten yang terkait dengan radikalisme. 

Petanyaannya pentingkah era tatap muka seperti dulu ? sangat penting, inilah justru yang membentuk karakter anak, melalui Body kontak Pendidikan, yang menghasilkan nilai nilai kemanusiaan..

Dunia digital bukan mendidik anak menjadi individualis, tidak mandiri, tidak jujur dan tidak respek terhadap perbedaan.  Padahal di era digital ini pendidikan karakter juga sangat penting untuk memberikan dasar sikap dan mental anak dalam menggunakan teknologi digital. Untuk itu perlu adanya upaya  membentengi anak bangsa terhadap informasi yang dapat merusak karakter anak. Meski hal tersebut tidaklah mudah, tetap harus dimulai dari lingkup keluarga terlebih dahulu, yang artinya peran dari orang tua harus dikembalikan lagi. 
.

Oleh karena itu peran masyarakat dibutuhkan untuk membuat aktivitas offline. Ini supaya anak-anak kembali bertatap muka seperti zaman dulu.  Di level-level masyarakat yang ada di  perkampungan ataupun di kota anak-anak itu perlu dibuatkan dan diajak untuk melakukan aktivitas yang membuat mereka bisa berinteraksi secara nyata dengan anak-anak yang lainnya. Ini agar mereka tidak hidup dalam dunia sendiri di dunia digital.

Sementara pemerintah harus mampu mengelola materi  tentang literasi digital agar seorang anak atau siswa itu memiliki keahlian, kemampuan untuk bisa menggunakan berbagai perangkat teknologi digital dengan baik. Sebagai contoh seperti materi mengenai media sosial tentang bagaimana penggunaannya, apa bahayanya, apa yang seharusnya tidak dilakukan, termasuk sikap pengamanan supaya bagaimana informasi pribadi tidak diketahui orang lain, kemudian belajar cek and recek konten. Selain itu perlu adanya materi tentang literasi media supaya anak dikenalkan mengenai bagaimana mendapat informasi dari sumber-sumber yang ada, baik dari koran, majalah, media online ataupun dari media sosial. Orang tua harus diberikan skill untuk bisa melakukan teknik literasi media sehingga bisa mengajarkan pada anaknya. Seperti perbandingan informasi teks, berita, mencari cari tahu seandainya ketemu dengan sebuah gambar, gambar ini benar atau tidak, konteksnya tentang apa, tentunya itu harus ditanamkan sejak awal kepada anak

Perkembangan teknologi digital tentunya memiliki sisi positif dengan masyarakat 5.0, atau disebut masyarakat cerdas. Karena seperti konsep society 5.0 yaitu menambah nilai manusianya, bukan revolusi 4.0 yang menguatkan teknologinya. Teknologilah yang harus kita kuasai bukan dikuasai oleh teknologi, bahkan tergantung pada teknologi yang berdampak  negatif terhadap perkembangan karakter anak bangsa. Karena sebenarnya yang sangat berbahaya  ketika anak-anak terlalu sering menggunakan perangkat digital yang akan  menggerus kemampuan literasinya menjadi menurun.  Artinya daya tahan mereka untuk membaca suatu tulisan itu menjadi menurun karena mereka lebih suka untuk melihat konten yang pendek ataupun dalam bentuk-bentuk video atau infografis. Padahal kalau mau menjadi generasi penerus yang berkualitas tentunya mereka tetap harus menguasai material dalam bentuk teks. Seperti tulisan ini sengaja di buat singkat agar cepat dimengerti dan mau dibaca para pembaca yang memilki literasi yang semakin menurun.Oleh karena  diberharapkan adanya suatu kurikulum yang integratif oleh pemerintah tentang pemahaman digitalization yang dapat diintegrasikan dengan kurikulum yang sudah ada. Apalagi pemahaman guru guru TIK yang masih kurang tentang society 5.0, Sehingga masih memakai Revolusi Industry 4.0 yang masih berorientasi pada teknologinya.. 

Penulis Direktur Yayasan Syafaat Foundtion

0/Post a Comment/Comments

Terima Kasih

Lebih baru Lebih lama